part 39

8K 424 68
                                    

Hari ini begitu panas, bahkan penyejuk udarapun tak mampu menurunkan temperatur hati setiap penghuninya. Fahi terpaksa pulang karena barang-barangnya sudah dikeluarkan dari apartemen oleh Raka. Dia masuk kamarnya tanpa peduli yang dikatakan kedua saudaranya untuk kebaikannya. Dari pembicaraan Fahi dan Bila sebelumnya, Raka mengetahui satu nama yang masih berhubungan dengan masalah kedua saudari perempuannya itu.

Bagaimanapun ia menginginkan keduanya bahagia tanpa menyakiti salah satunya. Jika Zaqi adalah pria lain yang dimaksud sebagai orang yang akan melamar kakak kandungnya, seharusnya ada dua pasangan yang bisa berbahagia. Apa yang terjadi dengan Zaqi? Apa yang diinginkan ayahnya sebenarnya? Dan apa alasan Fahi begitu saja setuju menikah dengan Reno? Raka terus bertanya-tanya. Kakinya melangkah menuju kamar kakaknya namu getaran handphone di saku celananya membuat ia urung untuk mengintrogasi kakaknya itu. Sang papa rupanya meminta Raka menjemputnya di suatu tempat. Satu pertanyaan lagi menyeruak.

Apakah papanya sudah bangkrut hingga ia tidak membawa mobilnya sendiri, dan pernikahan Fahi hanya untuk menyelamatkan bisnisnya saja? Papanya sudah keterlaluan kalau sampai ini benar-benar terjadi. Setelah tamat SMA, Raka memang tinggal bersama mamanya yang memang keturunan tajir, sementara Fahi memutuskan tinggal bersama papanya demi kebebasannya sendiri. Tidak banyak yang ia tahu tentang bisnis papanya itu.

Bila langsung membuka pintu kamar dan memasukan koper ke kamar Fahi karena berkali kali ia mengetuk pintu dan mengucap salam tetap tidak ada jawaban dari dalam. Fahi tengah berdiri di depan jendela, tatapannya sendu, air yang terbendung di matanya hanya tinggal menanti kedipan untuk mengalir, membebaskan segala beban yang terlalu berat untuk dipikulnya sendiri.

Bila segera berbalik pergi setelah meletakkan koper di pinggir lemari. Meninggalkan Fahi yang mungkin ingin sendiri saat ini.

"Papaku sakit, Bil. Dokter bilang hidupnya tidak akan lama lagi," Kata Fahi seraya terisak. Perkataannya membuat langkah Bila terhenti.

"Jangan main-main dengan perkataan Kakak!" Bila berbalik. Tentu saja ia terkejut mendengar berita itu, sekalipun kakaknya sering menggunakan segala cara untuk mendapatkan yang dia inginkan. Kali ini ia tidak mungkin main-main. Mungkin ini alasan dia menuruti keinginan papanya dan mengorbankan perasaannya sendiri.

"Aku sudah mencoba menghubungi Zaqi untuk segera bertindak sebelum semua terlambat. Aku masih ingin dia bisa menemui papa untuk melamarku. Tapi Zaqi tidak memberi keputusan apapun. Sangat sulit untuk menolak permintaan papa di saat seperti ini," katanya seraya terisak. Bila yang melihat kakaknya menangis menuntunnya duduk di tepi tempat tidurnya.

"Kakak harus tetap tegar. Jangan karena dokter bicara seperti itu membuat mental kita menjadi lemah. Kita harus tetap berikhtiar dan berdo'a untuk kesembuhannya. Tidak ada Yang Maha Mengetahui segala sesuatu selain Allah," ucap Bila menguatkan, telapak tangannya menepuk-nepuk pundak kakaknya yang terlihat lemah. Ia tidak menanyakan penyakit omnya, ia tahu kakaknya akan merasa sedih jika ia mengoreknya lebih dalam.

"Kamu tidak akan mengerti Bila. Bahkan papa sudah menyerah dengan penyakitnya."

"Om Azhar saat ini masih bersama kita. Meratapinya tidak akan membuat om Azhar lebih baik. Yang harus kita lakukan adalah membuatnya bahagia, kakak harus kuat agar papa kakak juga kuat. Kematian itu rahasia Allah. Jangan bicara hal buruk lagi! Dokter tidak berhak memvonis hidup seseorang." Tak terasa bulir hangat mengalir dari kedua matanya. Ia teringat orang tua yang telah meninggalkannya untuk selamanya. Bagaimana mungkin ia tidak mengerti dengan situasi seperti ini. Bahkan dia merasakan kehilangan secara tiba-tiba.

"Tapi kebahagiaan papa adalah kesedihanmu. Bagaimana dengan kebahagiaanmu sendiri?"

"Kebahagiaanku semu, begitupun kesedihan. Kita tidak tahu mana yang terbaik di hadapan Allah. Tidak ada yang pasti sebelum waktu yang ditentukan Allah."

TasabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang