Andin 6

652 38 3
                                    

3 menit lagi bel masuk kelas berbunyi, untungnya saja Andri telah sampai di sekolah tepat waktu karena ia sempat terjebak macet di jalan.

Andri menyetandarkan motornya saat sudah di parkiran lalu berjalan menuju kelas. Ketika di koridor, ia langsung mendapatkan pujian-pujian dari para siswi.

Andri hanya meliriknya tanpa tersenyum sedikit pun untuk mereka. Walaupun tidak mendapatkan senyuman dari Andri, tetapi dengan Andri meliriknya saja itu membuat para gadis kegirangan.

Dengan ketampanannya mampu membuat kaum hawa merasa tergila-gila, kecuali pada gadis satu ini yang kini sedang berada di depannya.

Andri menatap gadis itu sok cool, yang sejujurnya Andri ingin menyapa gadis itu dengan hangat dan tersenyum manis. Tetapi, karena ia gengsi, ia bisa apa?

"Gua mau lewat!" kata Andri dengan dingin.

"Gua tahu, gua cuma mau kasih jaket lo yang kemarin gua pinjam." kata Adinda sambil memegang jaket milik Andri yang kemarin ia pinjam.

"Ngasih? Ini kan emang jaket gua."

"Eh maksud gua, gua mau balikin jaket lo." kata Adinda sambil menyodorkan jaket milik Andri dan diterima olehnya.

Hening sejenak.

"Hmm, kak." Andri menatap Adinda seolah bertanya Apa?

"Gu-gua... Mau minta maaf sama lo tentang kejadian yang kemarin." kata Adinda sambil menunduk.

'Udah gua maafin, Din. Tapi lo harus tanggung jawab karena lo udah bikin gua malu di depan banyak orang.'

"Gak!"

"Kenapa? Kan gua udah minta maaf sama lo."

Andri mendekatkan dirinya ke Adinda hingga jarak mereka jadi 3 cm.

"Apa lo gak ingat? Kemarin gua juga gak sengaja nendang botol sampai kena kepala lo. Terus gua udah minta maaf sama lo tapi lo gak mau maafin gua." Adinda terdiam lalu mulai membuka mulut.

"Itu karena lo gak mau pinjamin motor lo ke gua. Kan gua udah bilang kemarin, gua bakal maafin kalo lo mau pinjamin gua motor. Tapi lo gak mau, yaudah belum gua maafin."

"Oh kalo gitu lo juga gak bakal gua maafin kalo lo gak mau gua suruh apa yang bakal gua suruh nanti." kata Andri.

"Emang gua babu lo? Enak aja gua bakal mau nurutin apa yang lo suruh."

"Oke! Kalo gitu kita gak usah saling maaf-maaf an!" kata Andri lalu ia beranjak pergi, tapi langkahnya terhenti karena Adinda mengatakan sesuatu lagi yang membuat dadanya sesak.

"Yaudah kalo itu mau lo, dan jangan pernah mengira kalo gua bakal ngemis-ngemis agar bisa dapatin kata maaf dari lo. Anggap aja ini yang terakhir kita ketemuan, kak, karena sekarang gua juga malas buat ngelihat sikap lo yang sok-sok tak acuh!"

Setelah Adinda mengatakan itu ia pun pergi meninggalkan Andri yang masih terdiam sambil menatapinya sendu. Andri merutuki kebodohannya karena ia sendirilah yang membuat Adinda jadi tak ingin bertemu dengannya lagi.

'Pertemuan terakhir? Apa berarti gua bakal kehilangan Adinda lagi? Atau cuma karena Adinda emang gak mau ketemu sama gua lagi?'

'Gak enggak!!! Gua gak mau itu terjadi, gua gak mau jauh-jauh dari dia lagi!'

'Andri lo bego bego bego bego!!! Kenapa lo harus bilang kalo lo gak mau maafin dia?? Padahal diri lo udah maafin. Sekarang semuanya jadi gini kan!'

"Arghhh!!!" Andri mengacak rambutnya frustasi.

Sekarang ia menjadi merasa bersalah, dan juga takut, sangat takut malah. Takut kehilangan orang yang ia sayang untuk ketiga kalinya.

Andin [ˢᵉ૧ᵘᵉˡ ᴳⁱˡᵈᵃ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang