Wattpad Original
Ada 11 bab gratis lagi

Bagian 2.4 ; Terbiasa

39.6K 3K 18
                                    

Dengan kekesalan yang masih bercokol, Jeremy memasuki ruang wardrobe menghentakan tas serta jaket kulit yang sudah dia buka sesampainya di parkiran tadi. Tidak ada dari hubungannya dan Jelita yang berjalan baik, semakin berusaha menahan ucapannya, justru semakin kasar yang terlontar begitu saja.

Meski bukan sekali dua kali mendapati Jeremy bersikap sangat rusuh ketika di lokasi, para kru tetap terkejut dan tidak suka melihatnya. Jelas mengganggu kinerja mereka.

"Mas mau dibuatin es?"

"Nggak usah nanya-nanya! Bikin tinggal bikin!" omel Jeremy pada salah seorang pembantu umum.

"Oke, Mas."

Untung saja yang dibentak adalah laki-laki, kalau perempuan entah setersinggung apa dengan kelakuan kasar Jeremy itu.

"Ngapain lagi lo?" Memi membawa serta pesanan yang sering Jeremy minta ketika mulai bekerja. "Jangan banyak ulah, ya, Jer! Gue capek ngurusin lo yang kebanyakan gaya itu. Telat begini, lo pikir nggak berimbas ke mana-mana?"

"Berisik, Mem! Buruan urusin gue, mulai syuting, deh. Gue pengen cepet selesai."

Seenaknya datang, seenaknya mengatur. Begitulah kinerja Jeremy belakangan. Tidak ada yang tahu bahwa sebelumnya, Jeremy begitu menghargai waktu serta tenaga yang melibatkan orang lain. Sekarang? Jeremy makin semena-mena, membuat banyak pihak kecewa, entah bagaimana ke depannya.

Memi menghela napas, "Kalo lo begini terus gara-gara Jelita lagi... gue nggak yakin kerjaan maupun anak lo bisa bertahan buat lo."

*

Tidak ada bagian yang Jeremy sukai dengan adanya Jelita yang kini, mau tak mau berbagi hidup dengannya. Dunia seolah sedang menghukumnya untuk menjadi anak baik, seiring bertambahnya usia yang ia miliki. Jeremy tak berniat menjadi anak baik hanya untuk orang lain. Dia akan menjadi dirinya sendiri apa pun yang sedang terjadi. Namun, Jeremy tahu kalau kini dia bukan dirinya sendiri dengan kedatangan Jelita dalam hidupnya.

"Udah siap? Udah fokus?" tanya Memi melihat Jeremy yang malah memangku dagu dengan tangannya. "Cepetan, ah! Mau take aja lama!" dumel Memi.

"Lo yang rese! Orang lagi mikir malah diganggu." Jeremy buru-buru berdiri dan mendorong Memi secara samar.

Lelaki itu sedang tak bernyawa untuk benar-benar membuat semuanya berjalan lancar. Walau begitu, dia harus membangun nyawanya sendiri agar syuting yang diambil hari itu bisa berjalan bagus. Jeremy tak mau ada perubahan jadwal syuting hanya karena scene hari ini tak berjalan mulus.

Seperti yang sudah-sudah, Jeremy selalu berhasil membuat siapa saja terpukau. Dia paling paham bagaimana memukau sutradara dengan kemampuannya yang seolah begitu natural di depan kamera. Bukan hanya satu kamera, tetapi dari multi dan dari berbagai angle Jeremy juaranya.

"Bungkus!" seru sang sutradara. "Asik banget, Jer. Gue kira lo nggak akan secepat ini bangun karakter Doga. Padahal gue denger dari manajer lo, si Memi, lagi banyak pikiran lo."

Jeremy Dilon tak merasa perlu menjadi akrab dengan menceritakan masalahnya yang sangat privasi. Apa pun alasannya, hidup yang Jeremy lakoni bukan bentuk arahan dari sutradara berbentuk manusia.

Tersenyum, Jeremy menepuk bahu sang sutradara. "Duluan, Bang. Mau istirahat, kapan-kapan kalo ada waktu gue cerita banyak. Thanks udah perhatian." Benar. Begitu saja. Jeremy dapat pulang dengan tenang.

Mendapati Memi yang sudah siap membukakan pintu mobil, Jeremy menyambar, "Rumpi banget mulut lo ke Bang Yambe. Jangan-jangan lo sebarin juga masalah gue ke seluruh kru," sinis Jeremy sebelum memasuki mobilnya. Memi yang hendak menjawab tak memiliki kesempatan, karena Jeremy langsung menutup pintu mobil dengan keras.

The Wedding Dumb / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang