Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Bagian 4.4 ; Dendam

36.1K 3.2K 88
                                    

Farguh Halim.

Nama yang Jelita ungkapkan adalah nama yang tak sembarangan yang seharusnya tetap disimpan saja agar tak menyinggung siapa pun. Khususnya Jeremy.

Ya, seorang Jeremy Dilon tak akan pernah suka dengan gagasan bertemu Farguh Halim. Saingannya dalam berkarir bukan di depan kamera, tetapi di belakangnya. Terlihat biasa saja tetapi tak saling sapa. Orang-orang akan masa bodo dengan hubungan mereka dalam dunia keartisan, tapi bagi mereka yang berada di balik layar pasti akan mengerti apa maksudnya.

"Apa?!"

Jeremy tak bisa menahan napasnya yang terdorong oleh keinginan mengeluarkan rasa kesal juga.

"Kenal dari mana, sih sama Far Far away itu?! Kenapa kamu bawa dia dalam rencana ini?!" ucap Jeremy berapi.

Memi yang mendapati amarah artisnya bergerak cepat untuk menuju Jeremy berada dan mengingatkan pada pria itu agar tetap diam. Masalah yang mulanya kecil, bisa menjadi besar jika Jeremy mengambil tindakan bodoh dengan ucapannya yang sering sembarangan.

Gigi Memi bergemeletuk. Dia paksa tatapan Jeremy untuk menghadapnya. Pelototan yang wanita itu berikan sedikit banyak membuat Jeremy menahan umpatannya.

"Jangan di sini. Inget, ini ruang rapat PH. Lo bisa kena denda dengan ngumpat ke nama Farguh!" peringat Memi dengan geram.

Iya. Jika tak mengingat bahwa Farguh Halim pemilik sebagian besar saham-saham PH dengan nama besar yang menaungi banyak Artis papan atas, sudah pasti Jeremy dengan berani mengumpati habis nama orang itu.

"Tuh, kan, Mbak Memi. Yang selalu disalahkan saya kalo dia mancing bertengkar. Padahal bukan saya yang salah!" kata Jelita membuat Memi menoleh.

Walau sesungguhnya tahu bahwa tak ada pihak yang benar-benar salah maupun benar di antara keduanya, Memi memilih menanggapinya dengan senyuman. Lelah berkepanjangan akan dirinya dapat jika meladeni Jelita dan Jeremy yang persis anak balita berdebat mengenai mainan.

"Hehe. Boleh tahu dari mana bisa kenalan sama Farguh Halim?" tanya Memi ingin segera membuka masalah yang terjadi.

"Oh, saya kenal karena dia yang baik cariin kerjaan buat saya waktu lulus SMA. Dia juga yang masukin saya ke hotel tempat saya kerja. Ya, teman dekat saya gitulah, Mbak. Baik banget orangnya," jelas Jelita dengan nada sumringah yang tak dibuat-buat. Sepertinya Jelita masih belum paham bahwa yang dia sebutkan adalah orang berkenamaan.

Melirik Jeremy yang sudah semakin mengepalkan tangan, Memi membawa percakapan itu pada intinya saja. Tak mau mengulang pendapat mengenai Farguh di mata Jeremy maupun Jelita.

"Kira-kira kalo kita ajak dia buat settingan begini... dia bakalan mau?"

"Mem!" tegur Jeremy. "Lo tahu gue nggak akan mau kalo dia—"

"Denger dulu kandidat kuatnya. Kalo Farguh Halim mau, kita nggak perlu cari yang lain," potong Memi.

Dalam pikiran seorang manajer yang ahli mengamati situasi dan kondisi, Memi memang ratunya tega. Maka ketika masalah pribadi yang dibentuk, meski bukan ranahnya membuat hal semacam ini... Memi tetap bergerak. Sebab Jeremy sudah lebih dulu lugas membuat pemahaman seperti itu pada Jelita.

"Sialan," maki Jeremy yang langsung menyingkir dari ruangan tersebut. Pria itu tak mau mendengar nama Farguh Halim lagi ke gendang telinga apa pun alasannya.

Sepertinya Jeremy, Memi langsung menanyai apa yang berhubungan—sekiranya dengan keuntungan—dengan Farguh Halim.

"Dia minta bayaran besar nggak nantinya? Karena ini memang untuk melindungi citra Jeremy aja. Bukan buat naikin pamor Jeremy. Manajemen kita nggak bisa ngasih dana yang tinggi, lho, Jel."

Jelita mengangguk. "Paham, Mbak. Farguh sebenarnya bukan tipikal yang suka nyari duit begitu. Dia suka banget bantu saya. Untuk hal semacam itu, Mbak Memi tenang aja."

Duh, Jel. Polos banget, sih. Pantes aja Jeremy demen mikirin lo, tahunya lo nggak tahu kejamnya dunia ini.

"Yaudah, kamu yang kontak si Farguh aja, ya. Dan jangan libatin Jeremy. Rencana ini bisa gagal kalo dia ikut-ikutan. Jauh-jauh aja ngehubunginnya. Terus juga, kalo bisa sepakat secepatnya. Jangan lama-lama, ketemuan aja kayak kalian mantan suami istri. Itu malah lebih bagus."

Jelita mengangguki satu persatu apa saja yang Memi ucapkan. Dia tak akan melepaskan wejangan dan ucapan Memi mengenai Farguh. Namun, agaknya Jelita merasa tak nyaman karena Jeremy yang begitu tak mau dengan Farguh.

Niat awalnya memang membuat Jeremy menjadi takut akan menyesal meminta hal ini, tapi rasa mengganjal yang menerjang Jelita semakin kuat melanda. Sontak perempuan itu menunduk menatap perutnya yang memang sudah semakin besar.

Kamu bikin aku peduli banget sama perasaan ayahmu.

Melankolis yang dilanda mendadak menumbuhkan keinginan Jelita untuk menangis. Memi yang Masih sibuk memberitahu ini dan itu dibuat panik seketika. Sebab Jelita yang menangis tergugu tak pernah terlintas dalam pikiran manajer artis itu.

Memi pun segera berlari keluar dan menyuruh siapa pun untuk mencari Jeremy Dilon.

"Panggil Jeremy Dilon! Cepet!"

"Kenapa, Mem?"

"Ada yang nangis. Cepetan!"

The Wedding Dumb / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang