Pak Mario membuat keputusan untuk membatalkan pertemuan keluarganya. Dia tak bisa lagi memaksa dan hanya bisa mengelus dada. Entah ia mengalah demi siapa? Pertemuan singkat dengan Akbar hanya cukup untuk mengemukakan pembatalan perjodohan itu dan untuk lebih jelasnya ia akan bicarakan sore nanti.
Reno dengan tekad bulatnya menuju kediaman Bila. Pemuda gondrong itu kewalahan dengan permintaan keponakannya yang tak berhenti minta ditemani belanja oleh kakaknya Abit yang belum ia ketahui namanya.
Ia hanya mencoba menghubungi orang yang mengirim pesan dan menghubunginya saat keponakannya dalam masalah.
Hidup memang penuh misteri. Beragam cerita fiksi tentang perjodohan yang pernah kubaca menyuguhkan kisah unik, apik, dan menarik. Mereka yang bahkan belum saling mengenalpun pada akhirnya dapat menjadi sepasang suami istri yang harmonis dan romantis. Begitu mudah mereka menjalani hubungan halal.
Lantas bagaimana dengan kisahku? Aku mengenal orang yang akan dijodohkan denganku tapi dia tidak. Orang dengan otak brilian tapi begitu mudah melupakan orang, atau aku begitu mudah dilupakan. Tentu saja, karena selama ini aku yang terus melihatnya sementara dia bertemu denganku bisa dihitung jari.
Beberapa saat yang lalu ayahnya menyatakan pembatalan perjodohan kami. Dia menolak dijodohkan denganku. Sekarang apa yang dilakukannya di ambang pintu rumahku. Dia muncul di hadapanku dengan senyum yang menggemaskan.
Aaah! Kenapa menggoda?
Aku ingin lurus, jangan kau bengkokkan!
Aku ingin putih.
Senyuman penuh warna itu takkan membuatku pulih dari angan yang memabukkan.
Aku di tepi jurang.
Jika ingin benar! Jangan kau raih tanganku agar tak tergelincir ke dasar jurang.
Jabatan tanganmu pada waliku itu yang kunantikan."Assalamualaikum!"
Astaghfirullahaladzim!!!
Bila mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Assalamualaikum!" Kalimat itu Reno perjelas agar Bila bisa segera bereaksi.
"Waalaikumusalam, omnya Maryam? Ada apa ya?"
"Syukurlah kalau masih ingat...."
Iiih kenapa juga harus bilang gitu, ah! Ya iyalah masih ingat. Bukan ingat lagi....
Yaa Allah Yaa Ghafur! Ampunilah hamba! Terlalu banyak pikiranku dipenuhi olehnya.
Abit bergelayut pada Bila yang berdiri di sisi dalam pintu masuk rumahnya, memandang penuh rasa penasaran pada pemuda di depannya.
"Mau apa!"tanya Abit lantang dan keras membuat Dinda yang mendengarnya dari ruang makan segera menghampiri.
"Abiiit kok gitu sih sayang, ada tamu bukannya dipersilahkan masuk malah...."
Dinda tersenyun memandang pemuda di ambang pintu kemudian melirik ke arah Bila penuh selidik. Bila memejamkan kedua matanya dengan sedikit senyum pertanda membenarkan dugaan sahabatnya itu.
"Tidak apa-apa, saya cuma sebentar, ponakan saya sedang menunggu di mobil, kalau boleh saya ingin meminta izin mengajak Abit keluar."
Abit atau kakaknya? Owh apa yang terjadi di otaknya kini? Dia tidak tahu siapa yang baru saja ditolaknya dan juga tak tahu siapa yang ditemuinya??? Itu pasti. Mana mungkin dia kemari kalau dia tahu jodoh yang telah ditolaknya. Batin Dinda.
"Emm gimana ya?"
"Abit mau... Abit mau!" Balita itu berjingkrak kegirangan.
"Nanti saya antar pulang sebelum pukul tiga. Apa itu terlalu lama?" Reno sanksi dengan tawarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasabila
General Fiction#2 saudara (17/11/2018) "Kuakui aku sudah sering pacaran! Aku sering mengajak mereka makan malam romantis di tempat-tempat mewah. Tapi seorang wanita ajaib telah membuat satu hal yang tidak kusukai menjadi hal yang kutunggu-tunggu. Aku ingin sarapan...