6. Saravi

55 10 2
                                    

"...termasuk tidur denganku."

"Eh ah um i iya, termasuk tidur, termasuk tidur uh denganmu um." terlihat wajah Saravi menunduk. Rona merah padam mulai terlihat.

Abdi menatap saravi dengan seringai usilnya.

Saravi menunduk.

Lagi, Abdi menatap dengan seringai usilnya

Saravi masih tetap menunduk, kali ini menunduk lebih dalam.

Seketika tawa Abdi meledak setelah melihat reaksi gadis dihadapanya. Dan sepertinya kepulan asap mulai keluar dari kepala Saravi. Kedua tangan gadis itu mulai mengepal kesal. Tanpa disadari Abdi, hawa pembunuh berdarah dingin tampak menguar dari tubuh Saravi. Kilatan mata dan seringaian bengis tergambar jelas diwajah gadis itu.

*BLETAK!!

Seketika tawa Abdi terhenti. Kini digantikan kerasnya suara erangan. Suara erangan yang menyerupai suara lolongan, mirip suara anjing yang terkena lemparan sepatu majikanya.

Abdi memegang erat kepalanya. "A apa yang kamu lakukan..." Oh, astaga itu pasti sakit sekali.

"Diam!!" Sebuah benda semacam bilah besi panjang teracung angkuh dihadapan Abdi.

"Kamu kejam..."

"Oh, ya! Siapa yang mulai duluan."

Entah ini, saat ini adalah saat yang tepat atau bukan. Namun, sunggingan senyum simpul samar terbit. Dan sekali lagi, entah ini saat yang tepat atau bukan, Abdi merasakan kehangatan. Berani sumpah, bahwa disetiap mililiter darah yang merayap ditubuhnya, kehangatan itu ikut menyebar. Ini hebat!

Sudah hampir dua bulan Saravi tinggal di rumah Abdi. Tapi, apabila dihitung dari kontrak mereka sebagai angel dan among, saat ini sudah lebih dari dua bulan. Memang tidak bisa dipungkiri, dengan Saravi menyewa salah satu kamar dirumahnya, sangat membantu keuanganya.

Tapi, bukan itu saja motifnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa uang itu penting, akan tetapi itu bukanlah segalanya, dan anggaplah Abdi naif. Tapi, kebersamaan dan interaksi mereka berdua hari demi hari, entah apa kata yang dapat menggambarkanya. Abdi hanya bisa menggambarkan. "...hangat."

"Eh..?"

"Tidak, bukan apa-apa, kok."

Bilah panjang itu masih mengacung kuat secara horizontal dan tertuju tepat diwajah Abdi dengan aura intimidasi yang luar biasa dari si pemilik bilah besi tersebut, Saravi.

Sorot mata nan tajam laksana sorot mata burung phoenix itu menatap lurus ke arah pria dihadapanya tersebut. Dan berani sumpah, ini adalah penampilan terbaik Saravi.

Bukan saat sedang merona merah.

Bukan saat tersenyum manis.

Melainkan dengan penampilan seperti ini. Wajah serius, mata yang berkilat tajam, ditambah senyuman kecil yang seolah-olah menikmati kebengisanya. Menakutkan? Mungkin itu yang sebagian orang gambarkan. Tetapi, sepertinya Saravi memang diciptakan seperti itu adanya.

Asal tahu saja, Saravi tidaklah seperti kelihatanya. Sangat banyak informasi yang Saravi berikan kepada Abdi terutama hubungan antara angel dan among. Terlepas bagaimana penyampaianya. Mengancam, tentu saja. Itulah Saravi. Kebaikan yang terbungkus sempurna dalam gaya mengancam.

Abdi masih saja memijit-mijit ringan bagian kepalanya yang habis kena hajar tadi.

Seakan-akan menyadari pergerakan Abdi. "Kenapa..?" Nada ketus Saravi yang belum turun dari tadi. "Mau tambah lagi?" Kini, Saravi menatap angkuh.

Abdi mengerang gemas. "Kamu itu cantik, tapi tindakanmu liar."

*BLETAK!

Lagi, cuma sekali dan kali ini yang paling keras.

Fana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang