***
Gadis manis dengan rambut yang tergerai basah itu bergegas membuka gerbang yang masih terkunci. Melangkahkan kaki menuju pekarangan rumah dengan perasaan aneh yang berkecamuk di dadanya. Kedua lututnya pun dibuat semakin lemas tatkala mendapati keadaan rumah yang masih gelap.
Mau tidak mau Ia harus berjalan ke setiap ruangan untuk menekan saklar. Kemudian sejenak singgah di dapur. Menyimpan jinjingan yang diberikan Shila di atas meja makan dan meminum segelas air sebagai pengganti makan malamnya.
Ia mendadak kehilangan selera. Sama sekali tidak tergoda oleh harum rempah-rempah dari masakan Shila yang menyapa hidungnya sedari tadi.Langkahnya berlanjut menuju perhentian terakhir, kamar. Ia sengaja tidak menyalakan lampu. Membiarkan ruangan pribadinya yang cukup luas itu hanya remang bercahayakan bintang dan purnama yang jauh menggantung di luar sana.
Tangannya nampak sibuk menyiapkan buku-buku yang harus Ia bawa besok. Sedang pikirannya dibuat sibuk oleh hal lain yang membuat dirinya kehilangan antusias terhadap apapun saat ini.
Ia baringkan tubuh mungil yang berhak untuk beristirahat. Matanya sendu menatap langit-langit yang penuh dengan bayang perihal isi kepalanya.Apa itu tadi? Benar gak sih apa yang aku lihat?
Kafie bisa sedekat itu?
Sama perempuan... yang baru dia kenal?Rasanya aneh memang. Ketika orang yang terhitung belasan tahun 'hanya' memilikimu dalam hari-harinya, secara mendadak menggaet orang asing ke dalamnya. Menciptakan segala perasaan mengganggu yang juga asing.
Semua terasa asing.
Dan yang asing selalu mengundang dingin.Segala yang gadis itu rasakan saat ini membaur dalam kebisuan. Udara malam ini pun terasa menusuk kulitnya.
Lengang sesaat.
Kemudian telinganya menangkap langkah kaki yang menaiki anak tangga. Mata-mata sendu itu memejam perlahan.
Ratna sudah pulang.
Hati-hati memasuki kamar Arum karena mengira putri kecilnya sudah benar-benar terlelap. Dirinya tersenyum lega. Melihat Arum baik-baik saja, bagai terbayar segala peluh setelah banting tulang seharian.Dikecupnya kening Arum penuh kasih sayang sebelum ke luar dan pergi untuk beristirahat. Kecupan singkat itu rupanya cukup untuk membawa hangat yang mampu menenangkan Arum. Perlahan dirinya dapat benar-benar terlelap hingga merajut mimpi.
***
"Serius deh dia itu asik banget! Selalu punya topik menarik untuk dibahas. Pokoknya nanti aku atur deh biar kita bertiga bisa main bareng. Pasti seru!"
Ini sudah lebih dari setengah jam Kafie membicarakan teman barunya pada Arum. Ia bahkan seperti begitu saja melupakan kejadian semalam, di mana Arum tidak bersikap seperti biasanya.
Hari ini, mulai dari menjemput Arum di rumahnya, di perjalanan menuju sekolah, bahkan sepanjang koridor, lelaki itu hanya antusias menceritakan bagaimana 'asyik' nya seorang Naysila Larasati.Kafie sibuk berbicara sampai Arum tidak diberi celah untuk menyela. Pun sampai lupa melindungi Arum dari liarnya indera Para Pemburu Berita. Juga Ia abai terhadap mata Arum, hingga tak menyadari bahwa ada yang salah pada tatapnya.
"Nanti pulang sekolah aku anter kamu dulu ke rumah, abis itu balik lagi ke sekolah buat persiapan olimpiade. Okay?" Kafie berucap tanpa memperhatikan Arum yang sejak tadi menunduk.
"Terserah," Arum menjawab lemas.
Barulah Kafie menoleh ke arahnya.
Melihat Arum tertunduk lesu menatap kakinya yang melangkah perlahan membuatnya sadar bahwa sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.
Ia menghentikan langkahnya dan menahan lengan Arum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warmth
Teen Fiction"Kumohon, jangan tinggalkan aku.. Aku tidak ingin cepat mati sebab terbunuh dingin dan sepi." pintanya lirih, nyaris tak terdengar. Nyatanya, hidup menjawab dengan serentetan kejadian yang mengikis egois. Khidmat Ia dengar apa kata peristiwa. Setela...