Wattpad Original
Ada 17 bab gratis lagi

Bagian 1.3 ; Perkara

66K 4.6K 73
                                    

Jelita adalah hal yang paling tidak masuk ke dalam prioritas hidup Jeremy. Tidak dia sangka, kejadian di malam perayaan ulang tahunnya, Jeremy akan mendapati diri telah meniduri perempuan yang dia kira adalah kado dari teman-teman geng keartisannya. Mereka bilang akan membawakan perempuan spesial dengan kualitas bagus, karena harganya tentu saja bagus. Tapi saat keesokan paginya Jeremy menanyakan apakah standar bagus perempuan bayaran itu dengan masih memiliki segel perawan... semua orang melongo.

Fix. Jeremy salah orang. Dia sudah menikmati tubuh seorang perawan yang ternyata bekerja sebagai resepsionis hotel dia menginap saat perayaan ulang tahunnya, ketika itu. Semua orang kelabakan, berpikir bisa saja akan muncul skandal baru jika perempuan itu mengunggah kebejatan Jeremy.

Oh, tentu saja bukan hal baru jika dunia hiburan layar televisi maupun lebar selalu memiliki sisi kebejatannya sendiri. Jeremy tidak menampik jika dia termasuk di dalamnya. Tapi sebagai seorang mantan anak teladan, dahulunya. Jeremy tidak memilih memperawani seorang perempuan mana pun. Jika nanti menikah pun, Jeremy tidak berharap muluk-muluk mendapati istrinya yang masih suci. Sebab Jeremy tidak sebaik itu untuk mendapatkan perempuan virgin.

"Lo udah pastiin perempuan itu nggak bakalan bikin skandal, kan?" Memi dengan kecemasannya tingkat tinggi.

Entah berapa kali Jeremy harus menjelaskan, bahwa Putri Jelita tidak berminat sama sekali mengusik kehidupannya sebagai seorang artis papan atas.

"Dia benci gue, Mem. Nggak cukupkah gue jelasin berulang kali?"

Memi melotot tak suka. "BENCI? Enak aja lo gampang ngomong begitu, ya! Dia itu fans fanatik lo number wahid, Jeeerrr."

Sebagai seorang manajer, Memi tahu betul porsi wajah Jelita. Setiap ada acara Jeremy perempuan itu selalu terlihat mengikutinya dengan antusias semasa dulu. Bahkan perempuan yang kini dinikahi secara siri oleh Jeremy itu pernah menjadi ketua perkumpulan penggemar Jeremy di tahun... entahlah, sudah terlupa.

"Sekarang udah nggak. Santai aja, dia cukup kooperatif, kok."

Sembari membolak balik majalah ternama dan mahal itu, Jeremy memperhatikan gadget-nya sesekali.

"Kenapa lo?" tanya Memi. Sadar jika Jeremy tidak sepenuhnya fokus pada perdebatan mereka.

Menggeleng singkat, Jeremy menaikkan bahu acuh, tidak menjawab pertanyaan Memi. Perempuan itu semakin senewen melihat kelakuan Jeremy.

"Lo lagi berantem sama tuh perempuan?" tebak Memi, tidak mau mengalah.

"Hubungan gue sama dia nggak sekompleks itu, Mem. Buat apa berantem? Nggak penting," ujar Jeremy.

"Ya, ya, ya. Katakanlah lo nggak berantem sama dia, tapi lo kangen elus-elus perutnya."

Celetukan Memi menyentil Jeremy, tepat di dada lelaki itu. Memang benar. Jeremy terlalu berkelas jika harus berdebat panjang lebar pada perempuan sekelas Jelita. Saling mendiamkan adalah cara paling efektif. Hanya saja, kebiasaannya mengelus perut Jelita yang semakin hari semakin menonjol bukanlah hal aneh untuk Memi ketahui.

"Lo, tuh aneh, Jer. Kalau lo sayang sama anak lo, kenapa lo nikahin siri si Jelita? Status anak itu belum sah secara resmi kalau lo nggak nikahin Jelita secara resmi. Nggak kasihan lo sama anak lo nanti?"

Jeremy menaikkan kakinya ke atas meja, mencari posisi paling relaks yang ia bisa. Beberapa hal selalu mengganggu tingkat stres Jeremy, dan beberapa membuat naik atau malah tidak dianggap oleh Jeremy. Itu pun jika pengobatannya secara teratur berjalan baik.

"Gue mau tidur sebentar. Bangunin kalau udah mau take."

Sikap acuh Jeremy bukan karena dia merasa keren seperti kebanyakan tokoh yang sering dia perankan, melainkan karena dia tidak ingin merasa tertekan oleh pihak lain. Banyak orang yang terlalu memujinya, tapi itu justru membuat Jeremy makin stres. Tekanan yang dia rasakan terlalu besar, sebab tidak merasa puas dan takut mengecewakan banyak pihak yang telah memujinya dari film-film atau tayangan lain yang sudah dia perankan dengan apik.

Sama hal-nya dengan menghadapi Jelita, bukan untuk menunjukkan sisi keren, tapi Jeremy tidak mau tertekan dengan keberadaan perempuan itu. Dia jelas menyayangi bayi di kandungan Jelita, itu anaknya, darah dagingnya. Namun, Jeremy tidak suka menggantungkan harapan pada sesuatu. Jelita dan calon bayinya terlalu riskan untuk dia gantungkan... menggantungkan harapan akan kebahagiaan.

The Wedding Dumb / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang