15. Galau

38 3 10
                                    

Lirih, suara alunan nada indah, terdengar di telinga. Bersama sebuah nyala api terlihat. Tidak besar, hanya menyala sebesar nyala korek api, tepat di depan florette.

Pelan-pelan, nyala api itu sedikit membesar.

Membesar!

Lebih besar!

Lebih besar lagi!

Dan sangat besaR!

Senandung merdu itu ikut menguat bersamaan dengan membesarnya nyala bola api tersebut.

"Dan sekarang penjaga itu, datang."

Alunan itu terhenti, seketika. Bola api itu terbang ke angkasa, melesat secepat benda itu bisa lakukan. Suara bising serupa deru pesawat tempur, menyertai. Sangat memekakan.

Abdi memperhatikan dengan kewaspadaan penuh. Sedangkan, Saravi melipat tangan di depan dada. Bibirnya menyungging senyum penuh kebanggaan, dan mengangkat dagu.

Terlihat, bola api berekor itu, memperlebar nyala apinya, ke kiri, dan ke kanan. Sekilas, Abdi melihat siluet bentuk burung tergambar jelas dalam api itu.

Hingga, bentuk burung itu perlahan berbentuk, dan menjadi nyata. Burung itu terbang ke segala arah. Sesekali menukik, terbang rendah diatas Abdi, dan Saravi. Suara kaoknya menggema di seluruh angkasa.

Terkadang Abdi, dan Saravi, merunduk. Hempasan angin akibat kepakan sayap burung itu patut diwaspadai. Sesekali Saravi merapikan rambutnya, sembari terlihat kesal.

Setelah puas terbang ke sana, kemari, burung itu memperlambat laju terbangnya, merendah, dan benar-benar mendarat. Saravi berjalan kearahnya, burung itu juga melakukan hal yang sama, dan Abdi masih tetap ditempatnya, tak bergerak.

Tempat burung itu mendarat, tidak jauh dari mereka. Udara yang dihempaskan karena kepakan sayap burung itu juga tak terasa kuat lagi. Mungkin burung itu sengaja melakukanya. Sehingga Saravi batal mencincang burung itu, karena, merusak penampilan rambutnya. Paling tidak itu yang Abdi dengar saat gadis itu menggerutu, tadi.

Tubuh burung itu sangat besar. Tingginya saja kisaran tiga meter. Entahlah dengan bobot tubuhnya, serta lebar rentang sayap mahluk itu. Berdasarkan rasio perbandingan minimal, lebar rentang sayap dari ujung ke ujung sama dengan empat kali panjang tulang belakang. Tentu saja akan lebih lebar lagi jika burung itu lebih berat.

Warna burung itu juga menarik. Dengan dominan warna merah terang, serta beberapa warna jingga dan kuning dibagian dada, balik sayap, dan ekor. Rasanya warna itu seperti gula-gula kapas yang dapat terbang. Terlihat manis.

Begitu berada didepan Saravi, burung itu menunduk, dan memejamkan mata. Seolah memberi salam, atau memang itu yang dilakukanya. Ah, entahlah.

Saravi mengajukan tanganya, mengelus-elus lembut puncak kepala burung merah itu.
"Pyro, bagaimana keadaanmu. Lama kita tidak jumpa."

Burung bernama Pyro itu menikmati belaian lembut Saravi. Seandainya saja belaian itu untuk laki-laki, bukan burung sialan itu.
"Baik Tuan. Saya rasa, terakhir kita bertemu, kira-kira, seperempat revolusi galaxy, belum terlalu lama. Ah, jadi ini wujud anda sekarang, seorang gadis cantik, ya."

Menggelikan, apa yang burung sialan itu tahu tentang cantik.

"Benar, ini wujudku. Seperempat revolusi, sama saja jutaan tahun planet ini. Jadi, lama atau sebentar, itu relatif."

Pyro menegakan badan. Saravi mundur beberapa langkah, dan mendongak untuk menatap.
"Anda benar."
Pyro menyadari ada keberadaan manusia lain. Sekilas, burung itu melihat lewat sudut matanya.
"Jadi, dia among anda. Terlihat biasa saja, tidak ada yang istimewa."

Fana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang