Chapt 25

532 67 11
                                    

"Akhirnya, kau sadar juga."

Nanaba bangkit dari kursinya dan menatap pria manis itu. "jangan bergerak, aku akan memanggilkan dokter." Ucapnya. Eren melihat wanita di pandangannya heran. Berusaha untuk berbicara, tapi tetap saja rasa sakit seakan-akan meremukkan tubuhnya.

Nanaba menekan tombol merah yang tak jauh dari nakas. Kemudian menelpon sang kakak. Nanaba dapat mendengar semangat yang mengebu disana sehingga membuat alisnya tertekuk heran. "Kenapa kau semangat seperti itu? Aneh." Ucapnya pada sambungan telepon. Dan kali ini pertanyaannya menjadi retoris, sungguh Nanaba sangat membenci itu.

Eren hanya diam memandang wanita pirang itu, kepalanya masih terasa pusing. Nanaba yang sudah bergelayut dengan ponselnya segera memperhatikan Eren. Kemudian, sang dokter datang bersama dua perawat dengan alat medis yang mereka bawa. "Eren tenanglah." Nanaba menjadi sedikit khawatir pada pria manis itu yang sedari tadi berusaha menggerakkan tubuhnya lalu menggerang kesakitan.

Beberapa menit kemudian, Ara datang dengan tas kerjanya. Pria itu memasuki ruang dimana Eren berada. Manik obsidian miliknya menangkap sosok lemah yang sedang menatapnya. Seulas senyum tipis dapat ia lihat dari pria manis itu, tentu saja membuat hatinya mencelos-luluh dengan kemanisan yang dimiliki pria itu.

"Arano-san." Panggil Eren dengan suara pelan. Dengan begitu, Arano melangkahkan kakinya menuju Eren dengan eksaltasi datang secara tiba-tiba.

Dan lihat apa yang dilakukan Eren. Pria manis itu memeluknya. Sekali lagi, memeluknya...
Arano terbelalak, semoga saja Eren tidak dapat merasakan jantungnya yang kini nyaris meledak. "Arano-san, kau kemana saja?" Tanyanya. Arano sempat mengerinyit keningnya, "Aku baru pulang kerja, maafkan aku telah membuatmu menunggu lama." Balasnya. Jujur saja, Eren merasa senang ketika Arano datang. Dan ia juga merasa nyaman berada di dekatnya, padahal belum sehari mereka bertemu. Tak hanya wajah, perilaku Arano juga membuatnya begitu kagum.

"Eren, kau harus menjalan kemoterapi malam ini." Seru Arano.

Senyum Eren luntur seketika. Selama ini ia belum pernah menjalani kemoterapi yang biayanya mahal itu. "Pasti aku merepotkanmu kan? Kemoterapi biayanya sangat mahal, Arano-san. Aku-"

"Panggil aku Ara. Kau sama sekali tak merepotkanku Eren. Aku ingin kau sembuh." Tangannya menggenggam tangan kurus Eren. Wajah mereka sangat dekat, Eren pun memerah seperti cherry. Menyadari hal itu, Ara terkekeh pelan. "Eren kau sangat lucu dengan pipi merah itu. Bolehkah aku menyentuhnya?" Tanpa perijinan dari Eren, tangan kanannya mengelus pipi kurus itu.

"Oi, berhentilah bermesraan seperti itu. Eren harus banyak istirahat sebelum kemoterapi."

Ara baru menyadari kehadiran sang adik begitu pun dengan pria muda di depannya.

"Aish jangan bilang kalian tidak melihatku disini." Nanaba berdecak kesal. Ara yang melihat tingkah adiknya hanya menghela napas. Menghampiri lalu berbicara kepada sang adik.

"Nanaba, apa kau mau menemani Eren selama aku bekerja?"

Nanaba semakin kesal dibuatnya. "Aku tidak mau, sepenting itukah pria itu padamu? Kau bahkan tak peduli dengan Rachael ketika pria itu ada disini. Kau pikir Rachael baik-baik saja hah? Aku di shiganshina punya banyak urusan mengenai Rachael, tetapi kau malah santai bersama pria itu. Dan sekarang? Apa-apaan itu? Kau menyuruhku menjaganya? Kau keterlaluan! Baiklah aku harus kembali ke Shiganshina."

Suara yang ia keluarkan cukup keras dan Eren mendengar semuanya. Eren terdiam membeku. Rasanya cukup sakit, tapi memang begitulah kenyataannya. Ia pun mengingat kembali saat dimana ia mulai dibenci oleh teman-temannya, Hanji dan Erwin.

Nanaba tak menunjukkan batang hidungnya setelah berbicara kepada Ara. Ara sendiri hanya terdiam. Lalu menatap khawatir pada sang manis di kasur sana. Ada bulir air mata yang terlihat disana, sangat jelas. Ara semakin khawatir dan mengelus punggung si pria manis itu. "Maafkan adikku." Ucapnya pelan. Eren hanya menggeleng. "Tidak masalah Ara-san. Ara-san tidak perlu menyuruhnya seperti itu." Balasnya.

"Aku hanya khawatir padamu Eren, aku tidak bisa menjagamu setiap waktu."

"Kau tidak perlu khawatir, aku baik baik saja." Eren mencoba untuk tersenyum. Tetapi nyatanya, Air mata mengalahkan segalanya. Air mata itu terus mengalir membasahi pipinya dan hatinya tetap merasa nyeri luar biasa.

Begitu juga dengan Ara saat ini. Hatinya terasa sakit saat mendengar setiap kalimat yang Eren utarakan. Suaranya bergetar hebat bagaikan diguncang gempa. Ara tahu Eren sangat sedih. Ia pun memeluknya dengan penuh kehangatan. "Eren, maafkan aku sekali lagi. Jangan bersedih lagi ya, aku sudah menyelesaikan semua tugasku. Jadi aku bisa menemanimu besok."

"Benarkah?" Maniknya berbinar.

"Tentu saja, untuk apa aku berbohong padamu."

Seketika kehangatan tersalur kuat. Eren berhenti menangis. Semangat pun kembali ia rasakan, dan lebih parahnya jantungnya kembali tremor tak terkendali. Hatinya menghangat seakan-akan tak mempunyai masalah. Ia pun bertanya-tanya pada otak kecilnya, mengapa ia menjadi seperti ini ketika bersama Arano?

Dan keesokan harinya, setelah menjalani kemoterapi. Eren merasa lebih segar, ia tak merasa sakit di tubuhnya. Sang dokter mengatakan, Eren harus sering menghirup udara segar dipagi hari. Dan hal itu pun dimanfaatkan Arano dengan membawa Eren keliling rumah sakit. Kebetulan rumah sakit di distrik Orvud menyediakan taman yang sangat luas dengan tanaman yang beraneka ragam.

Eren tertegun melihat tanaman di sekitar taman itu. Begitu asri. Bunga-bunga mulai bermekaran dan daun-daun dengan embunnya yang sejuk menciptakan rasa nyaman tersendiri bagi mereka. Arano begitu senang melihat Eren tersenyum seperti itu.

"Apa kau senang?"

Eren menjawabnya dengan anggukan "Iya, aku senang sekali Ara-san. Kapan-kapan kita jalan di taman ini lagi ya." Nada yang Eren keluarkan terdengar sangat bahagia. Hati Ara lantas merosot ketika mendengarnya.

Baru kali ini ia menemukan sosok sempurna yang begitu bahagia hanya karena berkeliling di rumah sakit. Sungguh Ara merasa beruntung mendapatkan pria manis itu. "Iya kita akan ke sini lagi kapan-kapan." Ucapnya.

Mereka pun memutuskan untuk duduk di bangku bawah pohon yang rindang. Angin sepoi menerpa mereka berdua. Arano pun membenarkan syal yang dikenakan Eren. Rambut Eren yang mulai memanjang menganggu pandangan Eren. Ara berniat merapikan rambut Eren, namun ia berhasil menangkap pipi merah milik Eren. Menyadari hal itu, Eren langsung memalingkan wajahnya. "A-Ara-san ini terlalu dekat." Katanya. Saat ini Eren mengatur detak jantungnya yang tak beraturan.

Ara terkekeh. Ia pun menjauh sedikit dari Eren walaupun ia teringin sekali mendekati Eren.

'Baiklah Eren, aku akan melakukan untukmu agar aku bisa mendekatimu lebih dari sekedar dekat. Aku sadar aku ternyata menyukaimu.'

Tbc
Maaf ya kependekkan, mana belum diedit pula. Eh minna, aku membutuhkan vote dan comment yang lebih banyak dong huehehe. Gak maksa sih, tapi setidaknya itu kan lebih baik dari siders. Iya gak sih wkwk.

Save My Heart [RIREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang