Arum dan Kafie

140 27 14
                                    

***

Sepanjang koridor, Kafie menatap lekat wajah Arum. Ia sungguh mengkhawatirkan keadaan Arum yang tak kunjung membaik setelah kepergian Papanya. Enam bulan lalu, Papanya meninggal karena serangan jantung. Kejadiannya amat tiba-tiba dan tak terduga.

*flashback on*

"Kok Papa belum pulang ya, Ma?" Tanya Arum tidak sabaran.

"Sabar, sebentar lagi juga pulang." Ucap Ratna, Mama Arum.

"Tapi ini udah jam enam, Papa kan biasanya pulang jam empat." Arum terlihat gelisah.

"Masih dijalan, sayang. Macet kayaknya.." Ratna berkata lembut untuk menenangkan Arum. Padahal, Ratna pun tengah mengkhawatirkan Rizal, Papa Arum. Pasalnya, Rizal biasa pulang tepat waktu.

"Papa pulang!" Kedatangan Rizal membuat Arum dan Ratna terkejut.

"Papa!" Arum berlari menuju Rizal dan Ratna tampak tersenyum lega.

"Ini buat Arum!"
Tubuh Rizal terhalang boneka beruang besar yang Ia peluk.

"Thank you, Mr. Beary!" Arum memeluk boneka itu lantas tersenyum manis.

"Ah, anak Papa cantik sekali. Papa jadi mau kasih hadiah lagi." Ucap Rizal seraya mengambil sebatang cokelat di dalam sakunya lalu memberikan cokelat tersebut pada Arum.

"Ah, Papa! Terimakasih banyak!" Arum terlihat sangat senang.

"Sama-sama, Sayang." Rizal terkekeh lalu Ia mencubit pipi Arum dengan gemas.

"Pantesan baru pulang, Bang. Beli hadiah dulu rupanya." Ratna menyalami Rizal.

"Kenapa memangnya? Kangen ya?" Rizal tersenyum jahil.

Ratna tersipu.

"Padahal cuma telat dua jam, tapi seperti telat dua tahun yaa sampai kamu sekangen itu."  Rizal membuat pipi Ratna merona.

"Ratna buatin teh manis ya, Bang."  Ucap Ratna mengalihkan pembicaraan.

"Boleh, tapi jangan terlalu manis karena kamu udah manis." Rizal mencolek dagu Ratna. Pipi Ratna semakin merah. Ia bergegas menuju dapur.

"Ish, Papa lebay banget!" Arum meledek dengan mulut yang dipenuhi cokelat.

"Biarin aja. Eh, kalau makan tuh sambil duduk."

"Iya maaf deh.." Arum duduk dan lanjut memakan cokelat sambil bersandar pada boneka beruang besar yang Ia beri nama Beary.

"Kalau makan harus pelan-pelan. Kamu tuh udah 16 tahun tapi masih kayak anak kecil yaa."  Rizal duduk di dekat kaki Arum.

"Biarin. Yang penting Papa sayang Arum."

"Ah kata siapa?" Tangannya meraih kaki Arum dan menggelitikinya.

"Geli, Pa!" Arum berusaha menjauhkan kakinya dari Rizal namun tenaga Rizal terlalu kuat. Ruangan dipenuhi gelak tawa. Suasana semakin hangat.

Arum adalah anak satu-satunya. Terlebih Ia adalah perempuan, itulah mengapa Rizal amat memanjakan Arum.
Arum tumbuh menjadi gadis manis yang sangat manja. Kedua orang tuanya tidak pernah membiarkan Arum mengerjakan apapun di rumah kecuali tugas sekolah. Bagi Rizal dan Ratna, Arum adalah berlian yang tidak boleh tergores sedikit pun. Memang terdengar berlebihan, namun begitulah faktanya. Bagi setiap orang tua, tentu anak adalah harta yang paling berharga.

"Nghh.." Tiba-tiba Rizal berhenti menggelitiki Arum. Tangannya yang semula sibuk menggelitiki Arum seketika beralih untuk meremas dan menekan bagian dadanya kuat-kuat.

WarmthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang