Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

Bagian 4.2 ; Dendam

37.1K 3.2K 58
                                    

Jeremy menarik napas, lalu membuangnya perlahan. Makian dari istrinya yang kelewat tak sopan itu memang hadir karena ulahnya sendiri. Mau tak mau, dia kembali diingatkan dengan apa yang sudah dirinya lakukan pada Jelita. Bagaimana bisa dia menjadi sangat bodoh? Jelita memaki karena dorongan rasa kesalnya yang memuncak juga. Perempuan itu pasti sengaja membuat Jeremy semakin kesal nantinya, sebagai imbalan atas perbuatannya yang mengakui Jelita sebagai adiknya.

"Oke. Saya terima, deh makian kamu. Saya akui saya artis gadungan. Kalo gitu, kita bicara sekarang," kata Jeremy mencoba mengalah.

Bagaimanapun juga, dia merasa bersalah atas sikapnya yang keterlaluan tadi. Memi saja sampai kesal padanya, apalagi Jelita.

"SAYA NGGAK MAU NGOMONG APA PUN SAMA KAMU!"

Jer, bego banget, sih! Mana mau tuh si Jeli nurut sama lo. Pria itu mengingat kembali tabiat Jelita yang memang tak akan mau menuruti apa yang Jeremy inginkan. Intinya, semenjak menikah dan mengetahui tabiat masing-masing, mereka berdua malah menjadi musuh dan bukan menjadi pasangan.

"Yaudah... kamu maunya gimana mengenai masalah ini? Saya ngaku saya salah tadi. Seharusnya saya lebih bisa mengurus masalah kita berdua, bukannya langsung bicara kalo kamu adalah adik saya."

Jeremy menunggu. Dia juga tak tahu apa yang akan Jelita lontarkan setelah ini. Perempuan itu tak mudah untuk ditebak. Dan tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka, membuat Jeremy terkejut dan memegangi dadanya.

"Seharusnya kamu itu jangan gegabah! Kamu maunya apa, sih, Jer?! Kalo orang-orang di sana nanya nama suamiku, kenapa bisa cerai dan lain-lain, bisa bahaya! Kamu pikir aku ini pembohong kayak kamu, hah?!"

Jeremy menahan dirinya untuk protes. Membalas ucapan Jelita akan sama saja membuat kegaduhan baru. Jadi, lebih bagus jika dia meladeni dengan bernegosiasi dengan istrinya itu.

"Iya, sorry. Mana aku pikir sejauh itu dalam kondisi kepepet? Aku cuma mikirin gimana reaksi mereka tadi! Karena kamu yang gegabah dateng gitu aja." Jelita hendak menimpali, tetapi Jeremy membungkam perempuan itu lagi. "Jangan kamu lupa, ya, Jel. Yang tadi bikin masalah kamu juga. Kalo aja kamu nggak sembarangan dateng, bawa makanan dan perutmu yang kelihatan itu nggak mengundang tanda tanya banyak mata, aku nggak akan lakuin itu."

"Kenapa aku juga yang salah?! Kamu punya andil besar atas kehamilanku! Apa aku salah kalo lakuin itu?! Lagian kamu juga bikin kesel terus!"

"Kenapa kita jadi berantem lagi, sih? Aku tuh ngajakin kamu ngomong buat bahas secara baik-baik, bukannya malah bertengkar adu otot lagi."

Jelita mendengkus. "Itu, sih kebiasaanmu... sukanya ngajakin orang berantem!" sewotnya.

Jeremy menahan mulutnya yang culas. Dia tak mau melakukan kesalahan lagi dengan sembarangan bicara. Bisa-bisa rumah itu akan diisi dengan pertikaian dan pertengkaran terus menerus.

"Gini, deh. Saya udah bicara sama Memi. Dia bilang, masalah kamu yang jadi adik bisa kita gunakan buat tameng. Nggak akan ada wartawan yang nyari masalah soal itu nantinya. Asal kamu juga bersikap seperti itu. Harus ada berita yang meyakinkan media nantinya, supaya mereka nggak mencari-cari soal namamu."

Jelita menatap dengan kesal. Skenario apa lagi, sih ini?

"Jer! Kamu mau buat cerita apa lagi? Apa nggak cukup kamu menyembunyikan saya dan anak ini? Kamu mau buat karangan macam apa lagi biar saya diyakini sebagai adikmu?" balas Jelita naik pitam.

Pria itu membawa Jelita untuk duduk. Dia genggam tangan Jelita dengan memberikan tatapan memohon. Raut pelas pria itu menambah bujukan tersebut sangat meyakinkan.

"Tolonglah, Jel. Saya nggak mungkin berhenti berkarir kalo sampe ada yang menyelidiki soal kamu. Ini harus segera dibuat settingan-nya supaya nggak ada wartawan yang peduli."

Jelita menarik tangannya, membuang pandangan agar tak bertemu Jeremy yang masih bisa memengaruhinya begitu mudah.

"Ini keterlaluan, Jer. Lebih baik saya tinggal sendiri di tempat lain tanpa ada yang tahu—"

"Jangan! Saya yang nggak akan setuju. Bagaimanapun, kamu harus ada di dekat saya. Karena saya nggak mau kehilangan pantauan dengan anak ini."

Sialan. Kok sakit denger Jeremy hanya peduli anaknya.

"Tolong saya, Jelita. Saya mohon. Mungkin ini akan yang menjadi terakhir kalinya. Lagi pula, settingan ini juga nggak akan begitu aja dilakuin. Kita akan menyiapkan segalanya, supaya terlihat meyakinkan."

Lihat aja, Jer. Kamu pasti nyesel mohon-mohon begini. Diam-diam Jelita tak akan pasrah saja, dia akan membalaskan dendamnya karena mulut culas Jeremy yang sudah menyakitinya. Setelah ini. Setelah anak mereka lahir, Jeremy akan merasakan sepi tak terkira jika masih berani mempermainkan Jelita.

"Oke. Aku lakuin. Tapi jangan salahin aku kalo keinginanmu ini malah bumerang buat kamu sendiri."

Ya, Jeremy belum tahu saja jika akan ada serangan balik yang tak pria itu ketahui.

The Wedding Dumb / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang