Awal Mula

40 12 1
                                    

Sejak jam pelajaran pertama dimulai, lekaki kekar di samping Arum tidak terlalu fokus memperhatikan materi yang disampaikan guru. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri perihal jawaban Arum tadi. Niat awal Ia bertanya adalah agar tidak menjadi layaknya orang gila seperti kemarin, namun sepertinya setelah ini Ia akan kembali kehilangan kewarasan.

Perjodohan~~~

Kata itu terus menghantui Muizz, membuatnya gelisah setengah mati.

Arum mulai merasakan gelagat aneh pada teman sebangkunya. Ia sempat melirik dan mendapati Muizz yang memainkan bolpoin biru dengan raut wajah yang sulit Ia terjemahkan. Saat yang lain sibuk mencatat, Ia melihat lembar kertas di buku Muizz masih bebas dari coretan. Enggan bertanya karena takut salah mengambil langkah, Ia lebih memilih untuk kembali fokus pada pelajaran.

Terus seperti itu sampai jam pelajaran pertama berakhir, bahkan saat guru meninggalkan ruang kelas dan kelas kembali ramai setelahnya, Muizz masih tampak sama seperti tadi seolah tidak terusik dengan keadaan sekitar.

"Muizz?" Arum akhirnya membuka suara. Ia pikir Muizz memiliki kesulitan dan malu untuk meminta bantuan.

Muizz terkesiap, menatap Arum dengan wajah sedikit terkejut. "Ya?"

"Ada yang perlu aku bantu?" Arum sedikit memiringkan kepalanya dan menatap Muizz lebih intens.

"Uhm.." Baiklah. Ia meletakkan bolpoinnya. "Saya boleh nanya lagi?"

"Iya boleh, mau tanya soal apa?"

"Kamu.. kalau misalnya.. ehm," Muizz mengusap tengkuknya, membasahi bibir, mengalihkan pandangan dan berpikir kembali apakah tidak masalah jika Ia menanyakan hal semacam itu?

"Misalnya apa?" Arum terlihat sedikit bingung.

OK, Ia harus melakukan itu demi kewarasannya. "Kalau misalnya kamu dijodohin, kamu mau?"

Hening. Arum menatap Muizz dengan raut tidak percaya bercampur bingung. Tidak ada tanda-tanda Ia akan menjawab.

Muizz sadar Ia melakukan kesalahan dengan menanyakan hal itu. Jika ucapan bisa ditarik, mungkin dia akan menelan kembali kata-kata yang sudah Ia lontarkan beberapa detik lalu.

You better shut the fvck up than ask that stupid question, Muizz.
Muizz amat menyesali perbuatannya. Pertanyaan bodoh itu mungkin akan membuat dirinya semakin canggung dengan Arum. Untuk apa Ia menanyakan hal yang tidak penting bagi Arum?

Ini akan menjadi semakin buruk. Entah bagaimana kondisi kesehatan mentalnya setelah sampai di rumah nanti. Mungkin kata maaf akan membuat keadaan menjadi sedikit lebih baik?

"I'm so-" diluar dugaan, kalimat Muizz terpotong oleh suara tawa lembut dari teman sebangkunya.

Arum tertawa untuk pertama kalinya di dalam kelas, tanpa kehadiran Kafie.

Tidak ada seorang pun penghuni sekolah yang pernah melihatnya tertawa seperti itu selain Kafie. Mereka hanya melihat Arum tertawa saat ada Kafie, tawanya pun berbeda dengan yang mereka lihat sekarang. Ketika Kafie tidak ada disampingnya, Ia hanya menebar senyum dan mungkin sesekali terkekeh pelan. Itu pun jarang dijumpai setelah papanya pergi.

Hal tersebut tentu menyita perhatian semua orang di dalam kelas. Dan ini menjadi santapan menarik bagi Para Pemburu Berita. Seorang Pendatang Baru yang Tampan dan Banyak Dielukan Oleh Penghuni Sekolah, Berhasil Membuat Gadis Pendiam yang Misterius Tertawa Lepas. Begitu kira-kira headline yang akan segera menyebar hampir ke seluruh penjuru sekolah.

Binar pada mata Arum yang menyipit jelas terlihat oleh mereka. Tangan mungil itu terangkat untuk sedikit menutupi mulutnya. Tidak ada yang dapat melepas pandang dari Arum saat ini, Ia terlihat sangat menawan.

WarmthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang