Kesultanan

33 5 3
                                    

***

Matahari sudah hampir tenggelam. Dua insan yang sedari tadi sibuk berkutat dengan kanvas dan warna, akhirnya membereskan kekacauan yang mereka buat di dalam ruangan minimalis dengan material kayu yang mendominasi, memberikan nuansa hangat dan tenang. Juga sinar jingga yang menelisik melalui ventilasi kecil dibagian atas dinding, menambah damai suasana sore itu.

Si Gadis Manis yang membuat Pria gagah disampingnya kehilangan fokus saat melukis, kini sibuk membersihkan tangan selepas memastikan kuasnya sudah tersusun dengan rapi di tempat seharusnya.

Perhatian Si Pria Kekar tidak bisa teralihkan untuk saat ini. Menyaksikan gadis itu sibuk membersihkan sisa-sisa pertempuran. Matahari seolah sengaja ingin membuat pria itu mabuk. Membeku Ia di tempatnya, tatkala baskara itu mengecup lembut paras imut gadis dihadapannya.

 Membeku Ia di tempatnya, tatkala baskara itu mengecup lembut paras imut gadis dihadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Merasa diperhatikan, Arum menoleh ke arah Muizz yang menganga takjub.

"Kenapa?"

Bulu kuduk pria itu berdiri sedetik setelah telinganya menerima gelombang bunyi yang berasal dari mulut kecil Arum. Ia berusaha meraih sadar dan menegak salivanya, kemudian tersipu.

"Gapapa. Let's get ready,"

***

Muizz tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya kali ini. Ia menganggap ini hari terbaik dalam hidupnya. Di mana seharian penuh tidak jauh-jauh dari gadis yang membuatnya gila belakangan. Pria itu banyak menyunggingkan senyum. Bahkan pada saat menunggu Arum selesai didandani. Meskipun bukan dalam waktu yang sebentar, Ia menunggu dengan suka hati.

Ponselnya berdering. Ia kemudian berdiri dan berjalan ke luar menuju teras. Mulutnya menanggapi orang di seberang sana, Si Kembar yang menelepon.

Matanya celingukan mencari taxi yang berada di sekitar sini. Ia mencoba mendengarkan dengan seksama deskripsi yang disampaikan secara heboh oleh Fadli dan Hasan. Mengabaikan pria kekar disampingnya yang meletakkan tangan di depan dada dengan ekspresi bingung sekaligus awas.

"I got you, guys," Ia melambaikan tangan. Sebuah taxi mendekat. Ia memutus sambungan dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. Tak lama, turunlah Si Kembar yang masih sibuk berseteru, dengan wajah Fadli yang ditekuk.

"Sorry banget lama. Gue nunggu Si Daki Anoa sampe berjamur," Fadli bersungut.

"Ah elah, lu mah.. Gue kan udah minta maaf. Sorry ye mas bro,"

"Santai santai. Gih ke dalem, pramuniaga udah pada nunggu,"

"Iye, bro. Btw lo ganteng banget anjir. Gue takut jadi belok," Fadli memerhatikan penampilan Muizz yang memang terlihat gagah dengan tuxedo cokelat muda yang pas dengan tubuh kekarnya.

"Istighfar lo, Jin Botol!" Hasan nyeletuk seraya masuk kedalam butik.

"Yee, jin botol kalau istighfar ya kepanasan lah tolol," Fadli menyahut sambil mengekorinya masuk. Muizz menanggapi dua bocah itu dengan kekehan pelan.

Ya, mereka sedang berada di butik atas permintaan Bubu tadi sore. Butik ini merupakan satu dari puluhan properti yang dimiliki Baba. Bubu sengaja meminta mereka untuk memakai pakaian yang sudah disiapkan. "Biar senada sama gaun bubu," katanya beberapa hari lalu, saat Ia menyerahkan kartu undangan untuk mereka pada Muizz.

"Pak Dirga sudah dihubungi?" Tanya Muizz pada pria di sampingnya, yang hanya berani bicara ketika benar-benar perlu.

"Sudah, Pak." Ia melirik jam tangannya. "Sekitar lima menit lagi sampai," Katanya sambil menunduk sopan.

Muizz mengangguk takzim. "Tolong pastikan giftnya aman. Saya tidak mau ada cacat sedikitpun," Tegasnya.

"Baik, Pak." Pria di sampingnya sedikit tegang. Kemudian Ia berkutat dengan gawainya untuk menyambung intruksi dari Muizz.

Setelah alphard hitam terparkir di depan butik --dengan beberapa pengendara Honda CMX500 Rebel yang ikut mengekorinya-- Muizz memutuskan untuk masuk kembali ke dalam butik dan memastikan jika teman-temannya sudah siap.

Sesaat setelah ia berbalik, matanya menangkap objek yang baru saja membuka pintu kaca butik. Sekarang ia berada tepat dihadapannya. Tubuh mungil yang dibalut gaun berwarna senada dengannya sukses mengunci pandangan pria itu. Riasan natural di wajah serta pernak-pernik mutiara kecil di rambutnya memberikan kesan cantik dan elegan.

"Sudah selesai, Pak Muizz." Kalimat dari wanita yang berada di belakang Arum menariknya dari lamunan. "Apabila kurang berkenan dengan look-nya, saya akan perbaiki segera," Lanjutnya.

Muizz menggeleng. "Good job. Thank you,"

Bagaimana bisa tidak berkenan? Melihat Arum seperti ini dia malah ingin segera berlutut untuk melamarnya.

"Aku nggak kelihatan aneh, kan?" Arum bertanya gugup.

Muizz melangkah lebih dekat, ia sedikit membungkuk untuk mendekatkan wajahnya pada Arum. Semua yang berada di sana --kecuali dua kurcaci tampan yang melihat di balik pintu kaca-- segera memunggungi. Telunjuk dan jempolnya meraih dagu Arum agar gadis itu tidak menunduk.

Arum membeku. Ia tidak bisa mencerna kejadian ini dengan baik. Matanya seolah terkunci dengan tatapan dalam dari Muizz. Napasnya tertahan saat wajah Muizz semakin dekat. Tangannya refleks meremas gaun yang ia gunakan.

Kemudian Muizz menarik tubuhnya menjauhi Arum. "Awalnya saya pikir memang aneh. Soalnya tadi yang masuk Arum, eh yang keluar malah bidadari,"

Ia terkekeh ringan melihat Arum yang sedikit gelagapan. Dua kurcaci tampan di belakang sana saling menatap memberi isyarat yang hanya dapat dipahami oleh mereka berdua.

"Kalian boleh berbalik," Semua bodyguard, juga wanita di belakang Arum kini berada di posisi semula. "Sekali lagi terima kasih, Madam. Sekarang tolong tata rambut kedua teman saya yang masih bersiap di dalam," Titah Muizz selanjutnya.

"Baik, Pak." Orang yang diberi perintah bergegas masuk menemui Fadli dan Hasan.

"Izz kamu dipanggil 'Bapak'?" Arum berbisik pelan.

Sorot polosnya membuat Muizz gemas. Ia mengangguk pelan.

"Kenapa? Biasanya yang aku denger di film-film atau buku novel, anak orang kaya dipanggilnya 'Tuan Muda' kamu kok dipanggil 'Bapak'?" Arum semakin heran dan Muizz semakin gemas menghadapinya.

"Sini saya kasih tau alasannya," Ia memasang mimik serius. Arum mendekat penuh rasa penasaran. "Saya kan calon 'Bapak' dari anak-anak kita nanti,"

Arum tertawa renyah. "Ada-ada aja," Tawanya membuat gadis itu terlihat semakin cantik.

"I know it sounds super cringe. But at least, i try lah," Muizz ikut tertawa.

Hi. Apa tida ada yg kgn ak?ヽ( ≧ω≦)ノ

WarmthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang