Tak ada yang bisa dilakukan Nic selain duduk bersimpuh didepan ruang operasi. Tulang penyangga tubuhnya melunak layaknya jelly. Telinganya berdengung, menuli, menolak percaya apa yang baru saja dikatakan dokter itu. Kepalanya tertunduk membayangkan bagaimana masa depannya tanpa Retta disisinya. Bagaimana nasib buah cinta mereka? Bahkan mereka belum sempat memberikan nama untuknya.
Nic mendongakkan kepalanya, menahan air mata yang mendesak keluar dari kelopak matanya. Sekali berkedip cairan itu pasti akan jatuh berlinang membasahi pipi. Nic menarik napas sedalam yang ia bisa. Mencoba mengenyahkan sesak yang bercokol didadanya.
"Anda kenapa duduk dilantai?" Nic menolehkan kepalanya. Disisi kirinya ternyata dokter yang merawat Retta masih berdiri disana. Mungkin merasa iba dengan kesakitan yang dialami Nic.
"Anda tidak mau melihat putrinya?" Nic kembali meluruskan kepalanya. Bagaimana bisa ia melihat malaikat kecilnya dengan kondisi seperti ini? Ia tak mungkin memperlihatkan kesedihannya pada sang buah hati. Ia tak ingin anaknya mengalami perasaan yang sama dengannya, kehilangan.
"Anda ini kenapa sih?" Dokter itu kembali bertanya. Ia bingung dengan sikap ayah muda yang satu ini. Apa mungkin dia tidak siap menerima anggota baru keluarganya?
"Tinggalkan saya sendiri." Lirih Nic berkata.
"Anda masih mau disini? Tidak mau melihat kondisi istri dan anak anda?"
Air mata Nic kini benar-benar tumpah. Ia tak lagi bisa menahan sendu dihatinya. Terlebih dengan keberadaan dokter resek sepertinya membuat Nic semakin frustasi. "Saya tidak siap melihatnya."
"Siap tidak siap semua sudah terjadi. Hadapilah."
"Apa anda tidak pernah merasakan kehilangan? Setiap orang butuh waktu untuk dirinya sendiri menghadapi semua ini."
Dokter itu menyerngitkan dahinya, bingung.
"Memangnya anda kehilangan siapa? Bukankah anda baru saja mendapatkan keluarga baru?"
Secepat kilat Nic menolehkan kepalanya. Menarik tangan dokter itu untuk digenggam sembari memberikan tatapan penuh harap tak percaya. "Istri saya... Dia selamat?"
"Siapa yang bilang istri anda meninggal?"
"Tadi dokter-"
"Saya hanya ingin mengatakan kalau istri anda tidak sadarkan diri. Itu pun karena obat bius bukan karena henti jantung."
Nic menghempaskan tangan dokter itu secara kasar. "Kalimat yang dokter ucapkan waktu pertama kali keluar itu yang membuat saya berpikiran negatif!" Nic menaikkan nada bicaranya. Sumpah demi apa pun kesabarannya dikuras oleh dokter tersebut.
"Anda terlalu banyak membaca novel sepertinya, jadi mudah baper."
"Ha?" Nic membuka lebar mulutnya. Terperangah tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Yakin itu dokter kandungan? Yakin otaknya waras?
"Sudahlah... Temui dulu istri anda. Berikan dia ucapan selamat karena telah terlahir menjadi seorang ibu. Ucapkan terimakasihmu kepadanya karena telah berjuang melahirkan buah cinta kalian. Sayangi dia dengan segenap jiwa raga anda-"
"Dokter kebanyakan omong!" Nic langsung memotong ucapan dokter itu. Bergegas pergi menghampiri cintanya, istrinya, tulang rusuknya.
"Dikasih kalimat romantis kok malah ditinggal pergi!" Gerutu dokter itu lalu pergi meninggalkan tempat itu.
***
Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, 3-4 part lagi baru TAMAT nah ini baru dikasih tulisan tamat aja udah pada.... (Isi sendiri deh ya)
Happy Reading ajalah
Bye bye 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever We [SELESAI]
Romance(Beberapa part diprivate untuk followers) Hanya karena kesalahan satu malam, Claretta harus menanggung beban seumur hidupnya. Ia hamil. Diluar nikah. Dinegara orang. Tanpa pasangan. Lalu bagaimana dengan kuliah yang sedang ditempuh oleh Retta? Bagai...