Seoksoo's Story by Yoon Jeonghan

1.4K 146 45
                                    

Surat ini aku ajukan kepada para anggota tim sukses acara pentas musik akustik antar kampus satu minggu yang lalu.
(Aku tulis seperti ini karena lupa dengan nama acara yang sudah kalian adakan. Maaf.)

Alamat kalian di mana? Sungguhan kukirimkan surat ini nanti, sebagai ucapan terima kasih.

Pasti kalian bingung, kan? Tenang saja, akan aku ceritakan semuanya dari awal.

Sebelumnya, sekali lagi aku minta maaf karena sudah lupa apa nama acara yang sudah kalian adakan. Akhir-akhir ini aku memang seringkali lupa dengan hal-hal kecil. Bahkan, baru saja kemarin kejadiannya, aku lupa dengan janji untuk membantu Jihoon (salah satu sahabatku) untuk membuatkan kue ulang tahun kekasihnya. Kwon Soonyoung. Alhasil dia mendatangi apartemenku dengan jutaan makian. Syukur, gitar kesayangannya masih dipinjam oleh Seungkwan untuk latihan band. Jadi aku masih bisa bernapas dan mengirimkan surat ini pada kalian.

Enaknya aku memanggil kalian apa? Timses seoksoo? Bagus juga. Karena tanpa kalian sadari, Seokmin dan Jisoo kembali bersatu berkat acara yang diadakan seminggu lalu itu.

Baiklah, kembali ke topik utama.

Begini, timses seoksoo, aku akan menceritakannya dari awal...

Aku dan Jisoo menghadiri acara pentas seni yang kalian adakan kemarin. Mengingat bahwa aku dan Jisoo memang sama-sama menyukai musik akustik, tentu kami tidak akan melewatkannya begitu saja.

Di awal, Jisoo begitu terkesima dengan acara kalian. Menurutnya, jalan acara hari itu sangat apik dan pengisi acara keren semua.

Sebenarnya, selain alasan karena kami menyukai musik akustik, ada alasan lain yang membuat kami berdua benar-benar tidak bisa melewatkan acara itu. Seungkwan (sahabat kami), adalah salah satu peserta yang berpartisipasi di dalamnya. Dia menjanjikan acara makan-makan gratis jika berhasil memenangkan kontes. Semakin bersemangatlah aku dan Jisoo untuk berhadir di sana.

Selama 30 menit pertama, aku bisa melihat bagaimana mata Jisoo berbinar cerah layaknya seekor kucing yang mengeong lembut meminta sepotong ikan pada majikannya. Jika lupa dengan kodrat barang sebentar saja, pasti aku akan menculik si manis ini dan menyekapnya di dalam kamarku. Sungguh, bersahabat dengannya adalah satu kenyataan yang sangat memberatkan. Aku harus pintar-pintar memegang teguh posisiku sebagai seorang gadis. Jika aku laki-laki, sudah pasti banyak khilafnya.

Namun, binar mata itu hilang begitu saja kala mendapati seorang laki-laki yang cukup tinggi naik ke atas panggung. Kulitnya yang sedikit kecokelatan memang kuakui sangatlah seksi. Ditambah lagi hidung bangirnya yang menjulang. Wajar jika Jisoo terpana pada pandangan pertama. Aku memakluminya.

Usai laki-laki tinggi yang belakangan diketahui namanya Lee Seokmin itu tampil di atas panggung, Jisoo mulai mendekati telingaku dan berbisik pelan. Dia bilang; "Han, kamu ingat dengan ceritaku dulu tentang sahabat masa kecil?"

Keningku mengerut, berusaha mengumpulkan memori cerita yang Jisoo maksudkan.

Ahh, aku dan Jisoo terlalu sering mengadakan sesi curhat. Sampai-sampai otakku kusut untuk memilah sesi curhat mana yang Jisoo bicarakan.

Beberapa detik kemudian,

Plak!

(Jisoo memukul lenganku.)

Wajah dia memang ala-ala kucing Angora, tapi tangannya itu lebar seperti nampan tukang ramyeon di kafetaria kampus. Sampai sekarang masih ada perih-perihnya. Untung sayang.

"Itu, Han. Sahabat aku di Busan. Sebelum aku pindah ke sini."

Aku ingat sekarang. Sebelum Jisoo pindah ke Seoul dan sekolah di kota yang padat merayap ini, dia tinggal di Busan. Dan di sana Jisoo punya sahabat, namanya Seokmin. Entah Lee Seokmin, Choi Seokmin, Kim Seokmin, Yoon Seokmin, Woo Seokmin, atau apa pun itu, Jisoo tidak ingat. Masih untung aku ingat dengan nama panggilannya, kata Jisoo. Biarlah, si manis bebas.

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang