Prolog

100K 2.8K 19
                                    

Jadi ceritanya aku tuh mau merevisi cerita yang aku buat ini. Entah menjadi semakin baik atau malah sebaliknya semoga kalian para pembaca berkenan untuk membaca lagi cerita ini. Berkomentar juga boleh. Apalagi kalau mau meninggalkan jejak bintang. Boleh pake banget malahan.

Nggak mau ngomong banyak karena sebenarnya aku juga ga pandai ngomong. Pokoknya semoga kalian jadi makin suka sama cerita ini aja deh. Jadi nggak sia-sia aja gitu aku ngerevisinya wkwk...

Ohya mohon bantuannya buat menandai typo ya...

Sekian dan terimakasih lah...
Happy reading everybody

********

Retta menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab pertanyaan yang diajukan dokter Delia. "Saya mau konsultasi Dok. Akhir-akhir ini saya sering merasa pusing dan juga mual."

"Terakhir menstruasi kapan?" Delia dengan gaya santainya bertanya. Ia tau pasiennya kali ini sedang dilanda gugup. Dan dari sikap yang ditunjukan Delia tau apa masalah gadis itu.

Retta terdiam cukup lama. Mengingat tanggal menstruasi bukanlah kebiasaannya. Selama ini asal tiap bulan dapat tamu bulanan itu sudah membuatnya merasa sehat dan aman. Namun karena tindakan bodohnya beberapa minggu lalu membuat Retta khawatir. Tidak mungkinkan dia hamil?

"Rileks saja. Jangan tegang gitu. Apa yang menjadi ketakutanmu belum tentu terjadi. Untuk memastikannya silahkan berbaring di ranjang, kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut."

Retta mematuhi perintah dokter. Ia membaringkan dirinya di atas ranjang dengan perasaan cemas. Saking takutnya tangannya bahkan kini sedingin es. Retta memejamkan mata ketika tangan Delia mengusapkan gel dingin di perutnya yang masih terlihat rata.

"Apa kau mau terus memejamkan mata? Tak ingin melihatnya?" Menuruti instruksi dokter Delia, Retta membuka mata perlahan. Menatap layar yang ditunjuk oleh sang dokter. "Apa kau melihat bulatan kecil itu? Ukurannya masih sebesar biji kacang, tapi dia sudah punya kehidupan."

Air mata luruh dari sudut mata Retta. Jiwanya terguncang oleh kenyataan yang baru saja dipaparkan Delia. Gambaran kehancuran hidupnya sudah bisa ia bayangkan. Membuat isak tangisnya justru terdengar makin menggema ke penjuru ruang.

Delia tau air mata itu bukanlah air mata bahagia yang biasa dicurahkan oleh calon ibu. Air mata Retta justru menggambarkan kesedihan dan keputusasaan. Hal yang tak seharusnya dilakukan oleh Retta mengingat ia baru saja menerima anugerah terindah dari Tuhan. Usapan lembut Delia berikan pada calon ibu tersebut. Dengan senyum ramahnya ia mencoba menguatkan mental Retta, "bersyukurlah kau masih dipercaya Tuhan untuk menjaga anugerahnya. Aku yakin kau akan menjadi ibu yang hebat untuk anakmu kelak. Berjuanglah."

***

"Samantha!"

Merasa namanya disebut gadis berpawakan tinggi langsing berambut pirang itu menoleh ke belakang mencari sumber suara. Begitu melihat Nicolas melambaikan tangan dan berlari menghampirinya senyum tak mampu lagi ia tahan. Perasaannya membuncah ketika akhirnya apa yang ia perjuangkan selama ini membuahkan hasil. Nicolas mulai memperhatikannya.

"Hai." Malu-malu Samantha menyapa Nic, sapaan akrab pria yang berdiri dihadapannya kini.

"Senang akhirnya menemukanmu." Pipi Samantha langsung merona begitu mendengar pengakuan Nic. "Mau menghabiskan waktu berdua denganku?" Tanpa pikir panjang Samantha langsung menganggukkan kepalanya menerima ajakan Nic. Ia tak ingin membuang peluang yang akan menjadikan dirinya sebagai kekasih Nic.

"Akhir-akhir ini aku perhatikan kau selalu sendiri. Bukankah biasanya kau di temani sahabatmu?" Nic mulai melancarkan aksi terselubungnya.

"Claretta?" Samantha memastikan nama sahabat yang dimaksud Nic. Anggukan kepala Nic memicu Samantha untuk membulatkan mulutnya ber O ria. "Aku tak tau apa yang terjadi dengannya. Hanya saja sejak pesta ulang tahunku kemarin ia jadi aneh."

"Aneh bagaimana? Apakah ia berubah menjadi hulk atau cat women gitu?" Samantha terbahak mendengar candaan receh Nic. Efek jatuh cinta ternyata se-dasyat ini. Hal yang tak lucu pun bisa jadi lucu hanya karena orang tercinta yang menyampaikannya.

