Ice Cream

1.7K 172 36
                                    

Sekolah masih sunyi. Pagar baru setengahnya dibukakan oleh satpam. Seokmin mengedarkan mata. Mencari sahabatnya. Biasanya gadis itu mengikat rambut tinggi-tinggi. Sudah seperti buntut kuda saja. Tapi tambah cantik. Seokmin suka.

Dilihatnya jam tangan yang dipakai. Jam tujuh. Tepat waktu. Jika Jisoo sendiri yang menentukan jam, tidak mungkin gadis itu terlambat. Pasti dia sudah berada di lokasi. Tapi, Seokmin tidak bisa menemukannya. Di mana gadis itu?

Masuk gerbang, Seokmin belok kanan. Melewati kelas 10 A dan B. Menurut jadwal ujian, kelasnya akan menempati kelas 10 D. Perlu belok ke kiri dari sana. Benar, Jisoo ada di sana. Duduk di kursi semen, membelakangi tanaman.

"Sudah siap?"

Jisoo tersentak. Melirik sebelah  kanan, ada Seokmin dengan tampilan ala anak nakal andalannya. Seragam sekolah kusut, juga tanpa dasi. Oh! Jangan lupa pula dengan ujung baju yang menyembul keluar dari celana. "Belum!" Jisoo membalas teriakan dengan tak kalah nyaringnya.

Seokmin tertawa melihat tingkah sahabatnya. Mengambil alih buku catatan dan pulpen yang sedari tadi berada dalam pelukan Jisoo. Seokmin sungguh hafal dengan tingkah gadis ini. Jisoo pasti tengah frustrasi, memikirkan bagaimana nasibnya nanti.

Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak terkecuali Seokmin dan Jisoo. Jika Jisoo sangat pandai dalam pelajaran Bahasa Inggris, Seokmin malah sebaliknya. Bahasa Inggris adalah kelemahannya. Tapi, jangan bertanya bagaimana nasib Jisoo dalam pelajaran Sejarah. Jisoo akan meraung keras sambil berlari mendatangi Seokmin. Minta diajarkan, meski guru Sejarah baru satu langkah meninggalkan kelas.

Pagi ini Seokmin bangun jauh lebih pagi dari biasanya, berkat ponsel yang berdering nyaring. Jisoo menghubungi Seokmin. Minta datang lebih cepat setengah jam dari jadwal ujian mereka. Untuk apa lagi kalau bukan minta diajari?

"Aku datang tepat waktu, kan? Baiklah, coba kita lihat," Seokmin membuka lembar demi lembar buku catatan Jisoo yang rapi. Tidak ada coretan yang berarti di sana. Sungguh berbanding terbalik dengan buku catatannya. Sudah seperti nasi uduk. Seokmin sendiri pusing melihatnya. Rumus akuntansi di atas, gambar lapisan bumi di bawah.

"Yang ini, Seok," Jisoo mengarahkan jarinya ke salah satu tulisan yang sudah diberi warna sebagai penanda.

Sedikit demi sedikit Seokmin menjelaskan materi yang diminta oleh Jisoo. Memberikan sahabatnya itu pertanyaan, memastikan apakah Jisoo dapat menangkap materi yang sudah ia jelaskan atau tidak. Sesekali Seokmin mengusap puncak kepala Jisoo dengan lembut. Lalu tertawa kencang saat gadis itu berusaha menjawab pertanyaannya. Tergagap.

Jisoo sebal dengan tawa Seokmin yang terkesan meledeknya karena lamban menyerap pelajaran Sejarah. Tapi, senang dengan perlakuan manis Seokmin. Hatinya menghangat. Gemuruh di dada dirasakan Jisoo dengan jelas.

Waktu yang diberikan untuk kelas 11 B dalam ujian Sejarah kali ini selama 180 menit. Kepala Jisoo pening. Begitu waktu ujian habis dan boleh meninggalkan ruang ujian, ia segera menjauh. Trauma. Jisoo akan menghindari kelas ini, sampai kondisi jiwanya membaik.

"Bagaimana?" Suara Seokmin membuat Jisoo memekik terkejut. Tiba-tiba saja lelaki itu muncul di sampingnya. Kebiasaan. Tawa bodoh Seokmin membuat Jisoo semakin sebal. Pasti hendak mengejeknya.

"Sudah! Jangan dibahas!" Jawab Jisoo dengan ketus.

Tawa Seokmin yang nyaring mencuak kepermukaan. Hampir menghilangkan fungsi gendang telinga Jisoo, saking nyaringnya. "Tapi bisa, kan? Beberapa pertanyaan yang aku beri ke kamu juga keluar."

Jisoo mengangguk. Tapi bibirnya masih mengerucut. Meratapi nasib nilai Sejarahnya. "Iya, tapi hanya sedikit. Harusnya aku minta kamu datang lebih pagi lagi, supaya sempat bahas semua."

"Kenapa tidak sekalian saja minta aku menginap di rumahmu?"

Pertanyaan spontan Seokmin membuat Jisoo semakin kesal. Bukannya menenangkan, malah memperburuk keadaan. Oh, astaga! Jisoo tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika Seokmin benar menginap di rumahnya. Jisoo tidak bakal bisa tidur nyenyak karena gemuruh di dada.

Jisoo beranjak pergi. Namun, Seokmin berhasil menahan tangannya. Alarm bahaya sedang berbunyi nyaring. Jisoo tidak boleh merajuk. Hidup Seokmin akan terancam nanti. "Mau ke mana?"

Jisoo mengangkat bahu. "Entah. Ke mana saja. Aku stres."

"Sendirian?"

"Menurutmu?" Suara Jisoo sangat jelas sedang merajuk.

Alarm tanda bahaya semakin terdengar nyaring di telinga Seokmin. Ini bahaya. Terakhir kali Jisoo merajuk, adalah dua minggu lalu. Tiga hari mendiamkannya. Seokmin tak sanggup. Ia hampir mati berdiri. Dan, hanya ada satu benda yang mampu mematikan alarm ini. "Mau kutraktir ice cream?"

***

14.02.2019

---

Ingat dengan ini?
Salah satu chapter di Little Things; SEOKSOO
tapi udah direvisi sana-sini

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang