Wattpad Original
Ada 13 bab gratis lagi

Bagian 2.2 ; Terbiasa

49.4K 4.2K 70
                                    


Lengan Jeremy kembali terasa kebas karena dijadikan alas kepala Jelita tidur, dia menggeliat hingga perempuan itu ikut terganggu. Karena memang bukan pasangan romantis yang akan saling memberikan senyuman di pagi hari, keduanya akan selalu mengawali apa pun dengan perdebatan.

"Eh? Jelita—kok nggak bangunin saya?!" seru Jeremy begitu mengejutkan.

Mengacak-acak rambutnya yang sudah kusut ketika bangun pagi, Jelita menggeram. "Gimana mau bangunin, sih! Orang masih sama-sama tidur gini!"

Jeremy buru-buru turun dari ranjang dan berlari ke arah pintu. Dia ada jadwal syuting yang cukup padat hari ini. Selain untuk produksi film, pagi ini dia ada jadwal syuting iklan.

Sibuk dengan gerutuan dan tidak bisa melakukan aktivitas dengan pelan, Jelita yang sekali terbangun maka tidak bisa tidur lagi pun menjadi badmood.

Langkahnya menuju dapur untuk mengambil segelas air, rutinitas paginya sebelum melakukan apa pun, yaitu meminum air mineral.

"Bu?" Rustini memanggil dengan pelan.

"Ya? Kenapa, mbak?" jawab Jelita seraya menoleh ke arah Rustini.

Wajah cemas Rustini membuat Jelita heran.

"Mbak? Kenapa, sih?"

"Itu... Bu... nanti kalau mau keluar saya boleh..."

"Boleh apa, Mbak?"

"Boleh tahu, kan?"

Jelita semakin mengernyit tidak mengerti maksud dari asisten rumah tangganya itu.

"Maksudnya gimana, Mbak? Boleh tahu? Kan memang mbak selalu tahu kalau saya keluar."

Rustini menggeleng-geleng. Dia seperti sedang ketakutan serta kebingungan sendiri.

"Mbak... Jeremy bilang sesuatu kemarin, ya?" tebak Jelita.

Rustini pun langsung mengangguk. Sedangkan Jelita mendesah bosan. Lagi-lagi semuanya berhubungan dengan Jeremy. "Bilang apa dia?"

"Katanya suruh nganterin ibu kalau mau ke mana-mana. Harus tahu juga ibu pergi sama siapa."

Sinting, ya si Jeremy? Dalam hati dia sudah misuh-misuh tak suka dengan sikap lelaki itu yang seenaknya menyuruh orang lain memata-matainya, apalagi asisten rumah tangga saja sampai disuruh mengawasi ke mana dan siapa Jelita pergi. Dia merasa sudah tidak leluasa lagi.

"Terserah mbak, deh mau gimana. Yang penting saya nggak dirusuhin aja."

Rustini memandang agak takut. "Iya, Bu. Saya bingung kenapa disuruh begitu sama bapak. Ini makanya saya bilang biar ibu nggak mikir saya nyebelin gitu."

Yang nyebelin itu majikan kamu. "Nggak apa-apa, Mbak. Maklum saya juga, Jeremy memang super resek."

"Tapi, kan ibu istrinya," balas Rustini.

"Maksudnya?"

"Iya, ibu istrinya si bapak yang tadi ibu bilang resek."

Mendadak saja Jelita merasa sangat bodoh. "Ya... ya, memang Jeremy resek. Mau suami saya atau nggak dia itu resek—"

"Siapa yang resek?" Jeremy memotong pembicaraan mereka dengan buru-buru duduk di meja makan. "Sarapan saya mana?" tagih Jeremy.

Rustini langsung bergerak cepat sebelum terkena semprot, sedangkan Jelita memandang tidak biasa kepada Jeremy yang sudah rapi dan wangi seperti dandanan lelaki itu biasanya—menawan.

"Ngapain di situ?"

Bagi Jelita yang dulu, Jeremy adalah impiannya sebagai pasangan yang memenuhi kriterianya. Namun, sekarang bukan lagi. Karena setelah mengenal lelaki itu yang sebenarnya, Jelita sama sekali tidak menemukan apa yang ia dambakan dulu, saat masih menjadi sekadar fans penuh kekaguman terhadap Jeremy.

"Jelita? Kamu ngomongin saya resek, kan, tadi? Sekarang kamu punya kerjaan baru, ya. Nimbrung sama Rustini dan gosipin orang bahkan di rumah orang itu sendiri. Kurang sial apa lagi saya bawa kamu—"

Jelita tidak tahu apa yang melatari emosinya hingga dia memotong ucapan Jeremy dengan menyiram wajah lelaki itu dengan segelas air yang digenggamnya sedari tadi.

Wajah terperangah Jeremy adalah yang utama perempuan itu dapati. "Apa-apaan, Jelita?!"

"Kurang sial apa lagi saya cuma bisa nyiram muka mahal kamu dengan air biasa. Kapan-kapan, mungkin saya milih masuk penjara karena puas nyiram seluruh tubuh kamu pakai air keras, sialan!"



The Wedding Dumb / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang