part 26

7.1K 374 3
                                    

"Sepertinya Ayah bersenang-senang dengan semua ini," ucap Reno yang kini sudah berada dalam mobil ayahnya, menyetir mobil menuju pulang. Dia kesal, merasa jadi orang paling bodoh hari ini. Bila yang sudah mengetahuinya selama ini hanya asyik makan tanpa memikirkan perasaannya. Segala rasa berkecamuk dalam pikirannya, ia merasa wanita itu telah mempermainkannya.

"Ayah hanya senang melihatmu akhirnya bertemu dengan orang yang tepat."

"Ayah tahu selama ini dan ayah tidak memberitahu Reno. Bahkan ia punya banyak nama, ayah bercerita tentang Sabil kemudian memanggilnya Bila, Sabil? Bila? Sabila, entah apa lagi."

"Ayah tahu belum lama ini, kalau memang merasa senang atau suka kenapa harus marah? Lanjutkan saja perjuanganmu. Bukan sekedar mengejar cinta, kamu pasti mengerti maksud ayah."

"Reno sudah tidak mau lagi berurusan dengan orang yang punya banyak nama itu. Ada niat lain yang tersembunyi di balik keluguannya."

"Haah," pak Mario menghela napas. "Jangan su'udzan! Kamu hanya gengsi karena tahu telah menyukai orang yang sebenarnya sudah kamu tolak, mungkin di lubuk hatimu yang terdalam kamu meronta ingin ayah membujuk keluarganya sekali lagi untuk nerima kamu."

"Mungkin ayah juga yang sengaja mengatur agar Reno ketemu sama dia. Terlalu banyak kebetulan. Bahkan Maryam sekolah di tempat yang sama dengan Abit."

"Ayah malah baru tahu kalau Maryam satu sekolah dengan Abit. Kamu pikir semua karena ayah sengaja melakukan hal itu. Hoho! Tidak anak muda, di dunia ini tak ada yang kebetulan. Semua sudah takdir, kamu mungkin sudah tahu bahwa daun yang gugur saja atas kehendak-Nya. Sekali-kali ikut pengajian sama-sama biar hati kamu tenang, gak mikirin gadis masa lalu kamu terus."

"Reno gak mikirin Fahi."

"Nah tu, masih ingat saja namanya."

"Cuma nama, gak lebih dari itu," nada suaranya masih menunjukkan kekesalannya.

Hubungannya dengan Fahira, gadis yang ia kencani sejak SMA itu terjalin lima tahun lamanya meski selama itu mereka harus menyembunyikannya karena keluarga Fahira tidak mengizinkan pacaran. Hubungan mereka berakhir karena Fahira lebih memilih mengambil beasiswa pendidikannya di luar negeri dan setelah itu Reno tidak mendapatkan kabar lagi. Lima tahun terakhir ini Reno menghabiskan waktu dengan berhura-hura dan bersenang-senang dengan mengencani banyak wanita sekedar untuk pelampiasannya, mengusir kesepian tanpa wanita yang dicintainya.

"Ayah hanya berharap yang terbaik untuk kamu, semoga kamu mendapatkan istri shalehah, tapi jadilah pria shaleh terlebih dahulu!" pak Mario membuyarkan lamunan Reno.

"Aamiin," ucap Reno lirih.

Kata aamiin sekaligus menjadi penutup pembicaraan mereka. Pak Mario kini fokus pada handphone-nya, membalas pesan dari sang istri yang terus menanyakan kabar Reno hingga tak terasa mereka sudah tiba di halaman depan rumah mereka.

Bu Marini, sang mami yang menggendong Maryam sudah menyambut di depan pintu. Kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya yang masih tampak awet muda di usia hampir 50 tahun. Ia sudah berkali-kali mengingatkan putranya untuk tidak melakukan pekerjaan itu. Bu Marini hanya diberitahu bahwa Reno mengalami kecelakaan saat bekerja, kalau saja tahu dirinya berkelahi atau dipukuli, pasti dia akan bergegas menghubungi pengacara untuk menindak tegas orang yang telah memukulinya.

"Reno gak apa-apa, Mi. Sekarang Reno mau sendiri," ucapnya begitu mereka berhadapan, Reno menyembuyikan wajahnya dari Maryam.

Pak Mario mencegah istrinya untuk megikuti Reno.

"Biarin, Mi! Dia lagi ngambek."

"Ayah makanya jangan suka maksain anakya gitu dong. Pasti Reno terus-terusan kepikiran, makanya dia gak konsen waktu kerja jadinya kecelakaan kan."

TasabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang