Vilo membuka matanya dan aroma obat-obatan langsung menyeruak ke indera penciumannya. Ia membuka matanya perlahan sambil menahan rasa pusing di kepalanya. Ia melihat sang ibunda sedang tertidur pulas di sofa besar, wajah menua itu terlihat sangat lelah. Vilo mencoba mengingat apa yang telah terjadi padanya.
Siang itu ia mengendarai The laferarri hitamnya dengan kecepatan luar biasa. Ia sengaja menyalurkan amarahnya dalam pedal gas tapi ia ingat betul ia sedang berhenti di lampu merah dan tiba-tiba ada mobil van putih yang menabrak mobilnya dengan sengaja. Karena saat itu lalu lintas termasuk sedang sepi dan Vilo sempat melihat Van itu berjalan kencang tanpa mengubah lajurnya meskipun ia tahu ada mobil Vilo di depannya. Vilo tak sempat untuk menghindar sehingga tabrakanpun terjadi. Mobil hitam Vilo terbalik beberapa kali hingga terlempar ke semak-semak pinggir jalan. Beruntung mobil sportnya memiliki keamanan yang lumayan baik sehingga Vilo tak terluka parah. Airbag di berbagai sisi melindunginya dari benturan keras. Vilo hanya mendapati shock di bagian kepala dan beberapa memar.
Tapi sebelum pingsan ia sempat melihat mobil Van itu membuka kaca pengemudi, seorang laki-laki tersenyum miring sambil menatap Vilo dan berlalu pergi. Vilo sempat menekan 911 dari ponselnya dan memberitahu lokasi kecelakaannya karena jalan yang dilalui Vilo adalah jalan yang lumayan jarang dilewati orang karena ini jalan alternatif. Vilo hanya tak ingin ia mati tanpa diketahui siapapun.
"Kau sudah sadar nak?" Suara Claise Lily menyadarkan Vilo dari flashbacknya.
"Ma... Sudah berapa lama aku tertidur?" Tanya Vilo pelan.
"Dua hari nak. Tapi syukurlah kau sudah sadar. Mama panggil dokter dulu ya" Lily membelai rambut anaknya sambil tersenyum.
"Ma..." Vilo menunjuk ke sebuah tombol di samping ranjangnya. Seraya memberi tahu kalau mamanya tak perlu repot-repot untuk keluar ruangan karena ia bisa memanggil suster dari tombol itu.
"Ah... Iya mama lupa" Vilo tersenyum melihat mamanya yg terlihat bingung.
Tak lama seorang suster datang dengan seorag Dokter wanita yang berparas cantik. Dokter itu tersenyum ke Claise dan langsung memeriksa Vilo. Senyum manis sang dokter menyapa Vilo "Syukurlah tak perlu ada yang di khawatirkan lagi. Kau hebat Vilo telah melalui semuanya" Dokter itu tersenyum lagi. Vilo bertanya-tanya akan maksud kata-kata sang dokter karena kalau soal kecelakaan rasanya itu agak berlebihan.
"Ah Vilo... Kau mengenal Nata? Ia juga sedang disini" Vilo mengangguk.
"Nata juga dirawat disini, di kamar 1151" Dokter cantik itu meninggalkan ruangan setelah berpamitan pada Claise lily.
"Nata juga sempat mengunjungimu saat kau tertidur. Ia datang dengan Chris dan Zach. Mereka benar temanmu?" Tanya Lily penasaran.
"Yeah... Mereka temanku" jawab Vilo singkat.
"Boleh aku ke kamar Nata ma?" Awalnya Lily memberi tatapan khawatir tapi melihat Vilo yang terlihat begitu bosan akhirnya ia mengiyakan. Lily membantu Vilo untuk bangun dari ranjangnya tapi Vilo bersikeras untuk melakukannya sendiri. Bahkan ia menolak untuk diantar karena ia yakin ia mampu. Toh ia merasa ia sudah baik-baik saja.
Vilo tau sang mama takkan membiarkannya pergi sendiri, terbukti seorang pengawal keluarganya mengikutinya dari jauh. Vilo tak mau ambil pusing yang terpenting baginya sekarang adalah melihat keadaan Nata.
**********
Vilo akhirnya diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit, keadaannya sudah membaik. Ia kini duduk di kursi belakang sebuah Van hitam mewah milik Claise lily. Ia melempar pandangannya keluar jendela sepanjang perjalanan dengan memasang headset di telinganya.
I got no excuses
For all of these goodbyes
Call me when it's over 'Cause I'm dying inside
Wake me up when the shakes are gone
And the cold sweats disappear
Call me when it's over
And myself has reappeared
I don't know, I don't know, I don't know, I don't know why I do it every, every, every time
It's only when I'm lonely
Sometimes I just wanna cave
And I don't wanna fight I try and I try and I try and I try and I try Just hold me, I'm lonely
Momma, I'm so sorry, I'm not sober anymore
And daddy, please forgive me for the drinks spilled on the floor
To the ones who never left me
We've been down this road before I'm so sorry, I'm not sober anymore
But I'm only human" Lantunan lirik Sober dari Demi Lovato mengalun mengisi indera pendengaran Vilo. Ia terbawa dalam pemikirannya sendiri. Rasanya badai datang bertubi-tubi. Ia cukup terluka saat mengetahui sang ayah memiliki affair dengan wanita lain. Ia terluka saat menatap wajah menua sang ibunda yang berpura tegar menerima segalanya demi dirinya. Ia terluka saat mengetahui Clay ternyata darah daging sang wanita pengganggu di keluarganya. Ia terluka karena tak pernah bisa berbagi tentang perasaannya pada Nata, Chris dan Zach. Ia terluka saat harus mengabaikan semua orang yang selalu berusaha peduli padanya. Ia terluka karena harus menahan segalanya sendirian.
"Kita sudah sampai nak..." Suara Claise menyadarkan Vilo dari lamunannya. Ia langsung membuka pintu mobil dan berjalan masuk ke rumah> Claise hanya bisa tertegun melihat sang anak menolak bantuannya. Ia hanya menatap bahu sang anak yang mulai hilang dari balik pintu kamar. Tak banyak yang bisa Claise lakukan untuk melindungi Vilo. Anak perempuannya sudah dewasa dan pasti mengerti tentang apa yang sedang terjadi. Sekuat apapun Claise menyembunyikan lukanya tapi Vilo akan tetap melihatnya. Sikap Vilo memang tak berubah banyak, ia tetap dingin seperti biasa tetapi tatapannya terasa begitu kelam. Claise Lily hanya bisa menghela nafas berat.
"Polisi telah menemukan mobil van putih itu. Dan mereka bilang kalau itu adalah mobil curian yang ditinggalkan begitu saja di pinggir hutan. Kami belum bisa menangkap pelakunya karena polisi masih menyelidikinya. Ku mohon bersabarlah, Aku pasti akan menemukan pelakunya" Sebuah pesan masuk ke ponsel Vilo. Ia memang sengaja menyuruh orang kepercayaannya untuk ikut turun tangan dalam kasus kecelakaannya karena bagaimanapun juga ini sangat janggal. Kecelakaan itu seakan di sengaja dan telah direncanakan sebelumnya.
Vilo duduk di big puff berwarna hitam dekat jendela kamarnya. Ia masih memegang ponselnya seakan menunggu pesan dari seseorang. Ia berharap Clay akan datang atau sekedar menghubunginya. Meskipun Clay adalah anak dari Jhea tapi Vilo masih menganggap Clay sebagai temannya. Meskipun ia sadar kata-katanya saat itu benar-benar kasar. Tapi ia hanya kecewa Clay tak mengatakan hal yang sebenarnya.
"Kenapa perasaan ini begitu aneh? Bukankah kau sudah terbiasa sendiri Vilo? Bukankah kau sudah memantapkan hati untuk tidak berharap apapun dari orang lain? Mengapa kau masih merasa seperti ini?" Vilo berdebat dengan dirinya sendiri.
Mata Vilo terarah ke sebuah foto yang tergantung di dinding, ada beberapa foto dirinya dengan beberapa teman yang dulu lumayan dekat dengannya tapi sekarang mereka seakan tak saling kenal. Beberapa kali Vilo sempat bertemu dengan mereka tapi Vilo seakan tak peduli, ia memberi mereka tatapan dinginnya.
Hal itu ia lakukan bukan tanpa alasan. Ia ingat betul beberapa tahun lalu saat ia mulai mengidap depresi dan beberapa temannya tersebut terlihat hanya mengasihaninya. Salah seorang temannya sempat protes karena menurut mereka Vilo berubah. Tapi sebenarnya merekalah yang sama sekali tak mengenal Vilo. Vilo tak pernah sedikitpun berubah, ia hanya terluka oleh banyak hal. Hal yang membuat dirinya takut untuk berharap dan menjadikan tatapannya semakin dingin. Vilo yang menjadi lebih pendiam karena ia tahu seberapa tajamnya setiap kata yang keluar dari mulutnya. Vilo yang selalu mundur selangkah karena ia takut terjatuh. Vilo tak pernah berubah sedikitpun, ia hanya menarik diri dari dunia yang baginya sangat mengerikan.
Tanpa sadar air matanya menetes membasahi pipinya. Begitu banyak hal yang ia harus lepaskan. Begitu banyak hal yang harus ia relakan. Dan begitu banyak luka yang ia sembunyikan. "Terima kasih karena sudah bertahan sejauh ini... Vilo..." Ucapnya pelan.
"Tapi aku sudah sangat lelah......" Tambahnya hampir tak terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE
Short StoryMenceritakan tentang kisah balas dendam tiga orang wanita. Mereka di pertemukan secara tidak sengaja dan mulai menjalin persahabatan sambil menjalankan strategi balas dendam mereka satu persatu. Pahit manis harus mereka lalui bersama, emosi tak terk...