Ziqri POV
Aku melajukan mobilku untuk mengantarkan Zahra ke Rumah sakit.
Di mobil Zahra terus menerus menangis. Aku baru pertama kali melihatnya menangis. Dan Demi Allah, hatiku teramat sakit saat ini, saat aku tahu wanita yang selama ini ku cintai sedang menangisi laki-laki lain.Aku tidak tahu ada hubungan apa antara Zahra dengan Rio, sampai-sampai Zahra sangat khawatir ketika mendengar Rio kecelakaan.
Rasanya saat ini aku ingin melemparnya dengan beberapa pertanyaan yang sudah lama berkecamuk dalam pikiranku. Tapi aku urungkan niatku. Melihatnya menangis seperti ini saja aku tidak tega, bagaimana aku ingin menambahi dengan pertanyaan-pertanyaanku.
Zahra turun dari mobilku dan berlari begitu saja memasuki rumah sakit. Aku dan Tsabina buru-buru mengejarnya.
"Za jangan lari, nanti nabrak." teriakku, tapi ia tidak menggubrisnya ia terus berlari menuju ruangan Rio.
Zahra lari begitu kencangnya, sehingga aku dan Tsabina kehilangan jejaknya. Aku mencari setiap lorong rumah sakit, tapi belum kutemui istriku itu.
"Kak, di sana." tunjuk Tsabina.
Aku menghembuskan nafas legaku, saat melihat Zahra baik-baik saja di sana. Aku buru-buru menghampirinya.
Zahra POV
Di depan ruang Icu lah aku berdiri, dimana di dalam sana ada Rio yang sedang di Rawat.
Lewat Kaca pintu Ruangnya aku bisa melihat kondisinya, disana Rio terbaring sangat lemah. Kabel elektroda terpasang di dadanya, alat bantu nafas juga terpasang disana. Kepalanya di perban, karena bagian kepala nya yang terbentur itu.
Dinda terus berusaha menenangkanku, tapi air mataku terus menerus turun membasahi pipiku.
Aku mundur dari posisiku saat seseorang keluar dari ruangan dimana Rio berada. Sorot matanya begitu tajam menatapku.
"Ngapain kamu disini? Puas buat anak saya seperti itu." Ucap Tante Aisyah emosi. Air mataku semakin deras turun dari mataku, mendengar ucapan Tante Aisyah.
"Maafin Zahra Tante, Zahra minta maaf." Ucapku lirih.
"Maaf mu, tidak akan membuat Rio sembuh seperti semula." diam jeda tiga detik. "lebih baik kamu pergi dari sini! Pergi." teriak tante Aisyah hesteris. Aku tersentak kaget akan sikap tante Aisyah kepadaku.
Seperti ini lah rasanya apabila kita menjadi penyebab seseorang terluka. Sesesak ini kah, menyaksikan orang-orang menangis karena ulahku.
Sesakit ini kah, melihat orang yang pernah menghiasi hari-hariku terbaring lemah saat ini."Astagfirullah tante Istigfar tan." Dinda merangkul tante Aisyah, yang sudah lemas.
"Pergi dari sini Zahra." Ucap Tante Aisyah Lemas, aku menggeleng seakan-akan aku ingin mengatakan "aku tidak mau pergi tante."
"PERGI ZAHRA." teriak Tante Aisyah
"Astagfirullah, Istigfar bu Istigfar." aku menoleh ke sumber suara, ada Om Fadlan yang datang dari arah sana.
"ini bukan salah Zahra, jangan salahkan nak Zahra." Om Fadlan mengelus-ngelus punggung Tante Aisyah.
"ibu shalat dulu sana, ibu belum shalat kan?, nak Temenin ibu ke Mushola ya." om Fadlan menatap Dinda, Dinda mengangguk setuju.
Tante Aisyah dan Dinda pun pergi ke Mushola.
"Nak Zahra sini duduk, om ingin bicara." ujar Om Fadlan, sembari menepuk kursi panjang di depan Ruangan Rio.
Aku duduk di pinggir Om Fadlan, dan menunggu om Fadlan berbicara. Om Fadlan menatapku, aku menatapnya kembali penuh tanda tanya.
"Ada yang harus kamu ke tahui tentang Rio nak." om Fadlan mulai menatapku serius. Aku menghapus sisa-sisa air mataku, dan mulai fokus mendengarkan cerita om Fadlan.

KAMU SEDANG MEMBACA
JOFISA (Revisi)
Spiritual⚠️ Part Awal-awal emang aga Absurd, tapi ke bawah In syaa Allah bagus ko? Aku Difhalia Azahra Putri, biasa dipanggil Zahra. Gadis berusia 21 Tahun. Aku mempunyai Prinsip tidak akan Pacaran kecuali setelah menikah. Ya, Pacaran di zaman sekarang ada...