Private; Kekasih Noona?

788 122 53
                                    

Semenjak janji yang Seokmin ucapkan untuk terus memanggil Jisoo dengan sebutan noona, guru les tersebut turut menunjukkan keseriusannya dalam mengubah sikap. Menjadi jauh lebih lembut dan perhatian dari sebelumnya. Sekarang Jisoo menjadi lebih terbuka pada Seokmin. Menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh muridnya itu, meski hal pribadi sekali pun. Yah, walaupun tentu saja selagi tidak benar-benar melanggar privasi.

Proses belajar mengajar pun menjadi lebih nyaman dibuatnya. Tidak ada lagi teriakan atau bentakan yang terselip di antara menit-menit proses belajar mereka. Akan tetapi, tentu ada sedikit celah hingga membuat Seokmin merasa sedikit kesal dengan gurunya itu. Hari ini Jisoo bertingkah seakan-akan tengah mengabaikannya.

"Berhentilah melihat ponselmu, noona! Noona jadi mengabaikanku!" rajuk Seokmin.

Sedikit terkekeh, Jisoo mengangguk. Menyembunyikan ponsel genggamnya. "Baiklah... Maafkan aku," katanya, lalu mengusap kepala Seokmin dengan lembut. "Maaf, ya... Sekarang teruskan pekerjaanmu."

"Memangnya noona sedang berbalas pesan dengan siapa? Apa noona sudah memiliki kekasih?"

"Hng?" Kedua alis Jisoo terangkat sempurna dibuatnya. Terdiam. Menggelengkan kepala dengan ragu. "Tidak... Aku tidak memiliki kekasih, dan dia bukan siapa-siapa."

Seokmin memandangi Jisoo dengan penuh selidik. "Noona baru saja berbohong, kan? Dia pasti kekasihmu. Ah... Aku patah hati," ujar Seokmin lagi. Memegangi dadanya. Menampilkan raut wajah kesakitan.

"Ahahaha! Tidak, Seok. Dia bukan kekasihku, sungguh!" kini usapan lembut itu beralih ke kedua pipi Seokmin. "Baiklah, berhenti bercanda. Sampai di mana kita tadi?"

---

Jisoo melangkah ke luar dari rumah Seokmin dengan sedikit tergesa-gesa. Membuat si tuan rumah merasa curiga. Diam-diam mengikuti noona kesayangannya itu hingga ke depan jendela. Berusaha mengintip siapa atau apa yang sudah membuat gadis Hong itu terlihat amat sangat bahagia sejak detik pertama proses mengajari Seokmin telah selesai.

Ternyata di depan ruman Seokmin sudah terparkir sebuah mobil. Bukan mobil mewah, namun masih memiliki kondisi yang baik dan bersih. Di sana, nampak seorang laki-laki berlesung pipi dengan kulit putih pucat berdiri menyambut Jisoo. Baru saja keluar dari mobil. Mendatangi Jisoo, lalu merangkul dan mencium kedua pipi Jisoo. Membuat Seokmin benar-benar mencengkram dadanya. Mendadak terasa nyeri.

"Apa-apaan ini?" protes Seokmin. "Kamu sudah membohongiku, noona! Bukan kekasih tapi mencium pipimu? Siapa dia? Bahkan dari wajahnya saja, dia pasti seorang pria yang mesum! Aku jauh lebih tampan! Jadi Jisoo noona menyukai pria dewasa cendrung tua seperti dia? Jisoo noona secara tidak langsung sudah menolakku karena aku masih SMA? Tidak seperti om-om girang itu?"

Oke, Seokmin sama sekali tidak bisa berhenti meracau hingga akhirnya mobil yang menjemput Jisoo tadi sudah benar-benar menghilang dari pekarangan rumahnya.

---

Seokmin tidak mengeluarkan sepatah kata pun hari ini. Nampak seperti sedang bermonolog selama hampir setengah jam lamanya, Jisoo pun mulai menyerah. Sedari tadi ia sudah berusaha membuat Seokmin bicara, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Lelaki Lee itu benar-benar merajuk rupanya. "Seokmin-ah, apa kamu marah padaku?"

Wajah tampan namun mesum khas milik Seokmin semakin ditekuk beberapa kali lipat dibuatnya.

"Bagaimana caranya agar kamu mau bicara padaku lagi, hng? Aku tidak tahu sama sekali kenapa kamu merajuk padaku seperti ini," keluh Jisoo.

Mengingat bahwa Seokmin begitu menyukai skinship, perlahan namun pasti, Jisoo meraih kedua tangan Seokmin. Mengelus punggung tangan lelaki itu dengan jempolnya. Tidak lupa pula memberikan tatapan yang sebenarnya lugu, tapi bagi Seokmin sangat menggoda.

Seokmin akhirnya menyerah. Ia tidak bisa mendiamkan Jisoo terlalu lama. "Noona jangan seperti ini... Jangan membuatku gila!"

Terkekeh sebentar, "nah, akhirnya Seokmin-ku yang cerewet sudah kembali!" pekik Jisoo dengan riang. "Sekarang, ayo ceritakan semuanya padaku! Kenapa kamu merajuk seperti ini, hng?"

Mengerucutkan bibir, Seokmin perlahan menceritakan apa yang sudah mengganggu pikirannya sejak kemarin. Bagaimana rasa kesalnya karena merasa telah dibohongi Jisoo, hingga bagaimana gemuruh dadanya melantunkan rasa sakit yang teramat sangat.

Jisoo hampir tertawa lepas dibuatnya. "Itu Seungcheol. Dia temanku, Seok. Tidak lebih. Kami satu kelas saat SMA. Begitu lulus, dia kuliah di Amerika. Bukankah wajar kalau kami membuat janji untuk bertemu saat dia kembali ke Korea?"

"Noona bilang hanya teman? Mana ada teman saling merangkul dan mencium pipi seperti itu!" protes Seokmin.

"Astaga, kamu benar-benar menggemaskan jika sedang cemburu," rayu Jisoo dengan tangan mengusap puncak kepala muridnya. "Hei, kita hanya guru dengan murid, ingat?"

"Ya, aku tahu!" protes Seokmin. Menghempaskan tangan Jisoo dari kepalanya. Berusaha menolak perlakuan manis itu. "Aku ini sudah dewasa, noona. Berhentilah menganggap aku anak kecil."

"Memangnya kenapa kamu bisa sangat terobsesi dianggap dewasa seperti ini?"

Seokmin terdiam sejenak dibuatnya. Melirik ke kiri dan ke kanan. Berpikir. Sebenarnya, kalau ditanya apakah ia ingin segera beranjak dewasa, tidak juga. Tapi semenjak mengenal Jisoo entah kenapa ia selalu berpikiran bahwa menjadi dewasa dengan segera adalah sebuah keharusan. "Aku hanya tidak suka terus noona anggap anak kecil."

Jisoo senyum. Melipat kedua tangan di atas meja. Sedikit mencondongkan badannya ke arah Seokmin. "Menjadi anak kecil itu sebenarnya tidak seburuk yang kamu pikirkan." Sebelum Seokmin kembali meracau dan melemparkan protesnya dengan keras, Jisoo membungkam mulut lelaki berhidung bangir itu dengan kalimat berikutnya. "Tidak usah berusaha disebut dewasa, jadilah laki-laki yang sesuai dengan berapa umurmu. Itu jauh lebih bagus. Aku lebih menyukai yang seperti itu. Kelas 3 SMA, sudah cukup dewasa, tapi masih ada sedikit sifat kekanakannya. Bukankah itu hal yang wajar?"

"Hng," gumam Seokmin, menyetujui argumen Jisoo. Meraih alat tulisnya. Kembali fokus pada pelajaran. "Sampai di mana kita?"

Jisoo tertawa senang. Pendekatan yang diterapkannya pada sang murid telah berhasil. "Terima kasih banyak, Seokmin. Aku yakin proses belajar mengajar kita akan berjalan mulus setelah ini."

Andai Jisoo tahu, Seokmin mengomel hebat dalam hatinya. Protes. Jisoo masih saja menganggap hubungan mereka hanya sebatas seorang guru dengan murid.

TBC

tirameashu, 4 Oktober 2019

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang