"Moreno!!!"
Sebuah teriakan di pagi hari membuat semua anggota keluarga berkumpul di sumber suara. Kecuali Reno yang mungkin sekarang sedang berjoging, dia tiba-tiba ingin olahraga pagi ini.
"Ada apa ini? Ibu kok teriak-teriak." Bu Marini menghampiri mertuanya yang sudah seminggu ini tinggal di rumahnya.
"Mana putra kesayanganmu? Kalian terlalu memanjakan dia, membiarkan dia berbuat seenaknya, jadinya seperti itu. Baru saja tadi malam aku dengar dia menyembunyikan anak gadis orang di apartemennya sekarang ada lagi masalah baru. Inikah kejutan dari kalian?" Bu Martha menunjuk televisi yang sedang menyiarkan acara infotaiment.
Ya, kejutan yang minggu lalu mereka persiapkan gagal total karena sang nenek datang lebih awal dan malah mereka yang terkejut karena sang nenek membawa begitu banyak koper dan mengatakan akan tetap tinggal di sana sampai Reno menikah.
"Kak Reno keluar, Nek."Maureen duduk di sofa menyimak berita seputar selebritis bernama Raysa yang memang ia kenal, dia pernah beberapa kali datang ke rumah dan dikenalkan Reno sebagai pacarnya. Dulu sekali. Sebelum kakaknya akhirnya sadar dan menghentikan petualangan cintanya. Ia membetulkan hijabnya. Semua anggota keluarga menyambut positif keputusannya mengenakan hijab yang diwajibkan bagi setiap muslimah, berkai kali sang ayah dan kakaknya mengingatkan hal itu, meski di awal mereka sedikit menggodannya, mempertanyakan motiv di balik keputusannya itu.
Maureen melirik ke arah orang tuanya yang baru duduk bergabung dengannya. Ia sudah mulai bisa menebak kemana berita itu mengarah. Sebisa mungkin ia mencegah maminya untuk tidak mendengar berita selanjutnya. Matanya mencari remot TV.
Terlambat.
"Hamil?" kata Bu Marini, tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Seketika pandangannya kabur, seluruh tubuhnya lemas, ia terkulai tak sadarkan diri di pangkuan suaminya.
Siapa yang tidak terkejut mendengar berita itu? Terlebih saat narator menyatakan berita kehamilan tersebut bersamaan dengan ditayangkannya foto-foto kebersamaan Reno dan Raysa.
"Mi, mami!" pak Mario menggemingkan tubuh istrinya. "Tolong ambil air, Reen! Minyak angin juga!" suruhnya pada Maureen.
"Iya, Yah."
Maureen segera pergi ke dapur untuk mengambil air dan ia memerintahkan Suti membawa kayu putih di kamar Maryam.
"Kamu bilang Reno sudah punya calon istri. Apa yang di TV itu orangnya atau yang di apartemen? Kalau kriteria wanitanya seperti itu bakal seperti apa keturunanku nanti." Bu Martha menggelengkan kepalanya dan menghempaskan tubuhnya di samping Bu Marini yang masih belum sadar.
"Bukan mereka, Bu. Gadis pilihan Reno adalah pilihanku juga, jadi aku percaya pilihannya itu sudah yang terbaik."
"Lalu keluarga gadis yang di apartemen? Bagaimana kalau keluarganya menuntut pertanggung jawaban?"
"Itulah yang jadi masalah. Kami bermaksud menjelaskan kesalahpahaman ini nanti malam." Kata pak Mario seraya mengipas-ngipas wajah istrinya dengan majalah yang ia ambil dari meja. Sesaat kemudian Maureen muncul membawa air dan Suti yang langsung membuka botol minyak kayu putih dan mendekatkannya ke hidung bu Marini.
Bu Marini mulai bergerak perlahan. Ia mulai membuka matanya. Pak Mario segera memberinya minum.
"Ini kenyataan Rini. Kamu harus kuat. Ya begini ini kalau kalian salah mendidik."
"Tenang dulu, Bu! Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Kita harus tabayun. Mengecek lagi kebenarannya. Kita tanya langsung pada yang bersangkutan, kalau toh itu benar mana mungkin saya biarkan Reno lepas dari tanggung jawab. Tapi aku yakin Reno tidak akan berbuat seperti itu." Pak Mario berusaha bersikap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasabila
General Fiction#2 saudara (17/11/2018) "Kuakui aku sudah sering pacaran! Aku sering mengajak mereka makan malam romantis di tempat-tempat mewah. Tapi seorang wanita ajaib telah membuat satu hal yang tidak kusukai menjadi hal yang kutunggu-tunggu. Aku ingin sarapan...