THE CHOCO LAVA

6 1 0
                                    

Seorang gadis berambut red wine sedang duduk sambil menahan sakit di tengah sebuah padang ilalang. Baru saja ia tidak sengaja terperosok. Ia memijit ringan kaki yang masih di balut sepatu keds berwarna kuning itu. "Aw..." Pekiknya pelan.

Ia mengambil ponselnya dari saku jaketnya tapi sia-sia ponsel itu sudah kehabisan daya. Nata tak mungkin memaksakan diri untuk berjalan karena hal tersebut akan memperburuk keadaan kakinya. Berharap bantuan? Siapa yang akan datang ke tengah padang ilalang seperti ini?.

Nata memang acap kali ke padang ilalang ini karena baginya tempat ini adalah tempat meditasi terbaik. Nata yang masih terombang-ambing oleh kehancuran cintanya tak memungkiri bahwa dirinya kacau.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Gumamnya pelan.

"Choco Lava?" Suara seorang lelaki berparfum musky menghampiri.

"Choco lav.... Kau?" Nata terbelalak saat melihat seseorang dengan wajah yang cukup familiar.

"Hey... Sedang apa kau disini?" Tanya lelaki berwajah blasteran itu.

"Ah... Kakiku sepertinya terkilir" Jawab Nata pelan.

"Coba ku lihat" Dengan santai Lelaki itu membuka sepatu sebelah kanan Nata berikut kaos kakinya.

"Ini tidak terlalu buruk tetapi kau tidak bisa menggunakannya untuk berjalan" Jelasnya sambil terus memeriksa kaki Nata yang memerah.

"Thats bad" Keluh Nata pelan.

"Naiklah" Lelaki itu kini berjongkok di depan Nata.

"Cepatlah Choco Lava! Sebentar lagi hujan!" Bentak lelaki itu tegas.

"Eh tapi..." Nata bingung.

"Ck..." Lelaki itu melirik Nata tajam.

Akhirnya Nata naik ke punggung lelaki itu dengan sangat terpaksa. Ia tak mau terjebak di padang ilalang sendirian. Hari pun sudah mendung dan kemungkinan sebentar lagi hujan. Nata melingkarkan kedua lengannya ke leher panjang lelaki itu. Nata terkagum dengan bahu lebar sang lelaki. "Pasti bahu ini sangat nyaman" Pikirnya dalam hati.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Celetuk lelaki itu setengah meledek.

"Apa aku berat?" Tanya Nata takut-takut.

"Tidak..." Nata tersenyum mendengar jawaban lelaki itu.

"Tidak salah" Tambahnya. Hal tersebut membuat Nata mengerucutkan bibirnya.

"Aku Nata. Jadi berhentilah memanggilku Choco Lava" Lelaki tersebut terkekeh pelan.

"Aku Zach" Balasnya. "Dan... Aku akan tetap memanggilmu Choco Lava! Ah tidak itu terlalu panjang bukan? Emmmm.... Aku akan memanggilmu Lava saja" Putusnya.

"Hey.... Bukankah ku bilang namaku Nata? Kenapa kau seenaknya memanggilku seperti itu hah?" Sungut Nata yang diikuti oleh kekehan Zach lagi.

"Kita istirahat dulu" Zach menurunkan Nata dengan hati-hati di sebuah saung kecil masih sekitaran padang ilalang.

"Aku bisa mati kalau terus menggendongmu" Zach menyeka keringatnya.

"Maaf..." Ucap Nata pelan dan tertunduk.

"Haha... Aku hanya bercanda. Lihatlah!" Zach menunjuk ke arah timur. Ternyata ia berhenti untuk melihat sunset. Langit jingga kemerahan menyapa keduanya. Matahari mulai menghilang ke balik bukit. Suasana tenang dan indah seperti menghipnotis mereka. Keduanya terdiam menikmati semilir angin yang berhembus lembut. Suara burung-burung bersahutan, mereka seakan memberi salam akan kepulangan mereka ke sarang. 

"Sedang apa kau di tempat ini?" Zach menoleh ke Nata.

"Mungkin kau akan tertawa kalau aku beritahu alasanku yang sebenarnya" Jawab Nata pelan.

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang