Bahagia Lahir Batin

1.1K 131 51
                                    

"Ayolah, sayang.... Kamu tahu sendiri kalau aku..."

Jisoo menghentikan langkahnya. Berpaling, meletakkan jari telunjuk tepat di bibir tebal Lee Seokmin. Tentu membuat rengekan pria berumur belum genap 27 tahun namun sudah memiliki dua jagoan kecil itu terhenti secara otomatis. Jisoo tersenyum amat tipis. Suaminya itu begitu manis jika sudah merengek seperti ini. "Aku hanya sebentar, janji. Setelahnya, aku akan membayar jasamu. Kamu minta apa?"

Otak Seokmin berputar dengan cepat. Matanya mengerjap begitu jari Jisoo menjauh dari bibirnya. Tentu ini adalah tawaran yang menarik. Kapan lagi ia bisa menghajar sang istri sepuasnya tanpa protes? Sejak melahirkan Hajun, Jisoo memang begitu mudah merasa lelah. Seokmin memaklumi. Mengurus dua anak laki-laki sekaligus bukanlah perkara yang mudah.

"Jatah?" tanya Seokmin.

Perempuan yang nampak masih sangat muda itu terkekeh kecil. Mereka sudah menikah hampir empat tahun. Tapi suaminya itu masih bertingkah layaknya pengantin baru. Jisoo mengangguk. "Baiklah... Aku akan mempersembahkan semua yang kupunya khusus untukmu."

"Tapi," sela Seokmin lagi, sebelum istrinya itu benar-benar keluar dari apartemen mereka. "Lima kali! Sebenarnya aku ingin sepuluh kali. Tapi karena aku kasihan padamu, cukup lima kali saja."

Kali ini Jisoo berhasil dibuat tertawa nyaring olehnya. Menggelengkan kepala. Berjongkok mengambil sepatu di rak belakang pintu. "Iya, sepuluh kali. Lima kali setelah aku pulang nanti, lima kali berikutnya anggap sebagai hutang. Bagaimana?"

Bukankah ini tawaran yang begitu menggairahkan? Seokmin tersenyum penuh kemenangan dibuatnya. Mengecup bibir istrinya sekilas sebagai salam perpisahan, hendak menemui beberapa teman yang dulu juga sempat bekerja di Hanin Finance. Jeonghan, Wonwoo dan Seungkwan.

"Baiklah... Hati-hati dijalan, sayang! Hayun dan Hajun pasti aman di tanganku!"

Laki-laki Lee itu melambaikan tangan tinggi-tinggi. Mengantar Jisoo, hingga hilang di persimpangan. Seokmin menutup pintu apartemen dengan gairah yang memuncah. Merenggangkan otot, siap bertarung seharian. Meski Jisoo bilang ia tidak akan keluar dalam waktu yang lama, tentu ucapan itu tidak bisa dipegang sepenuhnya. Wanita kalau sudah berkumpul, suka lupa waktu. Bilang hanya dua sampai tiga jam, kemungkinan besar akan melebar hingga dua kali lipat. Bahkan mungkin bisa lebih.

Misi pertamanya hari ini adalah membangunkan Hayun. Bocah yang masih berada di bangku taman kanak-kanak itu belum juga bangun dari tidurnya. Sama persis seperti Seokmin yang selalu bangun di siang hari jika sedang weekend seperti sekarang ini. Seokmin bangun sepagi ini pun, berkat ucapan Jisoo yang hendak mendatangi teman-temannya. Kalau tidak, jangan harap Seokmin mau membuka mata.

"Hayun-ah, cepat bangun! Laki-laki jantan tidak boleh bangun kesiangan, nanti noona cantik diculik orang!"

Mendapat beberapa pukulan di bokongnya, Hayun mengerang protes. Menendang angin. Membalikkan posisi tidur menjadi tengkurap. Lihat? Bahkan gaya tidurnya pun sama persis dengan sang Papa.

"Ayolah, sayang... Bantu Papa kali ini saja," Seokmin memelas pada anaknya sendiri. Menindih tubuh kecil Hayun, menghujaninya dengan ciuman tepat di belakang kepala. "Mama sedang pergi, jadi bantu Papa urus semuanya, oke?"

Tak mendapat respon, Seokmin tak kehabisan akal. Lelaki bermarga Lee itu menggopoh Hayun yang masih terkulai lemah di balik selimut. Membawa anaknya itu masuk ke dalam kamarnya dan Jisoo, dan tentu juga Hajun. Bocah berumur enam bulan itu masih tidur bersama kedua orangtuanya, meski memiliki ranjang sendiri. Seokmin menghempaskan tubuh kecil Hayun ke atas ranjangnya yang masih berantakan.

"Kamu jaga Hajun, oke? Ajak dia main jika sudah bangun. Papa akan menyiapkan sarapan untuk kita."

Ucapan lantang Seokmin disahuti Hayun hanya dengan sebuah deheman. Masih menutup mata rapat-rapat. Meraih selimut milik kedua orangtuanya. Kembali tidur nyenyak di sana.

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang