part 11

8.5K 415 0
                                    

"Itu memang Moreno dan scarf  yang dipakai pacar barunya itu punyaku."

"Ada banyak scarf kayak gitu Bila lagian kan kamu bilang kak Fahi  pulang ke rumah ortunya."

"Berarti kamu ngasih scarf yang pasaran buat aku. Tapi di lemariku aku cari punyaku gak ada."

"So, kamu yakin kalau kak Fahira itu pacar baru Moreno. Kamu yakin yang kamu lihat kemarin itu kak Fahira? Terus kalau benar dia emang kenapa? Apa pamanmu sekejam itu sampai-sampai kemarin malam kamu begitu takutnya?"

Moreno. Cowok itu kepopulerannya lebih dari yang ku bayangkan. Bahkan mereka dipertemukan walau berjauhan. Terlalu dini bicara jodoh tapi dari berbagai sisi mereka sangat cocok. Aku kalah dari saudariku sendiri dari persaingan yang bahkan tak pernah kuikuti.

"Mulai besok aku pensiun, gak usah peduli Reno lagi. Masa bodoh dengan semua pacarnya."

"Ayolah, semangat! Oke kita gak akan ganggu lagi kalau itu mau kamu, tapi jangan murung gitu dong!"

Dinda menghibur Bila. Di kamarnya  Bila bebas mengekspresikan semua perasaannya. Ia tahu kalau Bila harus berbagi kamar dengan Fahira yang membuat sahabatnya itu tak bisa sebebas dulu.

💗💗💗

Bila berdiri di dekat gerbang sekolah. Matahari siang ini terasa lebih terik dari biasanya. Dahaganya sudah tak tertahankan lagi. Ia merogoh kedua saku roknya kemudian ia menepuk-nepuk keduanya saat tak menyentuh benda apapun di sana.

Semua orang sekarang sibuk dengan urusan masing-masing. Dinda yang biasa menemani sebelum pamannya menjemput ada tugas kelompok dan terpaksa meninggalkannya sendiri. Sebenarnya dia bisa saja pulang sendiri. Ia sudah pernah bertanya kenapa ayahnya begitu over protective setelah terjadi kecelakaan itu.

"Nih!"

Seseorang menyodorkan es krim dari belakang. Kepala Bila tertahan. Pria di belakang mencengkram kepalanya hingga ia tak dapat memalingkan wajahnya untuk melihat siapa orang yang telah membuyarkan lamunannya dan merusak tatanan kerudungnya.

"Makan aja gak usah banyak tingkah!" Serunya.

Rasa penasarannya kalah oleh rasa haus yang membuat ia berkali-kali menelan ludah saat melihat es krim yang dibawanya. Bila mengambilnya tanpa ragu. Tak peduli siapa yang memberikan itu padanya.

"Alhamdulillah, rejeki anak shalehah. Makasih," katanya lirih. "Udah lepasin! Mau cari tempat duduk ni, makan gak boleh sambil berdiri. Lagian kalau kamu mau beramal tapi gak ketahuan, oke, aku gak bakal lihat kamu kok. Jazakallah khairan katsiran. Semoga Allah membalas kebaikanmu! Aamiin."

Perlahan cengkraman itu lepas. Tanpa menoleh Bila berjalan menjauhi pria misterius itu lalu ia duduk di bangku warung dekat sekolah.

"Bismillahirrahmanirrahim." Rizki yang tak terduga itu begitu nikmat ia rasakan.

"Siapa yang ngasih kamu itu?"
Akbar sudah berada di hadapannya kini sambil menunjuk-nunjuk es krim yang tinggal setengah.

Bila menggelengkan kepalanya dengan enteng. "Mau?"

"Jangan sembarangan menerima pemberian orang! Apalagi orang yang belum kamu kenal."

Bila melumat es krim sampai habis.

"Yang ngasihnya juga kayaknya tulus. Rejeki gak boleh ditolak. Lagian Bila gak minta. Ayolah Bila kan bukan anak kecil lagi."

"Tapi lain kali harus hati-hati. Mana Fahi sama Raka?"

"Kak Fahi tadi pagi kan berangkat sama Raka. Nekad tuh anak belum punya SIM udah berani bawa motor. Kak Fahi gak ngasih tahu kalau mau pulang bareng Raka? "

"Fahi bilang dia berangkat sama papanya. Dia mulai ketularan kamu."
Raut wajah kecewa yang tak pernah Bila lihat sebelumnya.

💗💗💗

"Kamu mulai berbohong Fahira, apa alasan kamu tinggal di sini bukan sekedar menghindari konflik papa mama kamu. Apa sebenarnya yang kamu inginkan? Kebebasan?"

Akbar menahan amarahnya. Ia bicara empat mata dengan Fahira di kamar Bila.

Di halaman belakang Bila sedang menginterogasi Raka yang dimatanya tidak seperti kakak sepupunya.

"Belum kebayang atau gak bisa ngebayangin kalau sampai ada apa-apa di jalan? Urusannya bukan cuma ketangkep sama polisi tapi kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan gimana?"

"Yaelah gak usah kayak gitu juga kalee. Sekarang anak delapan tahun juga udah pada bisa bawa motor ngapain gue yang 16 tahun gak bisa. Harus gitu nunggu setahun lagi?"

"Oh udah berani? Syukur deh! Besok-besok kalau ada yang ngeroyok di jalan gak usah minta tolong, oke! 16 tahun aja bangga. Dipukul orang  diam giliran dikasih tahu buat kebaikan dia sendiri gak didengar. Belajar dulu bela diri sana biar gak jadi sasaran bully mulu! Badan tinggi tapi kaya pohon pisang, dipukul dikit bonyok, kayak pohon yang agak kuat dikit lah, pohon kelapa kek sekalipun akarnya serabut tapi kokoh. Gimana mau ngelindungin saudara perempuannya, sendirinya aja gak bisa jaga diri."

Raka hanya bisa diam mendengar fakta yang dibeberkan saudarinya tersebut. Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari arah kamar Bila. Tempat introgasi lain berlangsung.

💗💗💗

TBC


















TasabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang