Kepala ku tidak pernah pusing memikirkan penyakit ku. Sejak SMA saja aku sudah disibukkan jadwal keluar masuk rumah sakit.
Kalau bukan karna jadwal penderitaan penyakit ku, maka akan menjadi jadwal check up yang harus rutin ku lakukan.
Ibu senang menghitung. Pendapatan dan pengeluaran untuk rumah sakit nya. Gaji para karyawan hingga pajak yang akan di kenakan pada penghuni kamar pasien.
Entah kalau sisa hidup ku.
Ayah ku sudah bertekad sejak muda. Ia akan mengabdikan hidup nya di rumah sakit. Namun ia tetap menikahi ibu ku dan membesarkan anak. Meninggalkan kami demi pasien yang krisis di tengah malam.
Entah kalau saat aku krisis nanti.
Aku tidak pernah mengeluh karna pekerjaan mereka. Aku punya teman baik. Malah aku bersyukur, penyakit ku membuat ku semakin mengerti mereka.
Ibu yang selalu menghitung pendapatan nya agar dapat memberikan keringanan pada pasien yang kurang mampu.
Dan ayah yang selalu berusaha menolong pasien yang menjadi satu-satu nya anggota keluarga untuk seseorang.
Penyakit ku juga membantu ku lebih dekat dengan mereka. Saat aku kembali dilarikan ke sana, mereka akan mendatangi ku. Mengajak ku berbicara dan mengupaskan apel, sebelum pekerjaan mereka kembali memanggil.
Aku juga hampir kenal dengan semua suster dan dokter di rumah sakit. Kadang bertanya soal nenek di kamar sebelah yang mendadak hilang atau adik kecil yang juga mengidap penyakit yang sama dengan ku.
Beberapa kali aku melihat pasien yang datang lalu pulang. Atau datang dan tidak akan pernah kembali ke rumah hangat nya lagi.
Beberapa kali aku berfikir, bagaimana jika suatu hari aku meninggalkan tempat itu sambil menatap tubuh ku sendiri? Bagaimana jika aku jatuh tidur tanpa akan kembali ke tubuh ku lagi?
Apa itu akan menyeramkan? Apa aku akan bertemu seseorang dengan jubah hitam dan topi bundar seperti yang biasa aku lihat di tv?
Namun setelah bertemu lelaki itu, tekad ku untuk pergi semakin bulat. Beberapa kali aku menghindari obat ku, walau rasa menyiksa itu tidak akan sungkan menghinggapi diri ku, namun rasa kasih ku lebih besar.
Aku tidak ingin dia menyadari keberadaan ku. Cukup ingat aku saat aku sudah tiada.
Namun rencana ku tidak berjalan lancar. Dia malah semakin mendekat pada ku. Lalu bagaimana aku akan meninggalkan nya?
Dia dengan segala kehangatan nya. Dia dengan segala kelembutan nya, kepolosan nya, ketidaktahuan yang membuat nya penasaran itu selalu sempurna di mata ku.
Dia dengan segala air mata nya yang tumpah karna diri ku semakin membuat ku ingin mengutuk diri ku sendiri.
Seharusnya aku tidak usah menghampiri nya. Dari awal aku seharusnya menjaga jarak ku dengan nya. Seandainya saja aku hanya menatap nya, mengagumi nya dari jauh, maka ia tidak perlu bersedih hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Seventeen Lovelife [Series] 1.0
Fiksi PenggemarSay the name! SEVENTEEN! Halo, kami Seventeen. Kami terdiri dari 13 member, 3 sub-unit yang membentuk 1 grup. Tapi kami mencintai dengan cara kami masing-masing. . . . Seventeen - OC 1. Choi Seungcheol - Kim Yoonji ✔ 2. Yoon Jeonghan - Jung Mira...