Chapt 16

711 87 0
                                    

Pagi pun tiba. Hadirnya matahari di langit membuat sang semesta dan mahkluknya terbangun dari tidurnya. Begitu juga yang dialami Eren saat ini. Armin membuka jendela di kamarnya yang berhasil membuat Eren terbangun dari mimpinya. Menoleh sekilas ke arah Armin, kemudian ia tersentak. "Hah Armin?" Ia tampak kebingungan.

"Selamat pagi Eren." Ucap Armin. Namun apa yang dibalas Eren?

Eren malah makin kebingunan sambil melihat dinding bangunan dan barang-barang yang berada di ruangan tersebut. "A-aku dimana?" Tanyanya. Armin mengerinyit heran.

"Ehh Eren, kau di rumah Mikasa." Ujarnya. Lalu mengambil segelas air putih untuk Eren.

"Kenapa aku bisa ada disini?" Tanyanya yang tentu saja membuat Armin makin heran dengan dirinya.

Eren kemudian bangkit dari kasur, lalu ia memegang kepalanya yang berdenyut hebat. "Kenapa aku bisa ada sini?!" Teriaknya.

Armin tersentak, kemudian ia memegang bahu Eren. "Eren tenanglah, kau kenapa?"

"Lepaskan aku, aku harus pulang!"

Eren meronta sehingga cengkraman di bahunya terlepas. Ia berlari sementara Armin mengejarnya hingga sampailah di ambang pintu keluar rumah tersebut.

"Eren!"

"Rumah itu sudah hangus terbakar. Jadi kau tinggal di sini." Ucap Armin.

"Oh begitu." Eren pun kembali menuju kamarnya. Tatapannya kosong, ia masih tidak bisa menerima kejadian semalam yang mengharuskan ia berpisah dengan sosok kesayangannya.

Jika kalian tidak tahu apa yang dilakukan Mikasa, Mikasa kini sedang pulang ke rumahnya dari pasar. Namun sebelumnya, Mikasa mampir terlebih dahulu ke rumah yang kini sudah menjadi sisa-sisa pembakaran.

Ia mencari sesuatu yang mungkin bisa digunakan kembali yah setidaknya bisa meringankan beban pikiran Eren.

Mikasa tidak menyangka akan kejadian seperti ini. Menurutnya ini terlalu frontal, Nolan sungguh keterlaluan.

Tak lama kemudian, ia melihat sebuah batu zamrud kecil yang menyelip di antara kayu yang hangus tersebut. Ia mendelik saat ia mengambil batu itu yang ternyata merupakan buah mata kalung perak yang masih terlihat bagus walau dilawan api.

Mikasa mengambilnya, mungkin ini yang memancing Eren untuk berlari menuju rumah ini saat masih terbakar, pikirnya. Disimpannya ke saku celana, lalu beranjak pergi dari rumah tersebut.

Sesampainya di rumah, ia langsung memulai acara memasaknya. Dia jarang sekali melakukan ini karena ia harus bekerja dan memasak saat sore hari. Namun hari ini berubah sebab sosok kesayangannya tinggal di rumahnya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, yang artinya Mikasa sudah telat. Namun itu justru tidak membuat Mikasa ketakutan atau apalah itu. Aktivitas di kantor mungkin belum normal sejak peristiwa semalam.

Eren menghampirinya, ia pun tersentak. "Hmm Mikasa." Gumam Eren yang tak luput dari pendengarannya. Ia menoleh kepada Eren sambil memotong daging di meja dapurnya.

"Selamat pagi Eren." Ucap Mikasa yang tidak ditanggapi oleh Eren.

Wajah Eren pucat dan suhu badannya panas. Ia terlihat lesu dan bahkan tidak ingin bicara.

Mikasa terlihat khawatir, diusapnya surai brunette tersebut. "Eren istirahatlah jangan terlalu banyak berpikir." Ucapnya. Eren hanya bisa diam memperhatikannya yang masih fokus memotong daging.

Tak

Tak

Tak

"Ahh!"

Save My Heart [RIREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang