part 38

7.8K 391 42
                                    

"Bukan seperti itu yang aku dengar." Dinda memelototi Bila karena ceritanya tidak sesuai dengan yang ia dengar. Ia mengusap perutnya yang semakin membuncit, sekilas memang tidak terlihat karena pakaian gamis yang menutupinya. Ia duduk di ujung ranjang, memandang lekat sahabatnya yang sedang merapikan meja.

"Memang seperti itu. Abit cuma kaget, om Azhar nada suaranya emang tinggi, kamu tahu sendiri."

"Kadang aku merasa kamu gak adil, kamu selalu memilah cerita sedihmu untuk dinikmati sendiri, kamu selalu bisa bercerita saat senang, kesal bahkan marah, tapi saat ada rasa sedih kamu telan sendiri. Berbagilah sedikit kesedihanmu sama aku."

"Aku gak sedih, kamu aja yang lebay."

"Oke dulu kamu pemberani tapi dalam urusan perasaan kamu orangnya pengalah. Aku gak mau kamu nyerah gitu aja karena om kamu nyuruh menjauhi Reno. Aku gak minta kamu ngejar dia, cuma aku yang bisa nekad ngejar-ngejar cinta seorang pria."

"Karena pria hebat itu pamanku." Bila menyunggingkan senyumannya.

"Masih bisa senyum ya, aku serius." Dinda melempar bantal dan mengenai kepala Bila.

"Jangan dibikin ribet, pikirin calon keponakan aku ni." Bila mengusap perut Dinda. "Biar masalahku aku selesaikan sendiri."

"Anakku udah mau dua. Kamu kapan nikahnya kalau ngalah terus?"

"Iya kan kamu yang kegenitan, lulus SMA langsung buru-buru mau nikah aja," goda Bila.

"Enak aja kegenitan, kami memutuskan untuk menempuh jalan halal yang diridhai-Nya. Cuma kamu wanita yang saat disukai pria dan dia mau serius, kamu malah menjodohkannya dengan wanita lain, karena kamu terlalu peka terhadap perasaan wanita lain yang menurut  kamu dia menyukai pria itu juga, sementara apa yang terjadi dalam hati kamu hanya Allah yang tahu. Awas aja kalau gak jadi nikah sama Reno! Jodoh Allah yang ngatur, aku yakin. Kita gak bisa melawan takdir, tapi gak boleh nyerah gitu aja dong."

"Hmmm. Keputusan kalian benar. Aku juga sebenarnya mau nikah muda. Jadi nyesel gak nerima lamaran dari Raden Cakra....mmm." Dinda nembekap mulut Bila yang sedang menelungkup di sampingnya. Bila masih saja bisa berkelakar saat dirinya begitu serius bicara dan malah mengalihkan pada topik yang telah mereka kubur dalam-dalam.

"Bercanda jangan kelewatan. Aku gak mau kamu ngungkit masalah itu, aku malu." Dinda menangkupkan telapak tangan di wajahnya.

Raden Cakra adalah orang yang dulu akan membantu membiayai sekolah Bila, saat orang tuanya terpuruk karena pak Anwar yang menjadi tulang punggung keluarga mengalami kecelakaan demi menyelamatkan pak Mario. Di balik niat baiknya tersimpan hasrat ingin memperistri gadis yang waktu itu masih duduk di kelas XI. Katanya si Raden Cakra akan menunggu sampai Bila lulus sekolah, kalau mau diapun akan membiayai kuliahnya sampai gelar tertinggi sekalipun, setelah menikah tentunya. Membicarakan hal itu sekarang jauh lebih ringan dibandingkan dulu.

"Iya...iya. Kalau itu terjadi kamu akan memanggilku Nenda alias nenek muda."

"Iiiih, udah dibilangin jangan bahas itu lagi!" Dinda mencubit lengan Bila hingga minta ampun.

Bila menggulingkan badannya, terlentang menatap langit-langit. Matanya sendu. Dinda mencubitnya sekali lagi karena sekarang ia melihat Bila sedang tersenyum menggodanya. Baru kali ini mereka membahas hal itu lagi. Bila meringis. Dan Raden Cakra yang paling Dinda hormati itu tidak lain adalah kakeknya sendiri. Untung saat itu hadir pak Mario sebagai pahlawan dan telah menyelamatkan kisah Tasabila hingga tak berakhir tragis seperti Siti Nurbaya. Pria dermawan yang awalnya Bila juga takut hal sama terjadi lagi padanya. Antara ya dan tidak, pak Mario tidak ingin memperistrinya tapi, iya, dia menginginkan hal lain yang membuat Bila terpaksa mengingat lagi sosok yang berusaha ia lupakan. Dan wanita lain yang dibicarakan Dinda adalah Windy. Gadis aneh itu malah bilang prianya akan lebih aman berada dalam pengawasan Bila walaupun ia tahu Heru pernah ingin melamar Bila. Jadi dia yang justru memaksa Bila bekerja di perusahaan Heru. Tapi selama itu mereka bisa profesional dalam pekerjaannya, meski terkadang Bila kerap memanggil secara informal pada atasannya karena kesal tapi itu tidak dilakukannya di depan karyawan lain.

TasabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang