20. Tiga Pemilik Kristal

14 4 0
                                    

Untuk sementara, mereka melupakan tempat dimana mereka berada saat ini. Untuk sementara, mereka biarkan lupa mengaburkan masalah di depan mata. Untuk sementara, mereka membiarkan logika menumpul untuk satu naluri yang menguat. Merasakan hasrat bersama sebuah kehangatan.

Ah, andai saja waktu berhenti.

Tunggu, bukankah waktu memang sebentar lagi akan berhenti. Bukankah hukum yang berlaku di alam fana, berbeda dengan hukum alam jeda.

Memang akan seperti itu yang terjadi jika seorang among menyentuh angel yang di kontrak olehnya dibagian titik tertentu sembari menyematkan sebuah niat dalam hati untuk masuk alam jeda. Niat yang dipanjatkan oleh among, atau angel, bahkan keduanya.

Dalam hal ini, bagian yang harus mereka sentuh satu sama lain, baik among ataupun angel adalah bibir.

Entahlah, mungkin saja seperti itu, mungkin saja juga tidak. Malas bagi Abdi memikirkan itu semua. Karena fokus dirinya hanya satu saat ini. Yaitu, sesuatu yang melekat erat dibibirnya.

Tidak apa-apa jika itu hanya menempel biasa saja. Namun hal itu tidak terjadi. Karena yang menempel dibibirnya itu juga menari disana. Seolah bibir Abdi adalah panggung pencarian bakat tempat unjuk kebolehan.

Tidak bisa ditahan. Hasrat lelakinya bangkit. Tidak peduli apa yang akan terjadi setelahnya, Abdi menyambut tarian tersebut dengan hal serupa. Menari bersama. Ya, menari bersama bibir merekah milik sang angel.

Saravi.

Awalnya permainan itu berada di tempo lambat. Hanya saling melekat, lalu dilepas. Menempel kembali, kemudian merenggang. Seperti itu yang terjadi untuk waktu beberapa lama.

Beberapa getaran-getaran terasa merambat ke tempat mereka berada saat ini. Tempat penyimpanan baju. Tempat mereka berlindung saat ini dari kejadian ekstrim diluaran sana.

Masih dalam mode masa bodoh dengan sekitar, aktivitas mereka berdua tetap berlanjut.

Terjadi penambahan tempo disana. Karena sebuah hasrat yang bertambah, atau kadar intimasi yang meningkat.

Entahlah.

Yang pasti, keadaan bibir mereka yang saling memagut, dan lepas, mulai berubah.

Saravi, sang pemegang kendali, mulai menekan bibirnya, lebih dalam. Serta lebih lama.

Tidak, tidak hanya menekan saja. Ada hal lain yang Saravi lakukan disana. Sebuah perlakuan yang membuat aliran darah melaju deras, serta lompatan jantung yang kian tidak beraturan, bahkan bukan hanya panas dingin, sebuah sengatan laksana kejutan listrik tegangan rendah mulai bisa mereka rasakan. 

Ya, mereka. 

Abdi, dan Saravi.

Itu menyenangkan.

Saravi, bagi gadis itu, saat ini adalah saat tersibuk bagi dirinya, terutama bibirnya. Saat dia sibuk menekan, sembari sesekali mengecap bibir amongnya.

Tidak hanya itu. Saravi juga menghisap, serta untuk beberapa waktu yang sangat lama, gadis itu mengulum.

Hal itu dia lakukan secara bergantian. Baik bagian bawah, atau bibir bagian atas. Semua kegiatan itu akan berakhir jika Saravi menarik sedikit bibir Abdi sebelum dia lepas.

Namun, itu hanya beberapa saat. Hal itu mereka gunakan untuk mengisi kembali kantong paru yang mulai kosong, serta menormalkan tarikan napas yang tersekat. Sebelum semua kegiatan itu mereka ulangi lagi dari awal.

Tidak ada pilihan Abdi selain ikut dalam pusaran permainan yang Saravi buat.

Ya, menyerah saja. Termasuk menyerah saat dadanya di tekan maksimal oleh dada bulat sempurna Saravi.

Fana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang