1. Ada Aku

65.2K 2.3K 19
                                    

Nicolas masih setia menanti. Menanti kapan tepatnya kedua kelopak mata itu terbuka. Sudah hampir enam jam dia menunggu. Berdiam diri disisi ranjang rumah sakit, mengamati  bagaimana paras wanita yang akan menjadi ibu bagi anaknya kelak.

Claretta, wanita yang sedang berbaring di atas ranjang itu bukanlah sosok yang begitu dikenal Nicolas. Meski satu kampus Retta bukanlah golongan mahasiswi populer. Entah populer karena prestasi yang mencolok atau pergaulannya yang luas sehingga mendapat julukan anak hits. Bukan. Setahu Nicolas dia hanya mahasiswi dari benua sebrang. Menuntut ilmu di negaranya karena mendapat beasiswa. Aktifitasnya di kampus pun tak jauh dari kata belajar dan perpustakaan. Jadi wajar saja bila Nicolas baru mengenalnya sebulan belakangan ini. Lebih tepatnya sejak pesta ulang tahun temannya, Samantha.

"Eenggh..." lenguhan terdengar dari bibir pucat Retta. Dengan senang hati Nicolas menyambut terbukanya kedua kelopak mata tersebut. Tak lama kemudian Retta membuka mata. Mengerjapkan kelopak matanya berulang kali untuk menyesuaikan penglihatannya.

"Akhirnya sadar juga." Ucap Nicolas lega. "Bagaimana kondisimu? Ada yang sakit? Perlu aku panggilkan dokter?"

Rentetan pertanyaan itu membuat kepala Retta mendadak pusing. Matanya kembali terpejam untuk menetralisir pening yang singgah dikepalanya. "Keluar!" Kata Retta dengan suara lemah namun tetap terkesan dingin. Matanya masih terpejam, sedang tangan kanan yang terbebas dari jarum infus ia gunakan untuk memijat pangkal hidungnya.

"Tidak akan. Sesering dan sekeras apapun kau mengusirku aku akan tetap berada disini, menemanimu." Tolak Nicolas dengan tenang.

"Keluar! Apa kau tak tau apa arti kata itu, huh?" Bentak Retta dengan mata yang membulat sempurna karena emosi.

"Tenangkan dirimu Retta. Ini rumah sakit. Suara teriakanmu itu bisa mengganggu pasien yang lain." Nicolas mencoba untuk tetap tenang dan santai menghadapi Retta. Ia tak ingin membuat kegaduhan dirumah sakit sehingga mengganggu istirahat pasien lain.

"Kau yang keluar atau aku?" Tawar Retta. Tangan kanannya sudah siap mencabut jarum infus yang terpasang di tangan kirinya.
Menyadari ancaman Retta, Nicolas memilih untuk mengalah. "Baiklah aku akan keluar. Tapi kumohon jangan sakiti dirimu. Aku akan memanggilkan dokter untuk mengecek kondisimu."

Nicolas keluar ruang rawat inap Retta setelah menyelesaikan kalimatnya. Dari balik pintu Nicolas masih mengawasi Retta, berjaga siapa tau wanita itu nekat mencabut jarum infusnya. Setelah dirasa aman dia berlalu untuk memanggil dokter yang menangani Retta.

***

"Bagaimana kondisinya Dok?" Tanya Nicolas ketika wanita paruh baya berseragam jas putih khas dokter keluar dari ruang inap Retta. Delia, nama dokter itu.

"Anda siapanya pasien?"

"Saya orang yang bertanggung jawab atas pasien yang bernama Claretta." Delia menghela napas panjang usai mendengar perkataan Nic. Tebakannya tak meleset. Pergaulan bebas yang terjadi di kalangan anak muda selalu berujung pada peristiwa seperti ini. Hamil. Tak terima. Kemudian digugurkan. Jika tak siap menanggung resikonya kenapa berani mencoba?

"Kondisinya sudah stabil. Dia hanya perlu banyak istirahat dan menghindari stres. Usahakan beri asupan makanan yang bergizi untuk kesehatan ibu dan janinnya. Satu lagi,  saya minta tolong kepada Anda untuk menjaga dia, dampingi dia di masa kehamilannya ini. Saya tau ini berat untuk dia. Tapi saya yakin ia pasti mampu."

"Terimakasih untuk sarannya dok, saya akan menjalankan apa yang dokter minta tadi."

Setelah kepergian dokter Delia, Nic masuk kembali ke ruang inap Retta. Saat itu Retta telah kembali tertidur. Mungkin karena pengaruh obat yang diberikan.

Forever We [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang