19. Trapped

26 6 0
                                    

Beberapa saat menjelang tengah malam.

Kegelapan sempurna menyelimuti tempat ini, sempurna. Tidak, jika saja sumber penerangan lain tidak menyala. Beberapa penerang jalan penghias kota, serta beberapa sumber penerang dari kendaraan di jalan, atau mungkin, sorot terang dari atas, berasal dari helicopter yang terbang di angkasa malam ini, memberi penjelasan, mengapa malam menjelang larut, tapi pandangan mata masih bisa melihat dalam gelap.

Laju kebanyakan kendaraan berjalan sedang. Hampir saja keadaan serupa malam yang sudah-sudah. Perbedaan itu tidak banyak, hanya sedikit saja.

Penyebab perbedaan yang cukup menarik banyak perhatian penuh. Pasalnya, beberapa kendaraan itu memacu kecepatanya hampir menyentuh batas maksimal. Lampu pengatur lalu lintas yang biasanya sangat berkuasa, dibuat tidak berkutik, tidak berdaya membuat laju iring-iringan itu berhenti. Bahkan, terlihat melambat saja, tidak.

Sebaliknya, andai ada batas dalam kecepatan cahaya tercantum dalam kendaraan itu, sudah dapat dipastikan batas itu juga akan mereka tembus.

Keadaan darurat, hanya itu satu kemungkinan yang bisa mendorong konvoi itu berbuat demikian. Untuk beberapa kendaraan, tidak, bahkan semua kendaraan dijalan menyingkir, memberi ruang guna melintas. Raungan sirine pemecah hening, belum lagi teriakan lantang lewat pengeras yang terdapat di salah satu kendaraan itu selalu terdengar.
"Kendaraan yang ada didepan, segera untuk menepi. Anda menghalangi jalan kami. Kami ulangi sekali lagi. Untuk kendaraan yang ada di depan, segera untuk menepi, anda menghalangi jalan kami."

Beberapa kali, kalimat penuh penekanan, sebelum beberapa kendaraan itu, Damkar, Polisi, dan Ambulan merangsek maju, menerobos tanpa pikir dua kali.

Deru baling-baling membelah udara dari capung besi diatas sana, pemandangan tidak biasa berikutnya yang tersaji malam ini.

"Helicopter, masuk. Ulang, helicopter, masuk."
Sebuah suara penuh perintah, terdengar di telinga pilot yang tertutup headphone.

"Disini helicopter. Markas pusat, masuk."
Mesti segera dijawab, hanya itu yang harus dilakukan jika telinganya tidak ingin berdenging, lantaran perintah konfirmasi itu akan terus terulang, dan terulang. Laksana sebuah rekaman pemutar audio yang sudah banyak goresan.

"Laporkan posisi, ganti."

Dengan pandangan mengedar, lewat kokpit, pilot memeriksa, dan memperhatikan, keadaan diluar sana.
"Masih dalam perjalanan. Asumsi waktu, 5 menit sebelum titik temu, ganti."
Sebuah saklar yang berada di panel navigasi, pilot itu aktifkan.

Beberapa indikator memberi informasi.
"Baiklah, 5 menit lagi permintaan konfirmasi akan dilakukan, keluar."

Dan hanya dimengerti oleh pilot yang dapat bernapas lega terlepas dari suara instruksi markas pusat yang membuat konsentrasinya terbelah.

Tidak, jangan sampai pecah fokus. Paling tidak, untuk malam ini. Dia, bersama beberapa orang yang berada di dalam capung besi ini harus secepatnya sampai di tujuan.

***

Ditempat lain, gedung opera.

Disebuah ruangan di dalam tempat itu. Terdapat di salah satu sudut di gedung itu satu tempat yang terbilang kecil, nyaris sempit, terlihat tanpa penerang di dalam sana. Jika tidak diperhatikan dengan cermat, tidak akan ada yang sadar, bahwa ada seseorang disana. Tidak, bukan hanya seorang, melainkan dua.

"Abdi?"

"Ya."

Sambungan kalimat itu tidak langsung bisa di dengar. Sedang berpikir mengenai apa yang berniat gadis itu pikirkan, itu kemungkinan yang bisa terjadi. Namun, untuk saat ini, hanya ada satu hal yang Abdi bisa pastikan untuk di lakukan. Bersabar menunggu sampai gadis itu bersedia bersuara, kembali.

Fana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang