"Lok-Tar!!!" mahluk hijau itu menggeram.
Semua ciri fisik mahluk itu masih sama. Warna kulit hijaunya, kedua taring bawah yang mencuat keluar hingga melebihi ukuran mulut, ototnya yang gempal, lengan kiri yang putus dan tampilan brutal itu semua masih disana. Kecuali untuk beberapa hal.
Menurut Abdi, sepertinya tampilan mahluk hijau itu lebih kecil dari sebelumnya. Walaupun masih saja terlihat besar. Paling tidak ukuran mahluk tersebut masih diatas 2m.
Saravi tampak terlihat tidak senang.
"Kita tunggu dulu disini. Kita akan bergerak kalau dia berulah. Untuk sementara ini kita amati saja pergerakanya. Semoga saja firasatku salah." Saravi menyorot tajam ke arah mahluk itu.Tiba-tiba mahluk itu tertawa, suaranya menggelegar. Bagi mahluk itu, tawa yang membahana itu adalah bukti kalau dia sedang bahagia, mungkin. Tapi bagi yang mendengar, mungkin akan merasa sangat terintimidasi. Rasanya tawa itu lebih mirip pertanda kalau umur mereka tidak lama lagi.
"Disini kalian rupanya." Mahluk hijau itu membuka suara.
"Aku mencari kalian kemana-mana. trom-Ka!!"Mendengar perkataan itu, Saravi semakin tidak menyukainya. Alisnya bertaut, tanganya mengepal.
"Ini gawat, orc itu bisa bicara." Ucap Saravi melalui telepati."Eh, memangnya kenapa. Apanya yang salah kalau orc itu bicara?" Abdi tak paham.
"Kamu itu bodoh atau semacamnya, sih." Saravi mulai gusar. Sepertinya Abdi bertanya disaat yang salah, walaupun pria itu tidak benar-benar ingin bertanya. Lagi pula, ada apa dengan gadis ini. Sikap manisnya beberapa menit yang lalu, menguap entah kemana, menghilang tanpa jejak. Mode default-nya sudah kembali rupanya.
"Kita tidak punya banyak waktu disini. Aku jelaskan singkat saja." Tukas Saravi tidak sabar.
"Kau tahu, kemampuan verbal itu merupakan kemampuan dasar bagi mahluk berakal. Sedangkan menurut jenisnya, mahluk berakal hanya ada tiga, yaitu angel, manusia, dan jin. Sedangkan orc itu...""Dia bukan ketiganya. Dia hanya jiwa tak berakal. Ada kemungkinan dia jadi berakal karena suatu hal." Potong Abdi seketika. Sungguh demi Tuhan, kalimat bodoh atau semacamnya itu, berhasil membuat Abdi emosi.
"Bingo. Entah sudah berapa banyak jiwa yang sudah ditelanya. Yang pasti mahluk itu telah korup. Bila sudah seperti ini, angel sudah diijinkan untuk bertindak." Terang gadis itu. Dia masih berkomunikasi lewat telepati.
Perlahan, Saravi berjalan menjauh dari Abdi, mendekati mahluk hijau yang gadis itu sebut sebagai orc. Setelah dirasa cukup dekat, Saravi berhenti. Sorot mata setajam phoenix itu menghujam lurus ke arah orc itu berada. Walaupun menyorot tajam, namun wajahnya yang mungil masih tetap menawan.
"Hei orc, apa maumu." Saravi membuka suara. "Bukanya urusanmu di dunia sudah selesai. Istirahatlah dengan tenang."
Suara Saravi lantang. Tidak, gadis itu tidak berteriak. Masih jauh volume suaranya untuk dibilang berteriak. Suara itu, bagaimana menerangkanya ya. Yah, yang jelas suara itu mempunyai kekuatan yang cukup untuk terdengar.
Orc itu tertawa.
"Kau lupa ya?" Orc itu berbicara.
"Bukanya kau berhutang satu lengan padaku." Orc itu memperlihatkan satu lenganya yang putus.
"Dan aku kemari untuk menagihnya."Saravi terlihat gusar.
"Berani benar kau. Nyalimu besar juga." Saravi menyeringai.
"Yang benar saja. Mahluk korup sepertimu menuntut balas kepada angel sepertiku. Ayolah, kau menggelikan.""Ah, sayang sekali." Orc tersebut menghela napas. Bahunya diturunkan lepas. Kepalanya menggeleng pasrah. Dan itu semua hanya pura-pura.
"Padahal aku sudah membuat persiapan kecil, Lok-Tar. Agar kita bisa bersenang-senang sebentar." Kata orc tersebut dengan nada sedih yang tetap saja masih dibuat-buat.
![](https://img.wattpad.com/cover/151239760-288-k490606.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fana
FantasyAkulah Sang Pencipta Aku juga mengasihi dan menyayangi ciptaanku , tapi jangan lupa bahwa "itu" juga asma-Ku. Abdi, seorang pemuda biasa saja di sekolahnya berteman dengan Tiara salah satu gadis yang tidak hanya cantik tapi juga pintar. Walaupun Ab...