Last

4K 312 45
                                    

Tidak ada yang mau berstatus namun disembunyikan. Tidak ada. Kecuali satu orang, Hong Jisoo.

Tidak ada yang tahu hubungan antara dirinya dengan laki-laki tampan bintang kampus, Lee Seokmin. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana hubungan mereka terjalin.

Nampak tak saling mengenal. Namun percayalah, jika kita menilik bagaimana mereka di balik layar, bahkan bintang yang bertengger kuat di langit gelap nan tinggi atas sana pun, akan jatuh seketika dibuatnya.

Tapi, Hong Jisoo bukanlah manusia kuat. Sesekali ia rapuh juga. Sesak atas hubungan tersembunyi ini.

Sering kali terlintas di pikirannya agar segera memberitahukan pada dunia, bahwa Lee Seokmin adalah miliknya. Hanya untuknya. Tercipta untuk Hong Jisoo seorang.

Ia terlalu jengah untuk terus bersembunyi. Ada harapan besar, kelak, Seokmin akan menyatakan pada mereka semua, bahwa ia telah memiliki orang terkasih dalam hidupnya.

Tapi, harapan memang hanya sebatas harapan. Tak ada yang bisa mengabulkan harapan ini, selain Seokmin sendiri. Selain itu, Jisoo dianggap tak berhak. Kenapa? Karena ia terlalu rapuh untuk seorang pemuda yang dielukan banyak gadis.

Hari ini sudah yang kesekian kalinya ia menangis di malam gelap. Hanya selimut yang menjadi pertumpuan terakhir. Menjadi teman kala sepi, sedang ia butuh seseorang untuk mendengarkan keluh kesahnya.

Lagi-lagi Seokmin berulah. Menjalani hidupnya, seperti tak memiliki siapa pun di sampingnya. Seperti seorang pemuda yang kekurangan kasih sayang.

Jisoo tak tahan sebenarnya. Tapi, ia lebih tak tahan lagi kalau harus kehilangan Seokmin. Serba salah. Dan semuanya kembali, seperti tak terjadi apa-apa.

"Sayang?" tegur Seokmin.

Seperti tak tahu sopan santun, Seokmin mendatangi kediaman Jisoo di tengah malam. Masuk kamar si manis tanpa izin.

Jisoo memang tinggal di rumah itu seorang diri (bersama satu orang asisten rumah tangga dan satu orang supir). Orangtua Jisoo sudah 3 tahun menetap di Amerika untuk menjalankan bisnis, meninggalkan anak semata wayang yang masih menimba ilmu di negara asal.

Jisoo tak bergeming di balik selimutnya. Menyembunyikan air mata yang sedari tadi jatuh tanpa henti. Berharap, setidaknya, Seokmin tak menyadari tangisan itu.

Tanpa iba, Seokmin turut masuk ke dalam selimut. Memeluk Jisoo dari belakang, mengucapkan jutaan pujian bahwa sosok itu begitu memesona malam ini.

Selalu begitu.

Berkeliaran ke manapun sesuai kehendaknya. Jika puas, mendatangi Jisoo adalah pilihan terakhir. Sebagai langkah penutup.

"Aku tahu kau belum tidur," ucap Seokmin lagi, dengah menghirup lamat-lamat tengkuk Jisoo. "Bibi Jung bilang, kau belum makan malam. Kenapa, hng?"

Tidak ada pergerakan sedikitpun dari Jisoo. Meringis di mana ia bersembunyi. Menahan jeritannya agar tangis itu tak semakin pecah. Tentu Jisoo lelah. Tapi Seokmin seolah buta tentangnya.

Merapatkan pagutannya, Seokmin menarik tubuh kecil itu. Memeluk Jisoo layaknya sebuah guling kecil, lalu mencium puncak kepala kesayangannya tanpa ampun.

Kesayangan?

Ya, memang kesayangan.

Seokmin memang begitu menyayangi si manis Hong Jisoo. Namun, prilakunya selama ini seolah berkata lain. Hati dan tindakannya tidak berjalan beriringan.

Gadis itu semakin tidak tahan, air mata Jisoo semakin deras alirannya. Lengan Seokmin yang sedari tadi telah menjadi tempat kepala Jisoo bertengger, basah karenanya.

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang