Perempuan Kuat

1.1K 132 61
                                    

"Sayang, sarapan sudah siap!" teriak Jisoo, amat lantang.

Setelahnya, ia sibuk memindahkan semua hidangan yang baru saja selesai dibuat. Siap untuk disantap. Ditata semenarik mungkin di atas meja makan. Senyuman perempuan berumur dua puluh lima tahun itu sungguh berbinar, membayangkan bagaimana ekspresi sang suami setiap kali menyantap masakannya. Mata membulat, bibir tersenyum, juga kepala menggeleng tak percaya bahwa Jisoo bisa memasak makanan yang amat lezat. Jisoo tidak sabar hendak melihat ekspresi itu lagi.

Pernikahan mereka belum genap berumur satu tahun. Sungguh wajar sebagai pengantin baru, rumah tangga ini nampak begitu hangat dan harmonis. Siapapun yang melihat bagaimana Jisoo melayani sang suami, pasti akan bergumam iri dibuatnya. Mengatakan bahwa Lee Seokmin adalah laki-laki paling beruntung karena telah menikah dengan Hong Jisoo.

Belum selesai Jisoo merapikan seluruh masakannya, gerakan tangan perempuan itu terhenti sejenak begitu mendengar seseorang tengah mengetuk pintu. Kening Jisoo mengerut mempertanyakan.

"Siapa yang datang sepagi ini?"

Mendengar ketukan lagi, Jisoo tersadar. Secepat kilat ia melepas apron yang menutupi tubuh bagian depannya, lalu menggulung asal. Meletakkannya di atas kursi. Kaki kecil perempuan itu melangkah laju, hampir berlari. Tergesa-gesa membukakan pintu.

Sebuah senyuman lebar menyambut Jisoo, begitu pintu itu dibuka. Sahabatnya telah datang. Sahabat seperjuangan. Satu-satunya orang yang dapat Jisoo terima dengan amat ramah. Memang, sejak satu kejadian, Jisoo tak menyukai orang-orang karena terus mengasihaninya. Jisoo tidak suka dikasihani.

"Jeonghan-ah! Cepat masuk!"

Perempuan yang juga telah memiliki suami itu meletakkan tas selempang kecilnya di atas sofa ruang tengah. Setelahnya, mengikuti Jisoo ke dapur. Ia juga telah membawakan Jisoo beberapa belajaan. Bahan makanan mentah, untuk Jisoo masak selama satu minggu ke depan.

"Jisoo, kamu memasak banyak hari ini?"

Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan penuh antusiasme. Jisoo terlihat sangat bahagia, begitu terbayang lagi bagaimana raut wajah Seokmin setiap kali menyantap masakannya. Meski itu hanya sekadar telur dadar. "Seokmin harus makan yang banyak sebelum berangkat kerja. Dia pasti sangat senang."

Jeonghan tertegun mendengarnya.

---

"Tapi dia baik-baik saja kan, Dok?" tanya Jeonghan lagi, sambil terus mengikuti ke manapun langkah Dokter itu pergi. Membereskan peralatan kesehatannya. Bersiap kembali ke rumah sakit tempatnya mengabdi.

Dokter itu mengangguk dengan lamban. Meski sudah berumur hampir lima puluh tahun, tangannya masih begitu cekatan menuliskan resep obat untuk si pasien. Ini kali ke empat ia datang ke kediaman keluarga kecil Lee. "Ya... Untuk sementara masih aman. Berikan dia obat secara rutin. Jika gangguan pada Jisoo dirasa tidak mengalami penurunan atau malah semakin parah, hubungi aku segera. Aku akan menyiapkan keperluannya. Rumah sakit tempatku bekerja siap menampung Jisoo kapanpun."

Bukannya membuat tenang, Jeonghan semakin khawatir mendengar penuturan tersebut. "Apa setinggi itu potensi gangguang Jisoo semakin parah?"

Sang dokter mengangguk. Memegang pundak Jeonghan untuk menguatkan. "Apa yang dialaminya tidak mudah untuk dilalui seorang diri. Sebagai sahabat, kamu harus terus berada di sampingnya untuk menguatkan."

Tentu saja. Tanpa diminta pun, Jeonghan pasti akan melakukannya. Ia akan terus berada di samping Jisoo, apa pun yang terjadi. Jeonghan tahu. Kehilangan suami serta cabang bayi yang belum genap berumur empat bulan secara bersamaan itu bukanlah hal yang mudah. Jeonghan memaklumi. Jisoo pasti sangat terpukul dibuatnya.

Selamat dari sebuah kecelakaan mobil, namun kehilangan suami dan anaknya. Jisoo sempat bilang kalau ia lebih baik mati, dibandingkan hidup sebatang kara seperti sekarang. Jeonghan menangis mendengar kalimat tersebut.

Dipandanginya lagi Jisoo yang telah tak berdaya. Terkulai lemas di atas ranjang, berkat suntikan bius yang terpaksa diberikan. Perempuan itu sempat mengamuk begitu tersadar bahwa masakannya tadi tidak akan pernah mampir ke mulut suaminya.

"Jisoo-ya... Kamu perempuan yang kuat. Aku percaya itu."

***

tirameashu, 13 Juni 2019

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang