Menginap

1K 113 90
                                    

"Aku pulang!"

Seokmin memasuki rumahnya dengan senyuman cerah. Senyuman yang seakan takkan pernah pudar dari sosok itu. Betapa tidak? Ia ingat betul bahwa tadi siang sang istri, Hong Jisoo, meminta izin untuk pergi ke rumah kedua orangtua Seokmin. Mengantar Hayun yang hendak menginap di sana.

Hayun menginap, artinya ia jadi memiliki banyak waktu hanya berdua dengan Jisoo. Sungguh saat-saat yang sangat Seokmin tunggu. Ia rindu hanya menghabiskan waktu berdua dengan si kesayangan. Semenjak memiliki satu orang buah hati, Jisoo jadi jauh lebih mementingkan keperluan Hayun dibandingkan Seokmin.

Tentu Seokmin sempat cemburu. Namun, kecemburuan tersebut tidak berlangsung lama karena Jisoo selalu berhasil meluluhkan hati suaminya. Satu ciuman di pipi saja sudah cukup membuat Seokmin memaafkan Jisoo.

Karena hari ini hingga besok siang Hayun menginap di rumah kedua orangtuanya, ini kesempatan bagus. Tidak boleh disia-siakan. Seokmin akan menghabisi istrinya sepanjang malam. Hingga beberapa detik sebelum Hayun kembali ke rumah, kalau perlu.

Begitu memasuki ruang keluarga, Seokmin mendapati Jisoo tengah asik menonton televisi. Membelakangi di mana posisi Seokmin berdiri. Dengan hati-hati lelaki bermarga Lee itu mendatangi. Memeluk Jisoo dari belakang. Mencuri ciuman pertama sebagai pembuka kesenangan malam ini. Lalu disambung oleh ciuman-ciuman berikutnya di kening, mata, hidung dan terakhir di bibir.

"Hayun sudah berada di rumah Ibu?" tanya Seokmin, usai merasa puas menciumi wajah cantik istrinya.

Jisoo mengangguk laju. Mengambil alih tas berisikan beberapa berkas kantor yang Seokmin bawa pulang hari ini. Meletakkannya di sembarang tempat. Mempersilakan Seokmin agar duduk di sampingnya. "Ya, dia sangat senang bisa menginap. Hayun dijanjikan akan diajari naik sepeda oleh Ayah sore ini. Di taman dekat rumah," ujar Jisoo, lalu melirik jam dinding yang tergantung tepat di atas televisi. Di antara foto pernikahan mereka dan juga foto Hayun yang baru saja lahir ke dunia. "Dan... Kurasa mereka sedang melakukannya."

Lagi-lagi lelaki berhidung bangir itu tersenyum bahagia. Duduk di samping Jisoo. Mulai melonggarkan dasi yang menjerat lehernya. "Akhirnya... Kamu tahu? Aku sangat menantikan suasana seperti ini. Hanya kita berdua di rumah. Kembali ke masa-masa kita baru menikah dulu."

Jisoo terkekeh geli mendengarnya. Mengangguki. Menyenderkan kepala di bahu sang suami. Tentu ia merasa bersalah. Dan sejujurnya, Jisoo juga begitu merindukan masa-masa awal pernikahan. "Maaf... Semenjak Hayun lahir, aku jadi tidak begitu memperhatikanmu. Sebagai permintaan maaf, apa pun yang kamu pinta akan aku turuti. Tanpa terkecuali."

"Yang benar?" tanya Seokmin, menaik-turunkan alisnya. Wajah bodoh Seokmin mulai tercetak jelas di sana.

Jisoo mengangguk lagi.

"Benarkah?" tanya Seokmin, semakin mendekat.

Jisoo spontan memundurkan kepala. Mulai jengkel dengan tingkah aneh suaminya. "Sekali lagi bertanya, akan kubatalkan ucapan sebelumnya!"

"Ei..." Seokmin tidak bisa menahan rasa gemas. Ditariknya tubuh kecil sang istri, memeluk dengan begitu kencang. Jisoo memang melakukan pemberontakan. Namun, tawa bahagia perempuan itu turut keluar dengan cukup nyaring. Membuat Seokmin semakin bersemangat mengerjai. "Yakin ingin menolak sentuhan si tampan ini, hng?"

