Chapt 18

652 90 0
                                    

"Huaaaahhhh."

Eren menguap sambil merenggangkan otot-ototnya. Pagi hari yang sangat cerah membuka lembaran baru untuk Eren. Hari ini Eren memutuskan untuk membuat kedai di kediamannya saat ini.

Mikasa yang beberapa pekan sudah tidak bekerja kini bersemangat membuat kedai ramen di rumahnya. Dengan bantuan Eren, kedai itu pun sudah siap hanya tinggal diisi dengan beberapa bangku dan meja.

"Huh sudah beres! Kita masih membutuhkan dua meja." Seru Eren sambil mengusap keningnya yang berkeringat.

"Beristirahatlah, kau belum sembuh Eren." Mikasa membawakan minuman untuk Eren. Jujur saja, ia sangat senang dengan perubahan Eren yang kini terlihat ceria dan semangat.

Eren meminum minuman itu. Ia sekarang mengerti dengan perkataan Levi. Jadi mulai hari ini, ia tidak ingin lemah dan terus memikirkan Levi. Ia ingin menjadi sosok yang berguna.

Berjalan menuju belakang rumah lalu bersantai di tepi sungai yang tenang. Tatapnya batang air itu dengan raut sendu. Tentu, ia sangat merindukan Levi dan ingin segera bertemu dengan Levi. Akan tetapi ia mempendam semua rasa itu dan berusaha menjadi orang yang berguna. Ia yakin Levi masih hidup.

"Heh, ternyata kau disini."

Seseorang menepuk pundaknya yang sontak membuatnya terkejut. Menoleh kepada sang pelaku yang ternyata adalah Mikasa.

"Oh Mikasa..." gumamnya.

Mikasa duduk di sampingnya dengan dekat. Senyum terukir di bibirnya. Angin menerpa surai hitamnya sehingga Eren mulai mencuri pandang kepadanya.

Keadaan yang hening membuat Eren sedikit risih. Dengan begitu ia mulai berbicara. "Hmm meja dan bangkunya, apa sudah lengkap?" Tanyanya yang memecahkan suasana hening.

"Semuanya sudah siap Eren, dan sekarang aku akan menyiapkan kebutuhan untuk memasak." Ujar Mikasa.

"Kalau begitu aku akan membantumu." Ucap Eren sambil bangkit dari duduknya. Namun, ia ditahan oleh Mikasa hingga kembali terduduk. Ia mengerinyit heran. "Ada apa? Aku ingin menyiapkan keperluan."

"Tunggu, kita duduk disini sebentar."

"Kau ingin berbicara sesuatu?"

Semburat merah muncul di kedua pipi Mikasa. Ia terlihat sedikit ragu untuk berbicara. Keadaan kembali hening dan itu sungguh membuat Eren jenuh. Mengambil batu dan melemparkannya ke sungai, itulah yang Eren lakukan saat ini.

Entah kenapa rasa yang kini merasuk hati Mikasa membuatnya sungguh malu dan bahkan jantungnya kini bergetar. Ia memainkan buku jarinya sambil menatap Eren yang kini sedang menompang dagu seolah-seolah ia terlihat sedang menahan kantuk.

"Eren, aku ingin berbicara denganmu." Mikasa menatap intens pria brunette itu. Alis terangkat, menghilangkan pikiran jenuh yang bersarang di kepalanya.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

Menghela napas, dengan tujuan membuang semua rasa gugup. Ia pun mengeluarkan semua rasa yang selama ini ia pendam kepada Eren.

Kata demi kata ia lontarkan seperti air sungai yang arusnya tidak henti-hentinya menghanyutkan berbagai macam daun yang gugur. Hingga akhirnya menjadi kalimat yang mengandung makna

Eren terperanjat.

"Hmm Eren, apa kau mau menerimaku?"

"Terimalah Eren, aku akan bersedia untukmu."

Lidah Eren kram saat itu juga. Ia tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun untuk wanita bersurai hitam tersebut.

"Eh Eren?"

Eren hanya berdiri, kemudian ia berlalu meninggalkan Mikasa sendirian.

Ia tidak ingin melepas kalung pemberian Levi, ia tidak sanggup melupakan Levi, dan bahkan ia tidak sanggup memberi hatinya kepada siapapun kecuali Levi.

Walaupun Mikasa merupakan orang terdekatnya namun tentu saja ia tidak tertarik dengan menjalin asmara dengannya.

Eren selama ini belum mengatakan yang sebenarnya kepada Mikasa, bahwa ia adalah seorang yang gay. Ia pun memutuskan untuk terus menjaga hatinya agar hubungannya dengan Levi berjalan dengan harmonis.

Miris memang nasibnya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Ia kehilangan kekasihnya dan seseorang yang tidak menarik baginya telah menyatakan cinta kepadanya.

Eren mengambil keranjang sayur kemudian beranjak meninggalkan rumah, dengan alasan membeli peralatan dapur.

Sesampainya di swalayan, ia mulai memilih berbagai peralatan dapur yang tersedia di sana. Ia juga tidak lupa untuk membeli sayuran yang digunakan sebagai bahan baku masakannya.

"Hmm apa ya....?" Gumamnya sambil menunjuk sayuran yang tersedia di sana.

Eren tampak kebingungan mengambil sayur yang akan ia beli.

"Oi!"

"Hwaa!"

Eren terkejut ketika seseorang menepuk pundaknya.

"Kenapa kau kebingungan?" Tanya orang itu.

"Hmm aku bingung.... aku harus membeli sayur apa untuk membuat ramen nanti." Ujar Eren kepada orang itu yang merupakan seorang pria.

Pria itu memberikan seulas senyum. "Aku akan membantumu." Ucapnya.

Pria itu langsung mengambil keranjang yang berada di tangan Eren, kemudian mengambil sayuran dengan mudahnya dan memasukan ke dalam keranjang tersebut.

Eren terlihat tercengang dengan perilaku pria di hadapannya ini, sebab ia tidak kenal dengan pria itu.

"Oi, kau ini siapa? Kau tampak seperti kenal denganku."

Pria itu berhenti sejenak lalu menoleh ke arah Eren. Manik obsidiannya mengingatkan Eren dengan sosok yang ia cintai. Menyingkap surai hitamnya, pria itu lantas membuat Eren terkejut.

'Siapa dia sebenarnya?'

"Kau bukan yang bernama Eren Jaeger?" Tanya pria itu.

"I-iya, aku Eren Jaeger." Ujar Eren.

"Ahh tidak salah lagi."

"Hah maksudmu?"

Alis Eren tertaut sempurna, ia sama sekali tidak mengerti dengan ucapan pria itu.

Pria itu tersenyum yang sungguh membuat Eren mengerinyit heran. "Apa maksud dari ucapanmu?" Ulangnya.

"Tidak salah lagi,"

"Kau pasti teman dekat Mikasa bukan?!"


Tbc

[A/N]: huaa apaan ini? Pendek amat

Yah maaf, saya tidak punya waktu untuk menulis dikarenakan tugas sekolah menumpuk 😭

Jadi lama deh updatenya

Save My Heart [RIREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang