Private; Noona

789 133 51
                                    

"Hong Jisoo!" Seokmin menyambut. Menyengir lebar di depan pintu. Sementara tangan kanannya masih bertengger di gagang pintu, tangan kirinya terbentang lebar. Seperti hendak menghambur pelukan. Semenjak mendapat guru les seorang gadis manis bernama Hong Jisoo, entah kenapa jam 4 sore adalah saat-saat paling membahagiakan bagi Seokmin.

Tentu Jisoo tetap masuk ke dalam kamar itu, meski enggan menyambut kode pelukan Seokmin. Begitu masuk, gadis itu segera berkelok. Menghindar. Sebelum anak muda yang baru merasakan puber itu melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. "Aku lebih tua darimu, Seok. Seharusnya kamu memanggilku noona."

Seokmin menggeleng kuat. Menutup pintu. Dikunci, seperti biasanya. "Tidak... Kamu adalah calon istriku, panggilan noona sama sekali tidak romantis!"

"Lee Seokmin, dengarkan aku." Raut wajah Jisoo mendadak serius. mendekatkan diri pada Seokmin. Memegang pundak muridnya. Wajah saling memandang satu sama lain. "Aku berada di sini karena dibayar oleh ibumu. Untuk mengajarimu, tidak lebih. Kamu mengerti?"

"Tapi aku menginginkan yang lebih. Apa itu salah?"

Menghela napas, Jisoo mulai lelah dengan sikap Seokmin yang tidak pernah bisa berubah sejak pertama kali berkenalan. Ia hanya ditugaskan untuk mengajari Seokmin. Menjalin hubungan seperti yang Seokmin inginkan terlalu mustahil dipenuhi. "Pantas saja guru les mana pun tidak ada yang betah mengajarimu. Sikapmu memang sangat sulit diatur."

Sang murid lagi-lagi menggeleng kuat. Tidak setuju dengan pernyataan yang Jisoo lontarkan. "Ini situasi yang berbeda, sayang. Dengan guru les sebelumnya, mereka memang aku kerjai. Kamu? Memangnya aku pernah mengerjaimu? Yang ada aku malah setiap hari merayumu."

"Mereka kamu kerjai?" tanya Jisoo, penasaran.

Seokmin mengangguk laju. Antusias menceritakan. "Tikus mainan, kecoa mati, ekor cicak, video por..."

"Setop!" sanggah Jisoo. "Oh astaga... Kamu ini!"

"Hong Jisoo, kenapa sampai sekarang pun kamu masih memandangku sebagai anak kecil? Kamu tahu? Aku sudah cukup dewasa untuk membuatmu hamil."

Mata Jisoo menyalang mendengarnya. Marah besar. "Bisa kamu bersikap lebih sopan sedikit padaku?"

"Kalau begitu kamu juga harus berhenti memandangku sebagai anak kecil!"

"Aku lelah, Seokmin!" Jisoo berteriak lantang. Bahkan jauh lebih lantang dari sebelum-sebelumnya saat ia memarahi Seokmin. Ucapan lelaki Lee itu sudah sangat amat keterlaluan. Ia merasa baru saja dilecehkan. "Aku mengundurkan diri."

Seokmin menahan pintu saat Jisoo hendak membukanya. Menghimpit tubuh Jisoo ke pintu. "Bagus. Kalau kamu bukan guru lesku lagi, artinya kesempatanku untuk mendekatimu semakin besar. Aku tahu semua tentangmu. Alamat rumahmu, nomor teleponmu, sampai semua akun SNS-mu. Kalau kamu berhenti, aku tidak akan pernah berhenti mengikutimu ke mana pun."

Tanpa sadar tangan Jisoo mengepal kuat. Napas berderu. Nyaring, seperti kehabisan oksigen untuk bernapas. Pintu Seokmin diketuk dari luar. Suara Ibu Seokmin bergema memanggil. Alarm keselamatan. Jisoo harus bersyukur untuk ini.

"Duduk, aku yang mengurus Ibu," bisik Seokmin.

Sebenarnya Jisoo enggan menurut. Namun tidak ada pilihan lain. Acara belajar-mengajar berjalan seperti biasa setelah Ibu Seokmin pergi. Hanya berpamitan karena beliau tidak bisa pulang malam ini, tapi Ayah Seokmin akan pulang meski sedikit terlambat. Jangan keluyuran malam, juga makan malam saja duluan. Jangan menunggu Ayahnya pulang.

"Jisoo, apa nomor 5 ini sama dengan nomor 3 cara mengerjakannya?" tanya Seokmin. Merasa tidak digubris, Seokmin mengangkat kepala. Memperhatikan guru lesnya itu. Sedang melamun. "Hong Jisoo? Sayang? Baby? Kitten? Kucing? Aish! Noona!"

Kepala Jisoo menegak. "Ya?"

Mata Seokmin membulat sempurna dibuatnya. Terkekeh tidak percaya. Bagaimana bisa Jisoo hanya mau merespon panggilannya jika dipanggil noona? "Aku bertanya soal nomor 5."

Merapatkan jarak duduk, Jisoo mengambil alih buku Seokmin. "Nomor 5? Ah... Caranya sama persis dengan soal nomor 3."

"Apa istimewanya dipanggil noona?"

Alis Jisoo terangkat. Setelah beberapa saat, ia mengerti kenapa Seokmin mengajukan pertanyaan ini. Menjawab dengan sedikit lengkungan di sudut bibirnya, mengambil alih pulpen yang muridnya itu pegang. Menuliskan kembali rumus yang ia maksud. "Aku senang. Baru kali ini kamu mau menuruti permintaanku. Bukankah kebahagiaanku begitu sederhana?"

"Noona," tegur Seokmin. "Karena aku ingin membuatmu senang, mulai sekarang aku akan memanggilmu noona. Tapi ... Noona juga harus berjanji, noona hanya boleh bersikap manis seperti ini padaku. Jangan seperti ini pada muridmu yang lain. Jika noona melanggar perjanjian, aku akan menghukum noona."

TBC

tirameashu, 27 September 2019

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang