Chapt 21

628 86 0
                                    

"Ah segarnya..." Rachael menikmati betapa segarnya air pantai. Air terus saja mengalir di sekujur tubuhnya tanpa mengubris keadaan sekitarnya, bahkan dengan majikannya sekalipun. Rambut dibiarkan tergerai panjang dengan punggung tanpa sehelai kain, sungguh rasa gerah akibat berada di hutan membuat wanita itu tak peduli jika dirinya tengah telanjang dada.

Sang majikan menatapnya dalam datar, ia tidak tertarik dengan wanita. Yang berada di pikirannya sekarang adalah bagaimana caranya agar ia dan sang kekasih bisa bertemu kembali, atau cara agar bisa bertahan hidup di hutan tropis dan tak terjangkau.

Pikiran tersebut kemudian ia simpan sejenak saat melihat anaknya kini menatap ke atas langit yang mulai redup. Levi mengikutinya hingga sebuah pohon dengan beberapa buah menggantung di pohon itu terekam di maniknya. Lantas Levi berkacak pinggang di hadapan anaknya. "Kau lebih cerdas jika dibandingkan denganku bocah kecil." Gumamnya. Kemudian dengan niat bulat, Levi memanjat pohon tersebut.

Seandainya alat bermanuvernya masih ia kenakan, mungkin memanjat pohon adalah perkara yang mudah. Namun, alat tersebut tidak bersamanya. Levi agak sedikit kesulitan saat memanjat pohon tersebut, karena tidak ada satupun ranting yang menyatu di pohon itu.

Mau tidak mau Levi harus berjuang mati-matian demi sampai ke puncak pohon itu. Perlahan tapi pasti, Levi sampai ke puncak pohon itu. Dirinya dibuat takjub ketika langit berubah warna dengan matahari yang bersinar seperti emas, burung-burung berterbangan bersama kawanannya hingga awan pun tersusun rapi seperti barisan para pasukan pengintai.

Ia mengulaskan senyum, dirinya mulai teringat dengan sosok Eren yang dulu ingin bergabung ke pasukan pengintai dengan tekad yang tentunya sangat kuat. Rindu, cinta, cemas. Itulah yang ia rasakan saat ini. Rindu kepada sosoknya, cinta kepada hatinya, cemas terhadap keadaannya.

Dan ia semakin cemas, sebab tidak ada satupun pulau yang ia lihat, melainkan hanya hamparan laut yang luas dengan birunya yang begitu pekat. Levi menghela napasnya sendu. Lalu ia berniat kembali ke daratan sambil membawa buah yang ia incar.
Ia membawa buah itu dengan menjatuhkannya di bawah pohon tersebut, Riren yang berada di bawah pohon – tidak bergerak saat Levi meneriakinya. Memang hal itu dilakukan agar buah itu tidak mengenai kepala Riren.

Rachael yang kembali memakai bajunya kini menghampiri mereka. "Tuan, tampaknya kita memang harus tinggal disini sementara waktu. Saya akan berusaha untuk membuat tanda bantuan kepada pesawat yang melintasi pulau ini." Wanita itu mulai mencari batu sebanyak yang ia mampu, tetapi pergerakkannya terhenti ketika manik obsidian menatapnya sendu. Gelengan menjadi jawaban sehingga Rachael yang melihatnya terdiam untuk sementara waktu.

"Sudah cukup Rachael, beristirahatlah dengan meminum buah kelapa ini. Aku akan menyiapkan api unggun dan beberapa helai daun yang barangkali dapat berguna untuk malam ini." Sang majikan menyodorkan buah kelapa yang sebelumnya ia beri lubang. Rachael mengangguk kemudian menghilangkan dahaganya yang selama ini ia tahan selama seharian penuh. Air buah kelapa memang menyegarkan. Sampai-sampai wanita itu tersenyum sumringah tanpa ia sadari.

Hingga pada malam harinya, lelaki pendek tersebut berusaha membuat api unggun. Dengan berbekal sedikit pengetahuan yang pernah ia dapat saat latihan, Levi berharap kali ini ia dapat membuat api dengan cara memanfaatkan beberapa kayu bakar dan sabut kelapa kering. Menggosoknya secara kasar hingga menciptakan bau yang khas yang memicu munculnya percikan api. Kemudian meniupnya secara perlahan.

Dan lihatlah, api itu sudah menyala dengan terang.

Bayi mungil dipangkuannya meringkuk–menghangatkan diri. Rachael yang berada di dekatnya merasa takjub. Wajahnya berkata 'anda sungguh luar biasa.' Walau hanya menyalakan api saja, itu sudah membuat dirinya begitu takjub dengan aksi Levi kali ini.

Bulan purnama membantu api untuk menerangi permukaan daratan yang mereka tempati. Pantulannya pada permukaan air memberikan kesan keindahan tersendiri bagi mereka. Levi terhanyut dan teringat ketika dirinya bermain air pantai pada malam hari bersama Eren.

"Hahhh ternyata disini lebih nyaman, ingin sekali mempunyai rumah di pinggir pantai seperti ini."

"Ingin sekali ya?"

"Yahh suatu hari nanti, mungkin kita bisa mewujudkannya."

Seulas senyum terukir di bibir dikala mengingat betapa antusiasnya Eren yang mengingikan rumah di tepi pantai. Senyum yang sangat manis dan sangat dirindukan.

Ingin rasanya mengabulkan keinginan Eren. Tetapi ia tidak bersama Eren. Levi berpikir sejenak hingga keheningan menjadi pengisi waktu malam mereka. Bayi mungil berparas Eren tersebut bersenandung ria di alam mimpinya. Sesekali ia tersenyum dan mengisap ibu jarinya dengan mata tertutup rapat. Sungguh menggemaskan.

"Apakah kau ingin pulang?" Lelaki itu mulai berbincang kepada Rachael. "Semuanya saya serahkan pada tuan. Karena saya mengikuti anda." Gadis tersebut memberi hormat kepada majikannya.

"Aku ingin membangun rumah disini."

Rachael mengangkat kedua alisnya. "Jadi tuan ingin menetap disini? Hmm memang tempat ini sangat bagus untuk dipandang. Tetapi saya cukup kurang yakin apakah kita mampu bertahan di tempat yang tak terjangkau?"

"Apa kau meragukan kemampuanku?"

"T-tidak tuan s-saya–"

"Aku ingin membangun rumah di tempat ini, aku jamin kita pasti dapat bertahan. Dan bayi di pangkuanku ini, dia akan tumbuh besar dan mungkin mengalahkan diriku."

Rachael terdiam sesaat sebelum menuruti apa yang Levi perintahkan. Yakni segera tidur mengisi tenaga untuk esok yang merupakan awal untuk membangun sebuah rumah.

Semua ini untuk Eren.

***TBC***

Ada yang kangen?
Lama ya gak upadate....

And see you next chapter...

Save My Heart [RIREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang