Assalamu'alaikum readers,
Tidak ada kata terlambat untuk memohon maaf lahir dan batin atas segala kesalahan dan kekhilafan+++++++++++++menggantung cerita ini hingga berbulan-bulan.
Lamaaaaa bgt baru bisa conect lagi. Mudah-mudahan belum basi😭
Selamat membaca!
______________________________________
Part 42
______________________________________"Renooooooooo!"
Lengkingan suara bu Marini membuat langkah Reno terhenti dan menjatuhkan barang di genggamannya.
"Reno, Reno! Kamu gak bisa dibilangin ya!" kedua tangan bu Marini mengepal bersiap memukul, menghajar putranya sepuas hatinya. Reno segera menghampiri kerumunan orang di depan rumah dengan wajah pasrahnya.
"Iiiiih! Mami kan sudah bilang jangan pulang!" apalah daya, bu Marini hanya bisa mencubit lengan putranya dengan gemas begitu melihat wajah putranya dan menyadari dirinya yang lebih bersalah karena tidak memberitahu Reno alasannya tidak boleh pulang ke rumah tadi malam. Sudah terlambat bagi Reno untuk sembunyi dari mata yang selalu mencari-cari kesalahannya, pak Azhar, kini ia mencengkram pergelangan tangan Bila dan menariknya agar menjauh dari Reno.
"Bang, tidak di sini," bisik Akbar mencoba menenangkan situasi. Ia tidak ingin kakaknya itu memarahi Bila di hadapan banyak orang, apalagi sampai ngamuk dan bicara sembarangan.
"Kau yang mau bertanggung jawab, silahkan!" pak Azhar menghempaskan bila ke arah Akbar.
"Baiklah. Aku tidak berhak menjadi hakim atas peristiwa ini. Terserah. Yang selama ini membuat batinku tidak tenang adalah berita yang selalu memojokan putriku," akhir kalimatnya sedikit tertahan. "Bahkan di lingkungan kami dulu ia digosipkan memiliki seorang anak di luar nikah, aku tidak mau ada keluargaku yang lain yang menjadi korban," katanya dengan suara yang sedikit bergetar.
Kalimat itu membuat semua orang tercengang. Akbar yang tak kalah terkejutnya kini hanya bisa menatap lekat pria yang paling tahu kebenaran cerita itu.
"Jangan mulai! Bapak ini suka cari ribut. Anak saya, Reno tidak berbuat seperti yang bapak dan orang-orang di sekitar bapak pikirkan. Terbukti kasus kemarin anak saya tidak bersalah," bela bu Marini.
"Aku sudah lama mengawasi keluarga kalian. Mencari tahu kebenaran ini. Terbukti ada anak kecil yang tidak jelas orang tuanya, kalau memang dia cucu keturunanku...."
"Heh bapak hati-hati kalau bicara! Dia cucu dari anak pertama saya, Marsya, melalui pernikahan yang sah. Aneh bapak ini! Jangan dulu mengawasi keluarga kami! Kalau memang peduli awasi dulu anak bapak sendiri. Bukan cuma dengan anak saya dia pacaran. Jangan asal menuduh dan memfitnah orang!" emosi bu Marini meledak.
"Bicara Reno! Benarkah itu semua?" tanya Akbar yang berusaha tetap tenang. Beberapa tahun lalu ia sudah berusaha sekuat tenaga menjaga saudara perempuannya hingga menghajar Reno untuk tidak melebihi batas pertemanan mereka. Di depan matanya sendiri ia melihat terjadinya kontak fisik, setidaknya itu yang dulu ia kira sebelum ia mendapat penjelasan dari saksi kalau ternyata itu tidak seperti yang ia perkirakan.
Bila mulai melepaskan pandangannya yang dari tadi terkunci pada objek yang ada di bawahnya dan mulai mencari jawaban yang sama. Ditatapnya lekat pemuda yang berdiri tidak lebih tiga meter di depannya. Tidak ada kepastian di sana. Hanya ada amarah yang memuncak di kedua matanya.
"Nak Akbar tante mohon percaya."
"Saya hanya butuh kejujuran putra Ibu," kata Akbar.
"Dan untuk semua yang telah dia perbuat pada Fahi, sudah seharusnya dia bertanggung jawab," sambar pak Azhar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasabila
General Fiction#2 saudara (17/11/2018) "Kuakui aku sudah sering pacaran! Aku sering mengajak mereka makan malam romantis di tempat-tempat mewah. Tapi seorang wanita ajaib telah membuat satu hal yang tidak kusukai menjadi hal yang kutunggu-tunggu. Aku ingin sarapan...