Wattpad Original
Ada 15 bab gratis lagi

Bagian 1.5 ; Perkara

50K 4.2K 52
                                    

Jelita tidak tahu kalau Jeremy sudah pulang. Dia agak terkejut begitu masuk ke kamar dan mendapati lelaki itu sedang memakai kaus hitam dan celana abu-abu panjang, siap untuk tidur.

"Baru pulang," celetuk Jeremy tanpa melihat ke arah Jeli. "Nggak punya aturan. Katanya beli bubur, jam sebelas baru nyampe rumah. Beli bubur apaan sampai jam sebelas."

Jelita tahu kalau mulut Jeremy itu sangat ketus dan berisik setelah mereka tinggal bersama, tapi yang baru Jelita ketahui adalah sikap Jeremy yang aneh dan membuat Jeli merasa salah sudah masuk tanpa prasangka apa-apa.

"Tumben kamu udah pulang juga. Biasanya hampir subuh baru inget rumah."

Bukan Jelita namanya kalau tidak membalikkan sindiran dari Jeremy. Gelagat santai dan biasa saja Jeli tentu membuat lelaki itu makin geram. Sudah pulang disuguhi Rustini saja, menunggu Jeli pulang dan menunggu perempuan mengirimkan pesan padanya. Namun, malah sikap biasa saja yang Jeremy dapatkan.

"Kamu harusnya sadar kamu lagi hamil!" bentak Jeremy.

Jelita yang bingung dan kaget menatap lelaki itu dengan mata lebar.

"Kamu juga harusnya sadar punya tanggung jawab ke perempuan yang lagi hamil anakmu!" balas Jelita.

Kali ini Jeremy tidak bisa melepas tatapan marahnya dari Jelita. "Saya selalu sadar dengan tanggung jawabku!"

Jelita mengalihkan tatapannya dengan sengaja mendengus keras. Sikap judesnya selalu muncul jika berdebat dengan Jeremy.

"Tahu tanggung jawab? Kamu ngaco, ya? Kalau kamu tahu tanggung jawab, saya nggak akan kamu nikahin secara siri! Harusnya kamu tanggung jawab sama anak ini! Yang nanti pas lahir harusnya memiliki akte lahir karena kamu bapaknya!"

"Kenapa tiba-tiba bawa masalah itu, hah?! Harusnya kamu bersyu—"

Jelita langsung menampar pipi lelaki itu. Ucapan Jeremy tidak perlu berlanjut didengar, sebab Jelita tentu sudah tahu lanjutannya.

"Kamu yang maksa nikahin siri saya, ya, Jer. Kamu yang ketakutan sendiri saya akan nyebarin apa pun yang berhubungan dengan kejadian itu sampai kamu paksa saya tinggal di sini! Kamu yang paksa, saya nggak merasa patut mensyukuri ini."

Wajah memerah Jelita agak membuat Jeremy terkejut, tapi tak lama, sebab Jeremy masih keras kepala.

"Saya bisa tinggal sendiri, kerja memenuhi diri saya sendiri dan anak ini. Nggak perlu kamu paksa saya dengan bawa banyak pihak sampai saya harus nurutin kemauan kamu aja!"

"Bahkan kamu nggak mau periksa kandungan padahal saya yang bayar, apalagi kalau kamu—"

"Itu lain perkara, Jer!"

"Sama! Apanya yang beda?! Kamu nggak akan peduli sama anak itu, kamu nggak akan perhatian sama dia, kamu cuma bisa membahayakan anakku aja!"

Jelita hampir membalas ucapan Jeremy tadi, tapi tidak terjadi karena kata-kata cuma bisa membahayakan anaknya saja Jelita tentu sakit hati dengan ucapan itu.

"Terserah... terserah apa katamu, Jer."

Lalu perempuan itu meninggalkan kamar dengan bunyi pintu yang ditutup sangat kasar. Keduanya terlalu meninggikan ego masing-masing. Padahal niat awal mereka tidak seperti itu, tapi malah merambat kebagian lain, yang tidak seharusnya mereka bahas dan perdebatkan.

Membalikkan badan, Jeremy melihat pintu yang tertutup. Dia masih memiliki hati, tapi tak mau Jelita melihatnya memiliki hati.

"Apa, sih Jer yang lo omongin! Harusnya lo nggak mancing-mancing masalah lagi!" geram Jeremy pada dirinya sendiri.

Kalau dia cemas mengenai anaknya, bukankah hanya perlu menegur Jelita agar berhati-hati menjaga kandungan?

Kalau dia cemas mengenai anak saja, apa harus membahas tanggung jawab dan lainnya?

"Dungu! Dungu! Kalau berantem terus malah makin deket gue sama dia nantinya!"


The Wedding Dumb / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang