Kran di dinding itu terbuka. Airnya turun ke bawah. Hukum grafitasi berlaku padanya, tanpa bisa terbantah. Basah, tergenang, terpercik lembab, area sekitar jatuhan.
Meremas spons ditangan, sekali, dua, hingga lima remas kali. Buih-buih sabun terpanggil, hingga aroma jeruk sintesis, sensasi licin penghilang minyak, terlumur. Bertumpuk-tumpuk piring, lusinan cutleries, serta alat-alat masak lainya menunggu ritual pembersihan. Hari yang cukup sibuk.
Begitulah, seperti yang di lihat. Bising yang terjejal di telinga. Teriakan komando, suara dentingan logam. Sayup terdengar, suara barang pecah belah, beradu dengan lantai. Tak ada yang kalah. Lapisan anti pecah terlapis. Menahan hancurnya benda ringkih, dan serpihan tajamnya berserak.
Setimpal, menggoda hasrat. Bau harum masakan, diatas tungku, berteman nyala api sedang dibawahnya. Rempah menyatu, beberapa bahan mentah melayu, daging keras itu melunak, sempurna.
Savitri bergerak cekatan di dalam dapur kedai. Meminta sesuatu dengan suara pelan yang dia miliki. Membalik apapun yang ada di dalam pan, mengaduk isi panci yang entah apa yang ada disana. Uap tipis meliuk, menari-nari, sebelum naik, dan menghilang. Tutup kukusan sedikit diangkat, memperlihat sedikit celah. Mata sendu gadis itu mengintip, mencuri lihat. Apakah masakan itu, sudah matang, atau. Ah, belum matang rupanya.
Menghela napas, Savitri kembali memotong sayur. Dengung mesin food processor menggema. Rupanya, ada beberapa bahan rempah yang harus terlumat.
"Abdi, apa..pisau..dagingnya sudah dibersihkan? Jika..sudah, bawa padaku..ok."
Gadis itu mendekati Abdi. Pemuda itu berada di tempat cuci piring. Saat gadis itu berbisik ditelinganya. Hei, apa-apaan ini, memangnya telinga ini tidak terasa geli, apa."Oh, itu."
Abdi segera mengacak-acak tumpukan beberapa peralatan logam, didekatnya.
"Ketemu, ini dia."Pemuda itu menyodorkan bilah tajam itu. Tersenyum, Savitri menerima. Pemuda itu membalik pisaunya. Pegangan yang mengarah keluar, digenggam oleh jemari gadis itu.
"Terima..kasih." Ujarnya. Sebelum kembali lagi, ke meja masak. Beberapa daging termutilasi, terpotong sesuai benak Savitri.
"BERSIAAP." Suara lantang Pak Agus memenuhi ruang dapur. Pria tua itu berjalan dari pintu masuk, berdiri di dekat Savitri, putrinya.
"Lima belas menit lagi. Para kru TV, Pak Bandung Bondowoso, dan seorang bintang tamu yang entah siapa itu namanya, akan datang. Percepat persiapan menu yang akan dihidangkan. Ayo semuanya, semangat. Mungkin, ini akan jadi titik balik. Percayalah, acara TV ini akan menjadi promo gratis kedai ini, dan menaikan omzet harian kita."Semua orang diruangan itu bersorak, termasuk Savitri. Ya, gadis itu memang bisa bersuara lantang, walaupun itu sangat jarang dilakukan. Oh, ya. Suara gadis itu menyanyi, cukup bagus. Tak jarang, gadis itu berduet dengan Saravi, menyanyikan lagu yang mereka sukai, sembari menari heboh, berdua. Ah, perempuan tetap saja perempuan.
Pak Agus membakar dapur, dengan semangat. Laksana jendral tua Huang Zhong yang sedang menaikan moral tempur prajurit untuk siap mati di medan laga. Semua orang bersiap di pos mereka masing-masing. Mempersiapkan segala keperluan. Mengelap, menghilangkan butir air sisa, menjadi kesat, mengkilat. Abdi menata benda-benda itu pada tempatnya. Berbincang ringan dengan rekan sesama pelayan. Sebelum keluar, meninggalkan dapur, menuju kedai.
Savitri berbisik kepada juru masak lainya, menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, sebelum kembali bekerja. Lalu, dengan cawan, dan sendok makan, gadis itu mencicip, mengecap segala rasa yang menguar, memberi rasa yang hidangan itu mampu tawarkan. Sebelum mengecilkan beberapa nyala api. Sebelum beranjak, meninggalkan dapur, dan mengikuti punggung Abdi.
Dalam ruang kedai, semua telah tertata rapi. Tiga orang itu ada disana. Pak Agus, Savitri, dan Abdi melakukan beberapa sentuhan terakhir. Menyambut tamu istimewa yang sebentar lagi, datang. Hawa sejuk udara dalam ruangan, tercipta oleh mesin penyejuk udara. Sungguh, sangat nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fana
FantasyAkulah Sang Pencipta Aku juga mengasihi dan menyayangi ciptaanku , tapi jangan lupa bahwa "itu" juga asma-Ku. Abdi, seorang pemuda biasa saja di sekolahnya berteman dengan Tiara salah satu gadis yang tidak hanya cantik tapi juga pintar. Walaupun Ab...