Chapt 22

549 74 8
                                    

Hallo, aku kembali lagi. Mohon maaf bagi yang menunggu cerita ini yang belum kunjung update. Dan sekarang update ya alhamdulillah.

Tapi sebelumnya aku ingin memberi tahu kalian.

Sebenarnya cerita ini lama tidak update karena aku masih berpikir dengan jalan cerita ini dan aku merasa kurang puas. Jadi Cerita ini aku rombak sedikit dan mengalami perubahan. So mohon maaf apabila lama menunggunya.

Jika perubahan ceritanya kurang menarik dan pembaca kurang suka, tolong beritahu kesalahan aku ya dan tolong maklumi ya. Aku memang agak bingung sama cerita ini hehe.

Seperti biasa, aku masih anak sekolahan. Jadi susah untuk berbagi waktu.

Udah itu saja yang aku sampaikan
Sebelumnya mohon maaf.
Dan terima kasih sudah mau membaca pesan singkat aku -Salam cinta Nana 💕

-@-@-@-@-@-@-@-@-@-@-@-@-

Eren sungguh tidak menyangka, waktu terus perputar dan keadaan semakin berubah. Mikasa dan lelaki yang menginap di rumahnya itu kini melangsungkan pernikahannya. Gurat wajah manis dan bahagia pasangan itu terlihat jelas di mata Eren. Eren ikut tersenyum walau ada serpihan rasa lain yang membuatnya begitu sakit.

Levi....

Itulah yang dia pikirkan....

Entah sudah berapa lama ia tidak melihat lelaki itu bahkan teman-temannya sudah tidak percaya jika Levi masih hidup. Mereka berkata Eren sudah gila karena selama ini Eren selalu berkata "Levi-san masih hidup, dia selalu bersama Riren. Mereka pasti kembali."

Dan tak hanya itu. Terkadang dirinya selalu berbicara sendirian dengan menyematkan nama orang yang ia sayangi. Dan lihatlah keadaannya sekarang, dirinya semakin dijauhi oleh teman-temannya termasuk Mikasa dan Armin.

Hal itu tentu saja membuatnya begitu sakit hati dan menurun kesehatannya.

"Levi-san, aku membutuhkanmu sekarang. Disini tidak ada yang memperhatikanku." Lelaki manis itu memeluk dirinya sendiri setelah beranjak dari tempat acara dan kini ia berada di gudang rumah Mikasa.

Eren lelah, ia menyerah...
Ia tidak bisa melupakan Levi dan menjadi orang yang berguna seperti yang dikatakan Levi dulu. Ia tidak mempunyai semangat karena penyemangat hidupnya belum kunjung kembali.

Air mata mengalir membasahi pipinya. Sungguh ia sangat merindukan lelakinya itu. Lalu seorang wanita berkacamata menghampirinya. Tatapan tak suka itu dipancarkannya kepada Eren.

Eren menunduk agar tidak menatap mata itu lalu dagunya terdongak dengan keras oleh wanita itu. Eren meringis pelan. "Dasar cengeng, pergi kau dari sini!" Wanita itu menamparnya keras hingga bibirnya robek. "Aku sudah muak melihatmu!" Teriaknya.

"Hanji-san hiks..."

"Aku bilang pergi dari sini! Kau bisa saja merusak acara pernikahan Mikasa."

Lelaki manis itu ditendang hingga keluar dari gudang tersebut. Lantas, orang-orang yang berada di sekitar gudang tersebut menyuruhnya pergi karena akan membuat keributan di acara tersebut.

Eren berlari dan terjatuh di depan teman-temannya. Connie dan Sasha menatapnya tak suka dan lebih parahnya Jean memukul wajahnya. "Cih, mengapa aku melihat dirimu lagi?!" Nada yang mengejek membuat Eren kembali menunduk pilu. Dirinya yang dulu telah sirna, ia lemah tak berani mengucapkan sepatah kata untuk teman-temannya. Tanpa berbasa basi, ia bangkit sekuat tenaga dan pergi dari rumah Mikasa.

Ia berniat mencari Levinya, tetapi dirinya tak pernah menemukan jejak dan batang hidung pria itu. Lalu ia memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon yang rindang. Kepalanya berdenyut hebat sehingga membuatnya kantuk dan lemas secara bersamaan. Tak selang beberapa menit, hujan deras membasahinya. Namun ia tidak peduli, setidaknya air hujan itu menutupi air matanya yang seakan-akan tampak bagaikan air terjun abadi.

Dirinya kedinginan namun rasa dingin itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kehilangan lelaki yang ia sayangi.

Matanya tertutup, membayangi wajah Levi dan Riren. Bibirnya tersenyum manis walau dihantam rintik hujan. Ia dapat melihat wajah bahagia disana. "Aku sangat merindukanmu." Eren bermonolog.

"Siapa yang kau rindukan?"

Alis Eren tertaut heran. Matanya terbuka, namun ia tidak melihat pohon-pohon yang menjulang melainkan sebuah payung hitam pekat yang melindungi dirinya dari rintikan hujan.

"Si-siapa kau?" Eren berusaha bangkit dan orang itu menolongnya berdiri.

"Apakah kau yang bernama Eren?"

Seorang pria berpostur tegap gagah menatap Eren iba. Eren yang melihatnya seperti itu berusaha agar tetap menjauh, tetapi pria itu menahan tubuh Eren agar tidak jauh darinya.

"Iya aku Eren."

"Kalau begitu ikutlah denganku, disini hujan. Dan wajahmu itu... terlihat sangat pucat. Apa kau tidak peduli dengan kesehatanmu?"

"Baiklah."

Setidaknya Eren bisa beristirahat di tempat yang layak. Tapi di satu sisi ia khawatir, karena ia tidak tahu akan dibawa kemana ia. Dan ia juga tak mengenal pria itu.

Menaiki kuda adalah hal termudah bagi Eren, namun tubuhnya yang lemah memaksanya untuk tidak melakukan hal itu. Jika boleh jujur, Eren sekarang tengah mengidap penyakit serius yang menyerang di darahnya. Eren tidak menyangka stress dapat menimbulkan penyakit seserius itu.

Pria tegap tadi menggendongnya, dan hal itu tentu saja membuatnya terkejut bukan kepalang.

"T-tolong jangan lakukan itu padaku." Eren berusaha berdiri dan tentu saja membuat pria itu berhenti bergerak.

"Kenapa? aku ingin membantumu." Ucap pria itu.

"Aku bisa berdiri sendiri."

"Tetapi kau tidak bisa menaiki kuda. Aku akan tetap menggendongmu dan duduk di belakangku." Pria itu kembali mengangkat Eren hingga kini Eren berada di belakangnya.

"Kau ingin membawaku kemana?"

"Ke tempat yang lebih layak untukmu."




Lama bgt ya astaghfirullah😭
Butuh semangat

Save My Heart [RIREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang