3. Dibawah Atap Yang Sama

42.8K 1.7K 23
                                    

Mentari tak menampakkan dirinya pagi itu. Kehadirannya tergantikan oleh butiran salju yang jatuh menutupi jalanan. Udara begitu dingin menusuk tulang. Membuat banyak orang enggan untuk melakukan aktivitas dan lebih memilih untuk duduk bersantai di depan perapian ataupun bergelung dibalik selimut tebal. Melindungi diri dari dinginnya udara musim dingin.

Namun bagi Nicolas ekstrimnya cuaca tak berarti baginya. Bukan suatu penghalang baginya untuk datang berkunjung ke apartemen Retta. Dinginnya udara tak menyurutkan semangatnya untuk merebut hati wanita tersebut. Ia ingin menunjukkan pada Retta betapa ia bersungguh-sungguh dengan perkataannya kemarin.

Nicolas mengetuk pintu apartemen Retta berulang kali. Ia tak sabar ingin melihat kondisi Retta, juga tak sabar untuk menghangatkan dirinya dikediaman Retta. Berdiri di luar rumah terlalu lama membuat tubuhnya menggigil.

Merasa tak direspon Nic mengetuk pintu dengan bar bar sehingga menimbulkan bunyi bising yang mengganggu. Tak lama setelah ia itu pintu terbuka. Menampakkan sosok Retta yang baru terbangun dari tidurnya.

"Cari siapa?" Tanya Retta dengan suara serak khas orang bangun tidur. Ia menggosok kedua mata dengan jemarinya untuk menyingkirkan kantuk yang masih melekat dikedua matanya.

"Mencari kau ..." ada jeda sejenak sebelum Nic menyelesaikan kalimatnya. Ia mencondongkan tubuhnya, berbisik disamping telinga Retta, "bidadari yang akan menjadi ibu dari anak-anakku."

Retta menegang seketika. Kantuknya langsung hilang begitu mendengar gombalan receh dari Nic. Matanya membulat sempurna menatap Nic yang kini berdiri didepannya. "Maaf saya tidak menerima permintaan sumbangan. Apalagi sebuah rayuan." Ketus Retta langsung menutup kembali pintunya.

"Yah ... Ta ... tolong ijinkan aku masuk. Di sini dingin banget. Aku bawakan kamu sarapan. Apa kau tak ingin sarapan bersamaku? Aku bawa sup ayam jamur kesukaanmu lho ..." Nic berucap dengan cepat. Takut kalau Retta telah meninggalkannya masuk kembali ke dalam kamar.

Senyum merekah dibibir Nic ketika pintu itu kembali terbuka. "Mana supnya?"

"Akan aku berikan asal kau ijinkan aku masuk. Sumpah di sini dingin banget." Tawar Nic. Ia menyembunyikan bawaannya dibalik punggung. Mengantisipasi jikalau Retta berniat mengambil sup itu dengan paksa. Retta menganggukkan kepalanya, membuka pintu itu lebih lebar mempersilahkan Nic masuk.

"Makasih." Ujar Nic dengan senyum hangat yang belum terlepas dari bibirnya.

Nic langsung berjalan menuju dapur mini milik Retta. Menyalin sup yang ia bawa ke dalam mangkuk. Ia juga mengeluarkan sekotak susu ibu hamil yang tadi sempat ia beli di minimarket. Ia tahu Retta belum membelinya, jadi ia berinisiatif untuk membelikan. Lagi pula ini kan untuk buah hatinya. Kalau Retta tak mau ia akan memaksa wanita itu untuk menghabiskan susunya. Demi anaknya!

"Makan yuk! Aku lapar."

"Bukankah seharusnya aku yang bilang begitu? Ini rumahku kalau kamu lupa." Retta memutar bola matanya. Malas melihat tingkah sok akrab yang ditunjukkan Nic.

"Hehehe ... aku terlalu bersemangat sampai lupa diri gini. Ohya, kamu mau minum susu dulu atau makan dulu? Biar aku buatkan susu untukmu."

"Aku mau membersihkan diri dulu." Jawaban Retta diiyakan Nic dengan anggukkan kepala. Ia tak ingin mendebat Retta. Ini masih terlalu pagi untuk merusak mood ibu hamil. "Aku tunggu disini."

***

Nic diam memandangi Retta yang tengah menghabiskan supnya. Terlihat ia begitu menikmatinya. Entah karena lapar atau memang ia suka atau keduanya? Yang jelas Nic menikmati momen tersebut. Melihat betapa manisnya Retta dengan kaos mickey mouse yang kebesaran dibadannya, rambut yang dicepol asal hingga anak rambutnya berjatuhan menutupi sisi wajahnya, serta kulit kuning langsat khas orang asia yang tampak pucat, semua itu terlihat sederhana dan manis dalam waktu bersamaan. Dan kesederhanaan itu yang memikat hati Nic.

Forever We [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang