Meski masih tergolong mahasiswi baru, tidak ada hari lengang bagi Hong Jisoo. Hari-harinya selalu disibukkan oleh tugas, tugas, dan tugas. Jika kalian mengintip absen perpustakaan, sudah bisa dipastikan nama gadis cantik ini selalu menghiasi setiap harinya. Seperti sekarang, usai mengikuti perkuliahan, dengan langkah cepat Jisoo mendatangi perpustakaan. Mengambil beberapa buku sekaligus, lalu menumpuknya di atas meja. Merenggangkan otot-ototnya. Berkomat-kamit membaca soal.
Hari ini Jisoo mengenakan kacamata tebal. Berbentuk bulat terbingkai besi putih dengan corak hitam. Sesekali terdengar mulutnya mengoceh akibat soal yang terlalu sulit untuk dipahami. Membenarkan posisi duduk. Menarik roknya agar menutup lutut. Jisoo sungguh butuh hiburan sebenarnya. Bersenda gurau sebentar sambil tertawa pun rasanya sudah cukup. Tapi sayangnya, tidak ada satu pun orang yang berkarakter humoris di lingkungan barunya ini. Mengingat fakta tersebut, Jisoo jadi rindu dengan Lee Seokmin.
Saking fokusnya ia dengan tugas yang ada di hadapan, Jisoo jadi tidak peduli sedikit pun meski ada orang lain yang duduk di sampingnya. Lagipula ini tempat umum. Siapa pun boleh belajar di sana.
"Aish... Ini sulit sekali, noona... Aku tidak mengerti. Tolong jelaskan."
Sebuah buku didorong hingga menyentuh tangan Jisoo. Membuat gadis itu terdiam beberapa saat. Menelan ludah. Ia hafal dengan suara itu. Ia ingat rengekan itu. Ingin menoleh, tapi ia juga takut akan perasaan kecewa nantinya. Jisoo takut perasaannya ini hanya akibat ia terlalu merindukan Lee Seokmin.
Dengan hati-hati Jisoo melihat ke arah buku tersebut. Ia masih hafal. Tulisan tangan Seokmin. Tidak kalah lambatnya Jisoo coba meraih, buka beberapa halaman lainnya. Buku itu benar-benar dipenuhi oleh tulisan tangan Seokmin. Yang lebih membuat Jisoo membungkam mulutnya lagi, buku itu adalah buku yang Seokmin pakai selama mengikuti les.
Sebuah ponsel berdering. Lagi-lagi Jisoo mengenali nada deringnya. Sama persis dengan nada dering ponsel Seokmin saat mereka melakukan kencan sebelum berpisah. Napas Jisoo memendek. Seketika kehilangan udara.
"Ya, ibu? Tenang saja. Semuanya sudah beres. Aku suka apartemenku, terima kasih. Aku juga baru saja menyelesaikan administrasinya. Besok aku mulai masuk kelas. Sekarang aku berada di perpustakaan pusat bersama Jisoo noona. Iya, aku tidak bohong. Perpustakaan pusat bebas didatangi siapa saja. S1 atau pun S2. Berbeda dengan perpustakaan yang ada di fakultas. Baiklah, sampaikan salamku untuk ayah. Sampai jumpa!"
Setelah sambungan telepon terputus. Jisoo menoleh tanpa ragu. Membuat Seokmin khawatir. Wajah gadis itu nampak merah menahan marah. Dengan canggung Seokmin melempar senyum. Menaikkan alis. Menelan ludah. Dari ekspresi yang ditunjukkan, Jisoo benar-benar sedang marah.
"Ah, noona, itu sakit!" teriak Seokmin, spontan saat sebuah buku tebal mendarat tepat di atas kepalanya.
Merasa menjadi pusat perhatian banyak orang akibat teriakan Seokmin tadi, terburu-buru Jisoo membereskan barang-barangnya. Menarik tangan Seokmin agar ikut dengannya keluar dari sana. Kembali meluapkan amarah begitu berada di halaman. Banyak hantaman ia layangkan mengenai perut, tangan hingga dada Seokmin. "Dasar bodoh! Lee Seokmin bodoh! Untuk apa kamu ke sini, hng?"
Seokmin begitu terkejut saat berhasil menghentikan penyiksaan Jisoo dengan menggenggam kedua tangan gadis itu. Jisoo sambil menangis saat melakukannya. "Aku tidak bermaksud membuatmu menangis, noona... Maafkan aku..."
"Tapi kamu sudah melakukannya, bodoh!" Satu hantaman lagi melayang mengenai dada Seokmin. Jisoo menangis semakin kencang setelahnya. Pasrah saja ketika Seokmin menarik tubuhnya dan memeluk erat. Mengancam. "Aku akan balas dendam, nanti. Lihat saja."
---
Seokmin mengecek ponsel genggamnya sekali lagi. Jisoo tidak mengiriminya pesan lagi, setelah bilang "oke". Harap-harap cemas Seokmin menengok gerbang asrama yang terkunci rapat. Sudah pukul 2 dini hari. Wajar saja. Meski Amerika terkenal sebagai negara bebas, asrama kampus mereka memang menerapkan peraturan yang terbilang ketat. Gerbang asrama akan dikunci pada pukul 1 dini hari.
Beberapa menit menunggu, akhirnya Jisoo mengirimkan pesan. "Tunggu aku di pintu belakang."
Dengan segera Seokmin keluar dari mobilnya. Dari gerbang, belok ke kanan. Jalanan basah akibat hujan beberapa saat lalu tidak membuat Seokmin mengurungkan niatnya untuk menemui sang kekasih. Terinjak tanah basah, hampir terpleset, hingga celananya basah akibat rumput tinggi yang basah pun ia tidak peduli.
Pintu belakang, bukan benar-benar pintu. Melainkan tembok yang sedikit ambruk akibat akar pohon menjulang tinggi keluar dari tanah. Dengan mudah Seokmin menaiki akar pohon lalu berjongkok di sana. Jisoo jalan mengendap mendatangi. Menyingkap celana panjangnya hingga lutut. Dengan sigap pula Seokmin mengulurkan tangan. Membantu Jisoo menaiki akar pohon.
"Ingin makan di luar, atau ke apartemenku saja?" tanya Seokmin, begitu berhasil menangkap Jisoo turun. Menggandeng agar gadis itu jalan berhati-hati.
"Besok libur."
"Lalu?"
Jisoo tersenyum. Meski gelap, Seokmin masih bisa melihatnya. "Beli makanan, tapi dibungkus. Jalankan mobilmu ke mana pun. Singgah di tempat terbaik menurutmu. Kita makan di mobil."
Pizza bersama empat kaleng minuman soda berhasil masuk ke dalam mobil Seokmin. Sesuai arahan, pemuda Lee itu melajukan mobilnya ke sembarang arah. Tidak tahu ke mana, asalkan begitu mendapat tempat strategis, hentikan mobilnya. Makan bersama. Permintaan Jisoo kali ini memang sedikit aneh. Berbeda dari biasanya. Sebenarnya sejak awal pun Seokmin merasa aneh. Untuk pertama kalinya Jisoo yang minta ditemani kabur dari asrama. Biasanya harus dibujuk Seokmin terlebih dulu atau diculik saja sekalian. Kali ini mereka melakukannya berdasarkan keinginan Jisoo sendiri.
"Noona baik-baik saja?" tanya Seokmin, menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Tidak tahu sekarang mereka berada di mana. Yang penting pemandangannya terbilang indah. Sepanjang pinggiran jalan beraspal, hipenuhi oleh pohon-pohon rindang juga bintang terlihat jelas dari sana. "Apakah sekarang lagi banyak tugas?"
Jisoo menggeleng. Merengut. Meraup kotak pizza, lalu mengambil satu potong. Menyuapi Seokmin terlebih dulu. Ikut menggigit potongan yang sama setelahnya. "Tadi siang aku mendapat omelan karena hasil penelitianku dianggap kurang valid. Prof memintaku mengulanginya dari awal. Ah... Sialan sekali."
Tidak ada cara lain untuk Seokmin selain mendengarkan keluh kesah Jisoo. Tentu saja. Berbeda halnya dengan Jisoo yang selalu bisa membantu Seokmin mengerjakan seluruh tugas-tugasnya, pemuda bangir itu hanya bisa menjadi pendengar dan penenang setiap kali gadis ini meluapkan amarah.
"Dan lagi," Jisoo membuka topik baru. Mengambil potongan pizza berikutnya. "Aku tidak suka dengan beberapa orang teman asrama. Mereka menjengkelkan."
Seokmin tertawa. Tidak ingin kalah, mengambil potongan pizza. Turut menyuapi Jisoo. Cekatan pula membersihkan sisi bibir Jisoo yang terkena keju. "Ngomong-ngomong, tawaranku dulu masih berlaku. Mau tinggal bersamaku? Gratis, ditemani 1x24 jam, dan terbebas dari teman asrama yang menjengkelkan."
"Tidak," jawab Jisoo. Tegas, tanpa ragu. "Nanti aku hamil."
Tawa Seokmin pecah begitu saja. "Noona... Aku semakin gemas padamu. Ah, diam dulu. Ada banyak keju di bibir noona. Kenapa noona makannya berantakan sekali, sih?"
Seokmin menjilati jempol tangan kanannya yang pakai untuk membersihkan bibir Jisoo. Entah kenapa, keju yang biasanya terasa sedikit asin dan gurih, kini malah bercampur rasa manis yang lebih dominan. Seokmin suka dengan rasanya. Membuat ia menagih.
"Itu jorok!" tegur Jisoo.
Akan tetapi, Seokmin membantah. "Ini enak," katanya, lalu mengambil kejunya lagi. Bukan melalui jempol. Langsung ke bibir Jisoo. Rasanya sungguh manis. Tidak mungkin Seokmin merelakannya dicicipi oleh orang lain. "Noona... Aku sungguh mencintaimu. Ayo kita menikah."
Jisoo kesal setengah mati dibuatnya. Kenapa Seokmin terkesan sangat mudah mengajaknya menikah?
END.
tirameashu, 9 November 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Focal Point (✓)
Fanfic[Seoksoo GS Fanfiction] Koleksi one shoot seoksoo/seokshua fanfiction. Hanya sebagai wadah untuk menampung ide singkat yang muncul di otak. Sesi dibuang sayang. Genre tidak tetap, tergantung ide yang masuk. Juga wadah kedua bagi "Little Things; SEOK...