"Tapi mandi dulu, tubuhmu bau! Aku tidak mau mendapatkan pelayanan darimu kalau belum mandi!" ujar Jisoo begitu berhasil melepaskan diri dari sergapan Seokmin.

Seokmin meringis. Lagi-lagi keinginan terbesarnya harus ditunda. Akan tetapi, tetap saja ia segera bangkit dan mendatangi kamar mereka. Hendak mandi. Semakin lama ditunda, kegiatan menyenangkan yang Seokmin tunggu-tunggu akan semakin lama baru terjadinya. "Ya... Ya... Baiklah... Tapi setelah itu, jangan harap aku akan mengampunimu. Ingat?"

Meletakkan berkas penting kantor ke ruang kerja, meletakkan jas dan dasi yang telah dilepas di atas ranjang, juga melepaskan kaus kaki yang tadinya masih terpasang di atas tumpukan pakaian kotor. Seokmin merenggangkan otot-ototnya sejenak sebelum benar-benar memasuki kamar mandi. Bahkan lelaki bermarga Lee itu menyempatkan diri untuk memandangi pantulan dirinya di cermin. Memastikan bahwa ia selalu terlihat tampan. Membenahi tatanan rambut yang sempat rusak akibat dicengkram beberapa kali setiap kali ia merasa frustrasi dengan pekerjaan.

Tidak butuh waktu lama Seokmin selesai membersihkan tubuhnya. Bahkan tidak sampai lima belas menit. Tidak seperti Jisoo yang bahkan lebih dari setengah jam lamanya. Usai memastikan tubuhnya sudah benar-benar siap untuk memuaskan Jisoo, Seokmin menarik napas. Siap berteriak lantang dan memanggil Jisoo agar segera masuk ke dalam kamar.

"Ji..."

Ponsel genggam Seokmin berdering nyaring. Membuat panggilan Seokmin terhadap Jisoo tertunda. Laki-laki Lee itu mengeram pelan. Kesal.

Namun, kedua alis tebal Seokmin terangkat tinggi begitu menyadari siapa yang meneleponnya. Nama Jisoo dengan emotikon hati terpampang jelas pada layar. "Halo, Jisoo?"

"Seok? Kamu sudah pulang?"

Pertanyaan Jisoo yang Seokmin dapat melalui sambungan telepon tersebut membuatnya bingung. Akan tetapi, kebingungan Seokmin hanya sebentar. Ia yakin Jisoo tengah coba bermain-main dengannya. "Ayolah, sayang... Jangan bercanda! Aku sudah siap. Aku sudah mandi. Cepat masuk kamar!"

Terdengar jelas suara Jisoo tertawa di seberang sana. "Kamu bicara apa? Sudah pulang, kan? Cepat datangi aku dan Hayun di rumah orangtuamu. Mereka meminta kita menginap malam ini."

"M-maksudmu?"

"Maaf aku tidak membuatkanmu minuman begitu tiba di rumah seperti biasanya. Tolong pastikan semua jendela, pintu dan keran air tertutup sebelum kamu menyusul kami ke sini. Sebenarnya setelah mengantar Hayun, aku ingin langsung pulang. Mengurus semua keperluanmu seperti biasanya. Tapi Ayah dan Ibu bilang tidak perlu. Cukup kamu saja yang datang langsung ke sini. Kita menginap malam ini. Bisa, kan?"

Dengan penuh keraguan Seokmin kembali mendatangi ruang tamu usai memutuskan sambungan teleponnya dengan Jisoo. Dari jarak beberapa meter ia bisa mendengar dengan cukup jelas bahwa televisi di sana masih menyala. Meski masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk di bagian bawah, Seokmin tak peduli. Ia harus memastikan siapa orang yang tadi sempat ia cium.

Rambut panjang kusut, kulit putih pucat, juga pandangan mata yang kosong. Secara perlahan perempuan itu menoleh ke arah Seokmin. Menyinggungkan senyuman amat tipis, hampir tak terlihat.

***

tirameashu, 9 Agustus 2019

---
Selamat ulang tahun hugoolee !😘
Apakah ini layak disebut kejutan?😏

Focal Point (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang