-18-

56 7 0
                                    

Jantung Reita berdegup kencang. Bagaimana bisa, Reta membawa tas yg beratnya melebihi berat badannya?

"Ta, emang lo bisa?" tanya Reita khawatir melihat Reta berusaha mengatur posisinya.

"Santai. Lo pegangan erat sama gue biar ga jatuh. Apa sih yg gabisa gue lakuin demi lo?" balas Reta sambil tersenyum dan melirik Reita sedikit dibelakangnya. Walau tidak sepenuhnya. Karena kepala Reta tidak sanggup untuk menghadap ke belakang sepenuhnya. Jika bisa, Reita pasti sudah berlari duluan. Melupakan kakinya yg sakit dan berlari secepat kuda.

Pipi Reita berubah menjadi merah seketika. Hanya dengan perkataan seperti itu membuat pipi Reita merona. Bayangkan saja jika Reta terus menggoda nya? Apa yg akan terjadi pada pipi Reita? Apa akan terbentuk pelangi di pipinya? Atau bahkan pipinya malah menjadi gosong karena selalu menjadi merah? Reita juga tidak tau.

"Tapi tangan lo kan tadi abis luka, Ta! Enggak! Gue ga akan biarin ini!" tegas Reita sambil turun dari punggung Reta.

"Naik, gak?!" tanya Reta yg lebih berkesan mengancam. Namun, Reita tak selemah itu.

"Gak! Gimana caranya lo bisa bawa gue dan tas gue? Reta, berat gue itu 48 kilo. Dan gue yakin tas itu lebih dari itu beratnya," omel Reita sambil menahan kakinya yg kesakitan.

"Udah, deh! Gausah munafik! Cepetan naik! Gue bisa. Lo gaperlu khawatirin tangan gue. Itu cuma kegores dikit, Reita. Ga berpengaruh sama otot," jelas Reta dengan sabar menatap Reita dengan penuh keyakinan.

Namun Reita tidak selemah itu. Ia tidak percaya dengan apa yg diucapkan Reta.

"Enggak. Gue gabak--" ucap Reita terpotong karena Reta sudah terlanjur mengancamnya.

"Naik atau gue cium?" mendengar itu, Reita langsung menolehkan kepalanya dan langsung menaiki punggung Reta.

"Anjir! Ga gitu juga! Selow napa?!" kesal Reta saat Reita secara tiba-tiba menaikinya tanpa dosa. Untung saja Reta tidak terjatuh ke tanah. Kalau tidak, hancur sudah muka tampannya itu.

Reta pun mengatur benda-benda tersebut agar mudah dibawanya. Akhirnya, Reta memasukkan tas kecil milik Reita di dalam tas besarnya. Dan tas besar milik Reita, ia genggam di tangan kanan. Dan tangan kirinya menahan badan Reita agar tidak terjatuh. Sedangkan tas besar milik Reta, ia menggendongnya di bagian depan.

"Retaaaa, lo tauga sih? Lo itu gentle bangett. Sumpahhh. Lo itu bikin gue dag dig dug ser ga jelas!" seru Reita dalam hati sambil berusaha pipinya agar tidak berwarna lebih merah lagi.

"Cukup pipi! Ini sudah cukup! Hentikan warna merah mu!"

"Lo sedang ngadain konser dangdut ya?" tanya Reta tiba-tiba membuat Reita kaget. Konser dangdut? Bagaimana bisa? Reita saja masih berada dalam gendongan Reta.

"Hah? Gue kan sedang di gendong lo! Gimana caranya gue ngadain konser dangdut? Punya otak itu dipake! Dasar Reta jelek!"

"Bukan secara fisik. Secara batin. Itu di jantung lo sedang ada konser dangdut besar-besaran kan?" Reita bingung. Bagaimana konser dangdut bisa diadakan di dalam jantung? Bagaimana bisa?

"Kok bisa? Tau darimana?" tanya Reita bingung sambil memajukan kepalanya dan sedikit menoleh ke wajah Reta. Sehingga Reta bisa merasakan hembusan nafas dari wanita ini.

DEAR MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang