Nic tak mampu lagi memandang Retta. Hatinya tercubit sakit kala melihat orang yang entah sejak kapan begitu mengikat hatinya. Semalaman Retta menangis. Menangisi sahabatnya yang marah. Menangisi penyelasan yang tak seharusnya ia sesali mengingat itu semua kini telah berlalu meski menimbulkan masalah baru. Masalah? Mungkin tak baik bila itu disebut masalah. Akan lebih baik bila itu disebut sebagai warna baru dalam hidupnya.
Nic mengusap sayang puncak kepala Retta. Mendaratkan kecupan sayang didahi wanita itu sebelum berlalu pergi menuju kamar mandi. Ia harus kuliah. Terlalu banyak bolos tak baik bagi nilainya juga keselamatan dirinya. Retta selalu mengancam akan mengusir Nic bahkan menceraikan pria itu jika nilai Nic jelek semua. Oleh sebab itu Nic jadi rajin untuk kuliah dan belajar demi membanggakan Retta. Juga menunjukkan padanya bila ia mampu. Menjadi yang terbaik yang Retta inginkan.
Sebelum Nic meninggalkan Retta, ia sempat membuatkan sarapan untuk Retta. Meski hanya sebuah roti bakar tapi harus diakui bila Nic membuatnya dengan setulus hati. Dengan cinta dan kasih sayang. Bahkan ia membubuhkan tanda love pada bagian atas roti yang ia buat dengan selai strowberi. Setelah memastikan Retta memiliki stok makanan yang cukup Nic pergi meninggalkan apartemen.
Retta mengerjapkan matanya berulang kali. Pusing menyapa dirinya ketika ia memposisikan tubuhnya untuk bangun dari ranjang. Memijat puncak hidungnya Retta berulang kali mengatur pernapasannya, berharap bisa mengurangi rasa sakit dikepalanya. Ketika dirasa cukup Retta menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang. Pandangannya menyapu seluruh ruang kamar. Tak ada sosok Nic yang biasa ia lihat ketika ia membuka mata. Manik matanya kemudian menatap jam yang menempel pada dinding dihadapan. Sudah pukul setengah sebelas siang, benar saja bila ia tak mendapati Nic dikamar. Suaminya itu kini pasti tengah berkutat pada buku tebal dan terjebak dengan penjelasan dosen yang sangat membosankan.
Awalnya enggan bagi Retta untuk turun dari ranjang. Tapi setelah mengingat adanya makhluk lain yang hidupnya bergantung pada dirinya, Retta akhirnya beranjak pergi menuju dapur mininya. Disana sudah tersedia dua tangkup roti bakar, potongan buah melon dan juga susu coklat yang tak lagi panas. Retta menyungingkan senyum bahagianya ketika membaca sebuah note yang ditinggalkan Nic.
Pagi sunshine...
Jangan lupa makan sarapanmu. Jangan lupa tersenyum pagi ini.
Jangan terlalu banyak berpikir, aku tak mau nanti baby kita botak kepalanya karena ikut mikirin kamu.
Jangan lupa untuk selalu bahagia ya, percaya padaku bila semua akan berlalu dengan mudah dan berakhir indah.Always love you and miss you
Nic.Lagi. Hanya senyum penuh suka cita yang mampu Retta tebar untuk mengungkapkan suka citanya. Ia tahu semua akan sulit setelah ini, tapi bersama Nic ia yakin bila semua ini akan ia lalui dengan mudah dan juga indah.
***
Udara dingin yang berhembus tak menyurutkan langkah Retta. Sore ini ia ada janji dengan Samantha ditaman kota. Ia ingin menjelaskan apa saja yang ingin Sam ketahui darinya. Ia tak ingin menimbun lebih banyak lagi kebohongan. Ia tak ingin memperpanjang masalah yang justru akan mengganggu kesehatan diri dan juga janinnya nanti.
Samantha hadir lebih dulu ditempat janjian. Namun ia tak menyadari kedatangan Retta. Dirinya terlalu fokus pada ponselnya hingga mengabaikan lingkungan sekitarnya.
"Vanilla latte." Retta menyodorkan cup minuman yang sempat dibelinya tadi. Dia sengaja membelikan itu untuk Sam, mengingat sahabatnya itu begitu menyukai jenis minuman itu.
"Thanks." Ujar Sam mengambil alih minuman dari tangan Retta.
"Aku bahagia. Kau tidak mengindariku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever We [SELESAI]
Roman d'amour(Beberapa part diprivate untuk followers) Hanya karena kesalahan satu malam, Claretta harus menanggung beban seumur hidupnya. Ia hamil. Diluar nikah. Dinegara orang. Tanpa pasangan. Lalu bagaimana dengan kuliah yang sedang ditempuh oleh Retta? Bagai...