"Bukan seperti itu!" Sanggah Samantha setelah mengakhiri gelak tawanya. "Dia menghindariku. Saat kutanya kenapa dia bilang cuma butuh waktu sendiri. Lebih aneh lagi beberapa hari yang lalu aku melihat dia memborong buah nanas! Apa mungkin ia terkena demam PPAP? Bukankah itu sudah tidak tren lagi ya sekarang?"

Nic terdiam mencerna informasi yang baru saja ia dapat; menghindari Samantha, memborong nanas dan peristiwa di malam ulang tahun Samantha. Semua itu membawa Nic pada hipotesis bila Retta kini tengah berbadan dua.

Nic yang sadar akan bahaya yang mengancam calon buah hatinya berniat bangkit meninggalkan Samantha untuk menemui Retta. Hanya saja genggaman tangan Samantha mampu menahan langkahnya. "Mau kemana?"

"Maaf, aku harus pergi. Ada hal penting yang baru saja aku ingat untuk dikerjakan. Kapan-kapan kita sambung lagi obrolan ini ya?" Nic langsung mendaratkan kecupan di pipi kanan Samantha sebelum akhirnya berlari mengejar kesempatan untuk menyelamatkan dua nyawa yang berharga.

"Retta!!! Kau harus tau kalau aku baru saja dicium Nicolas!" Pekik Samantha kegirangan usai sadar dari keterdiamannya akibat ciuman Nicolas.

***

Begitu pintu apartemen tertutup sempurna kekuatan yang dimiliki Retta pun hilang. Kaki jenjangnya tak lagi mampu menopang berat tubuhnya. Tubuhnya yang bersandar pada daun pintu jatuh melorot mencium dinginnya lantai. Hentakan kuat pada panggulnya tak ia pedulikan meski menjalarkan rasa nyeri.

Dia lelah.

Usaha yang telah ia lakukan guna meluruhkan janin dalam kandungannya ternyata tak membuahkan hasil. Mulai dari; olahraga berlebihan, mengangkat beban berat; memotong waktu tidur hingga stres yang menderanya ternyata tak mampu menghilangkan nyawa si janin yang baru berusia lima minggu itu. Tuhan ternyata begitu menyayangi satu nyawa yang bersemayam dalam rahimnya. Berbanding terbalik dengan ia yang amat membenci calon buah hatinya sendiri.

Beranjak dari duduknya Retta baru ingat jika ada satu lagi cara yang bisa ia tempuh untuk menghilangkan hasil dari cinta satu malamnya. Nanas. Ia ingat kemarin lusa ia membeli lima buah nanas. Hanya saja sampai saat ini ia belum mau mengkonsumsinya. Ia tak suka dengan rasa asam buah tersebut. Terlebih rasa gatal yang suka tertinggal usai memakan nanas membuat Retta mengurungkan niatnya untuk makan buah tersebut sejak pertama kali beli. Namun kini memakan nanas menjadi sebuah kewajiban bagi Retta jika ingin melancarkan usahanya.

Tak butuh waktu lama segelas jus nanas langsung tersaji di meja makan miliknya. Warna terlihat cerah, aromanya juga memikat indera penciuman. Kini tinggal ia buktikan rasa dan khasiat dari buah tersebut.

Tanpa ragu Retta meneguk jus itu. Dua tegukan berhasil masuk ke perutnya. Setelahnya Retta tak sanggup lagi. Asam dan gatal yang menyerang lidahnya membuat ia mengurungkan niat untuk menghabiskan jus tersebut. Bahkan usai meminum jus laknat itu Retta langsung mencuci mulutnya, menetralisir lidahnya.

Sepuluh menit

Dua puluh menit

Bahkan hingga menit ke lima puluh jus itu tak memberikan reaksi apapun pada perut Retta. Kesal karena merasa ditipu oleh khasiat nanas Retta melampiaskan kekesalannya dengan memukul perutnya. Mungkin ini akan membantu mempercepat, begitu pikirnya.

Tak cukup sekali pukulan Retta layangkan ke perutnya. Berulang kali dan itu dengan kekuatan penuh yang ia miliki. Hasilnya ternyata menakjubkan. Perut Retta terasa nyeri. Bak di pilin oleh tangan besar tak kasat mata kemudian di remas tanpa ampun. Retta tersungkur memegangi perutnya. Ditengah kesakitanya ia justru tersenyum bangga ketika melihat darah mengalir dari selakanganya. Rencananya berhasil. Ia bisa kembali menata masa depannya yang hampir saja berantakan karena segumpal darah dalam rahimnya.

Diambang kesadarannya yang kian menipis suara gaduh di depan apartemennya mengusik kegembiraannya. Kemudian suara teriakan seseorang yang memanggil namanya mengantarkan seberkas cahaya hitam yang merenggut kesadarannya.

***

Happy Reading...

20-01-18  || 25/05/19

Salam

wini_A

Forever We [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang