Bila menuntun Abit diikuti Reno yang merasakan kecemasan yang sama. Bila membisu, sepanjang pencarian ia hanya fokus mencari Maryam yang ia perlihatkan fotonya dari HP Reno.
"Abit capek, Kak!" Tiba tiba Abit menghentikan langkahnya.
Dengan sigap Reno menggendong Abit.
"Kita udah keliling tapi belum juga ketemu. Kita ke pusat informasi aja."
Reno melihat jam ditangannya. Bila memperhatikan gerak-gerik Reno. Mungkin ia sungkan meninggalkannya untuk pergi ke belakang.
"Pukul satu lewat, kamu dari tadi jagain anak-anak jadi belum sempat shalat, kan? Jangan sungkan. Itu kewajiban utama. Ajak Abit sekalian ya! Biar aku aja yang ke pusat informasi!"
Gila! Kirain dari tadi diam dia masih marah. Eh malah perhatian.
Dulu, untuk menebus kesalahan kecilnya saja Reno harus mengabulkan permintaan kekasihnya dengan harga yang mahal. Sekedar makan malam di tempat mewah, membelikan tas branded, perhiasan, atau liburan.
"Serius gak papa sendirian?"
Bila mengangguk.
"Aku segera kembali."
"Jangan buru-buru, nanti gak khusyuk!" Bila menyunggingkan senyum tipisnya.
Reno membalasnya sedikit lebar. Tentu, karena dia senang.
Sedikit ragu tapi pada akhirnya Reno meninggalkan Bila dan membawa Abit bersamanya.
Mereka berpisah.
💗💗💗
Seorang pria paruh baya mengelus kepala Abit.
"Putranya?" Ia bertanya pada Reno yang hanya bisa tersenyum ramah dan kembali menalikan sepatunya.
"Untuk anak seumur dia, gerakan shalatnya memang belum sempurna tapi dia fokus mengikuti imamnya. Bapak kagum, Ayah yang ngajarin?" Bapak itu bertanya pada Abit yang dijawab dengan anggukkan.
"Kakek juga mau ngajarin cucu biar bisa seperti.... siapa namanya?"
"Tsabit Jalaludin Akbar," kata Abit lantang.
"Masya Allah, nama yang baguuus. Senang ya bisa diimamin ayahnya?"
"Tapi ini om Reno, bukan abbinya Abit, Kek."
"Hmm...begitu? Tapi siapapun orang yang bersama Abit pasti mengajarkan kebaikan, anaknya shaleh begini."
Kakek itu berdiri setelah memakai sepatu. "Kakek duluan ya, sampai jumpa lagi Abit! Assalamualaikum!""Wa'aalaikumsalam," jawab mereka berdua.
"Abit masih capek?" tanya Reno.
"Abit lapar Om."
Reno langsung saja menggendong Abit, Maryam pun akan merasakan hal yang sama. Ia sampai lupa mengajak makan dua bocah itu. Ia samakan dengan perutnya yang sudah terbiasa dengan kekosongan.
"Apa Abit malu kalau ada orang yang bilang om ini ayah Abit?" tanya Reno.
Abit terdiam, namun tatapannya menjelaskan semua yang ingin ia ucapkan.
"Apa karena rambut om?"
"Hehe...." Abit malu-malu tapi gerakan matanya tak dapat menyembunyikan kebohongan.
"Apa om harus potong rambut?"
"Iya."
"Tapi Maryam gak akan bisa tidur kalau gak mainin rambut om. Dia bisa nangis kalau om potong rambut. Abit bisa rayu dia biar om bisa potong rambut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasabila
General Fiction#2 saudara (17/11/2018) "Kuakui aku sudah sering pacaran! Aku sering mengajak mereka makan malam romantis di tempat-tempat mewah. Tapi seorang wanita ajaib telah membuat satu hal yang tidak kusukai menjadi hal yang kutunggu-tunggu. Aku ingin sarapan...