Chapter 16

24 7 0
                                    

"Cinta bukan alasan untuk membuatmu terpuruk."

Mood Fara benar-benar hancur karena Rafa. Ia meletakkan sendok ke piring yang sudah tidak ada sisa nasi satupun,dan langsung menenggak jus apel.

''''''''''''

Keesokan harinya Fara sudah mulai berangkat ke sekolah menunaikan kewajibannya bersekolah.

Fara menyusuri koridor dengan senyumnya yang tidak pernah lepas dari bibirnya.

Hatinya memang sedang tidak baik-baik saja,namun bukan berarti ia harus bersikap murung.

Fara menyapa semua temannya,bahkan yang ia tak kenal sekalipun.

""""""
Rafa menyembunyikan keadaan hatinya yang sangat sakit mengingat kejadian tempo hari.

Ia memakan makanan yang sudah ada dihadapannya 5 menit yang lalu,dikantin sekolahnya.

Rafa memang sengaja datang pagi dan sarapan dikantin sekolah,agar suatu saat ia bisa memandang Fara, dari kejauhan. Ingat dari kejauhan.

Ia belum mempunyai nekat untuk mendekati Fara. Ia belum siap hatinya tersakiti kembali.

Pada saat Rafa sedang serius makan, Sasya menuju kearah meja makan Rafa membawa semangkuk bakso dan segelas jus alpukat. "Selamat pagi honey, aku temenin makan yah."

Rafa hanya mengangguk pasrah. Percuma jika ia menolak,pasti sasya tetap menempati tempatnya.

Sasya banyak bercerita tentang bola. Namun hanya direspon anggukan, terkadang senyuman tipis.

Sasya tidak tinggal diam,dia memakaikan gelang couple yang sengaja ia beli, di tangan Rafa.

Dari kejauhan terlihat ada yang berusaha menahan airmatanya yang memaksa untuk turun.

Dadanya begitu sesak melihat orang yang ia rindukan, ternyata memilih bersama orang lain daripada dirinya.

Fara mengurungkan niatnya untuk membeli minum. Ia mengusap air matanya kasar dan meninggalkan kantin yang masih terlihat sepi.

Fara menuju kelasnya dengan langkah gontai. Semangatnya mulai memudar dan moodnya memburuk kembali.

Ia duduk ditempat duduk yang biasa ia tempati dan mulai membuka novel yang sengaja ia bawa.

"Far, lo udah berangkat lagi. Ngga mau istirahat dulu gitu dirumah?" Linda duduk disebelah Fara,dan membuka buku tugasnya.

Fara menatap malas kearah Linda. Entah sejak kapan hatinya tidak bersahabat dengan kehadirannya Linda kembali. "Ngga, gue pengen sekolah. Sekarang kan ada ekstra seni. Dan gue sebagai ketua seni harus bertanggung jawab kan."

Linda menatap Fara tidak percaya, Fara yang selalu dekat dengannya berubah menjadi ketus dan sinis. "Kan udah ada gue far,lo kan cuma ketua pengganti."

Brakk

Fara berdiri dan menggebrak mejanya dengan cukup keras,membuat Linda terlonjak kaget. "Gak bisa dong Lin,gue udah jadi ketua sejak Rafa jadi ketua osis."

Linda menepuk bahu Fara perlahan, dan membisikkan hal yang membuat emosi Fara memuncak. "Eits, tergantung anak-anak dong mau sama gue, atau sama lo. Kita bagi jadi 2 tim, tim gue dan tim lo."

Setelah membuat emosi Fara memuncak,Linda pergi ke tempat duduknya yang berada didekat Fara.

Lisa dan Talitha menghampiri Fara,dan membawakan air mineral dihadapan Fara.

"Far, gue liat tadi lo mau beli air mineral kan? Sengaja tadi gue sama Talitha beliin." Ucap Lisa seraya membuka permen untuk dirinya sendiri.

Fara tersenyum tipis. Ternyata masih ada yang peduli dengannya.

Talitha secara tiba-tiba memeluk Fara dan Lisa secara bersamaan membuat mereka terharu. Inikah rasanya memiliki sahabat?

"Kalian iih, bikin Itha baper terus." Ucap Talitha seraya mengusap air matanya yang turun begitu saja.

Mereka mengakhiri acara berpelukannya karena hp Fara yang bunyi. "Eh bentar yah, ada chat."

Fara mengamati nama orang yang mengiriminya chat barusan. Orang yang selama ini Fara rindu. Akhirnya penantiannya akan berakhir,entah indah maupun menyakiti hatinya.

Syg❤ : Nanti ada hal yang mau aku omongin. Di kantin belakang

Fara mengulum senyumnya. Ia mengambil kaos olahraga,karena hari ini pelajaran olahraga akan dimulai.

Fara, Lisa, dan Talitha memang sudah biasa ganti baju bertiga. Untuk menyingkat waktu katanya.

Memang jika hari-hari biasa ruang ganti selalu penuh. Fara Lisa dan Talitha sudah biasa mengganti pakaiannya di Kamar mandi yang lumayan besar.

Setelah selesai mengganti pakaian. Fara Lisa dan Talitha duduk di pinggir lapangan sepak bola. Mereka membincangkan segala hal yang menurut mereka enjoy untuk di perbincangkan.

Dari pakaian,makanan dan liburan.

Hari ini hari keberuntungan,karena guru olahraga tidak masuk.

Sebagian murid perempuan menghabiskan jam olahraganya dengan bergosip di bawah pohon yang menurut mereka sejuk.

Fara sendiri sibuk memandang Rafa yang sedang bermain sepak bola.

Menurut Fara, ini adalah momen yang pas untuk mengobati rasa rindunya ke Rafa.

Brukk

Fara pingsan. Sebagian teman Fara langsung berkerumun. Talitha dan Lisa langsung panik meningat kondisi Fara yang belum bisa dikatakan sembuh total.

Rafa berlari sekuat tenaganya,ia tidak menggubris omongan teman-temannya karena pada saat itu pertandingan akan dimulai.

Hal yang paling penting untuk saat ini yaitu, Fara.

Rafa menyelinap kearah kerumunan siswa,dan langsung menggendong Fara ala bridal style.

Dan orang yang membuat Fara pingsan langsung ditarik paksa oleh Lisa.

Ya. Fara pingsan bukan secara tiba-tiba. Fara terkena bola yang tidak sengaja dilempar oleh anak kelas sebelah yang sedang bermain voly.

Fara langsung dibawa ke uks, dan langsung ditangani oleh siswa PMR yang sedang bertugas.

Rafa melihat Fara yang terbaring dengan luka yang ada dikepala.

Matanya mulai membuka,Rafa masih dengan setia menggenggam erat tangan Fara.

"Hai,kamu nggapapa kan far?" Rafa tersenyum kikuk. Ia belum pernah merasa se canggung ini.

Fara merasa pusing,ia pun memegangi kepalanya yang terus berdenyut kencang. "Iya,nggapapa kok Raf,makasih ya udah ditolong."

Tidak ada yang mau memecah keheningan di ruangan yang berwarna putih dengan lambang PMR ada dimana-mana.

Bau obat menyeruak indera penciuman.

"Raf, tadi kamu ngirimin aku chat?" Ucap Fara seraya menatap Rafa lekat-lekat.

Rafa membenarkan posisi duduknya agar tidak terasa canggung sebelum melanjutkan bicaranya. "Oh okeh jadi gini, ayah kamu nitip pesen ke aku. Katanya suruh mbujuk kamu buat kuliah di bidang tataboga?"

Fara mendengus kesal. Memang beberapa hari ini ayahnya terus saja memaksa Fara untuk mengikuti kuliah di bidang tataboga agar mendapat gelar Chef.

"Aku ngga mau Raf, aku pengen fokus belajar di bidang perbankan aja." Fara manatap pantulan dirinya di cermin yang ada didepannya sekarang.

"Kenapa ayah kamu kaya pengen banget kamu masuk kuliah biar jadi chef?" Tanya Rafa yang mulai menyesuaikan keadaan dan mengusir rasa canggungnya.

Fara mulai menceritakan dari alasan ia masuk perbankan dan berakhir dengan bujukan ayahnya yang memintanya untuk menjadi chef.

Rafa mulai mengangguk paham dengan perasaan Fara yang merasa tertekan dengan kemauan ayahnya yang meminta Fara menjadi chef.

::::::

Chapternya pendek-pendek😁vote sama comment nya kawan😊



ComfortableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang